Datangi Istana, Kontras Tolak Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional
A
A
A
JAKARTA - Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendatangi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Komplesk Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Mereka datang bersama keluarga korban HAM untuk menyampaikan penolakan terhadap pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) oleh pemerintah.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma menilai keberadaan DKN bukan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tidak sesuai dengan janji politik Jokowi.
"Secara teknis, DKN yang katanya sudah ada draf perpresnya itu melenceng dari beberapa aturan," ujar Feri di Kantor KSP, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Menurut Feri, pembentukan DKN dianggap tidak sesuai dengan penanganan konflik, yakni bertentangan dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (PKS).
Terkait penanganan HAM masa lalu, kehadiran DKN dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
Feri mengatakan, kedatangannya menemui KSP untuk menyampaikan secara tegas penolakan terhadap pembentukan DKN tersebut.
"Karena sudah sangat jelas, Ibu Sumarsih (korban) sudah menyebutkan, peristiwa-peristiwa masa lalu ini kan sudah ada, tinggal bagaimana Presiden Jokowi menginstruksikan Kejaksaan Agung untuk penyelidikan, jadi bukan lewat mekanisme seperti yang hari ini digagas Wiranto (Menko Polhukam)," tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menginisiasi pembentukan DKN untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
Dalam semangatnya, DKN memutuskan penyelesaian HAM masa lalu akan dilakukan melalui jalur rekonsiliasi, bukan jalur hukum termasuk kasus HAM berat peristiwa Trisaksi dan Semanggi I, Semanggi II
Mereka datang bersama keluarga korban HAM untuk menyampaikan penolakan terhadap pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) oleh pemerintah.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma menilai keberadaan DKN bukan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tidak sesuai dengan janji politik Jokowi.
"Secara teknis, DKN yang katanya sudah ada draf perpresnya itu melenceng dari beberapa aturan," ujar Feri di Kantor KSP, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Menurut Feri, pembentukan DKN dianggap tidak sesuai dengan penanganan konflik, yakni bertentangan dengan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (PKS).
Terkait penanganan HAM masa lalu, kehadiran DKN dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
Feri mengatakan, kedatangannya menemui KSP untuk menyampaikan secara tegas penolakan terhadap pembentukan DKN tersebut.
"Karena sudah sangat jelas, Ibu Sumarsih (korban) sudah menyebutkan, peristiwa-peristiwa masa lalu ini kan sudah ada, tinggal bagaimana Presiden Jokowi menginstruksikan Kejaksaan Agung untuk penyelidikan, jadi bukan lewat mekanisme seperti yang hari ini digagas Wiranto (Menko Polhukam)," tuturnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menginisiasi pembentukan DKN untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
Dalam semangatnya, DKN memutuskan penyelesaian HAM masa lalu akan dilakukan melalui jalur rekonsiliasi, bukan jalur hukum termasuk kasus HAM berat peristiwa Trisaksi dan Semanggi I, Semanggi II
(dam)