Menristek Dikti: Kasus E-KTP Memalukan dan Mengecewakan
A
A
A
YOGYAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir melihat skandal kasus korupsi berjamaah dalam proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), sangat memalukan.
Terlebih menurut M Nasir, ada sejumlah nama dari kalangan elite beberapa partai politik (parpol) diduga terlibat dalam kasus itu. "Sangat memalukan dan sangat mengecewakan," kata Nasir di Yogyakarta, Jum'at (10/3/2017).
Menurutnya, uang negara itu merupakan uang rakyat untuk membangun sebuah manajemen atau administrasi kewarganegaraan dengan e-KTP yang cangih dan modern. "Ternyata, anggarannya di-mark up, dibagi-bagi, sampai kalau tidak salah 49%. Itu keterlaluan," ucapnya.
Nasir mengaku, tidak mengetahui apakah informasi yang dibaca melalui media terkait korupsi berjamaah itu benar adanya atau tidak. Terlebih, nilai uang yang cukup fantastis.
"Itu bukan korupsi lagi namanya, tapi garong, maling. Beda dengan maaf ya misal Rp10 juta, Rp20 juta, itu korupsi. Kalau sudah triliunan, itu sudah garong namanya," tandasnya.
Nasir juga melihat, parpol belum berhasil dalam memberikan pendidikan politik pada kadernhya. Dia melihat dengan skandal yang melibatkan banyak parpol itu, manajemen parpol kurang bagus. "Pendidikan politik pada kader-kadernya belum berhasil, masih amburadul," ujarnya.
Saat ditanya langkah KPK dalam pengungkapan kasus ini, Nasir sangat mendukung lembaga tersebut. Nasir mendukung upaya KPK untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi. "Saya dukung KPK dalam bersih-bersih tanpa pandang bulu karena ini mengerikan," tandasnya.
Terlebih menurut M Nasir, ada sejumlah nama dari kalangan elite beberapa partai politik (parpol) diduga terlibat dalam kasus itu. "Sangat memalukan dan sangat mengecewakan," kata Nasir di Yogyakarta, Jum'at (10/3/2017).
Menurutnya, uang negara itu merupakan uang rakyat untuk membangun sebuah manajemen atau administrasi kewarganegaraan dengan e-KTP yang cangih dan modern. "Ternyata, anggarannya di-mark up, dibagi-bagi, sampai kalau tidak salah 49%. Itu keterlaluan," ucapnya.
Nasir mengaku, tidak mengetahui apakah informasi yang dibaca melalui media terkait korupsi berjamaah itu benar adanya atau tidak. Terlebih, nilai uang yang cukup fantastis.
"Itu bukan korupsi lagi namanya, tapi garong, maling. Beda dengan maaf ya misal Rp10 juta, Rp20 juta, itu korupsi. Kalau sudah triliunan, itu sudah garong namanya," tandasnya.
Nasir juga melihat, parpol belum berhasil dalam memberikan pendidikan politik pada kadernhya. Dia melihat dengan skandal yang melibatkan banyak parpol itu, manajemen parpol kurang bagus. "Pendidikan politik pada kader-kadernya belum berhasil, masih amburadul," ujarnya.
Saat ditanya langkah KPK dalam pengungkapan kasus ini, Nasir sangat mendukung lembaga tersebut. Nasir mendukung upaya KPK untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi. "Saya dukung KPK dalam bersih-bersih tanpa pandang bulu karena ini mengerikan," tandasnya.
(maf)