Perludem Dukung Polri Usut Kasus Hukum Calon Kepala Daerah
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendukung langkah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, yang menginstruksikan memproses dan mengusut kasus hukum semua calon kepala daerah.
Dengan demikian Peraturan Kapolri (Perkap) yang diterbitkan Kapolri sebelumnya, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti, yang menyatakan pengusutan kasus terhadap calon kepala daerah harus menunggu proses Pilkada selesai, sudah tidak berlaku lagi.
"Itu keputusan yang bagus, karena menempatkan hukum pada prinsip equality before the law (persamaan di depan hukum)," kata Titi ketika dihubungi, Rabu (25/1/2017).
"Karena dulu juga kita mengkritisi ketika munculnya Peraturan Kapolri itu, penundaan atas proses hukum tentu tidak sejalan dengan prinsip hukum yang transparan dan berkeadilan," imbuhnya.
Menurut Titi, konsekuensi untuk mengusut proses hukum peserta pilkada itu jangan dijadikan legitimasi atau pembenaran karena Polri sudah mengusut kasus hukum calon Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
(Baca juga: Ahok Diproses, Polri Akan Usut Semua Kasus Calon Kepala Daerah)
Tetapi diakuinya, hal itu justru sebagai koreksi atas penerapan hukum yang telah keluar dari prinsip equality before the law, akibat adanya Perkap.
"Jadi, siapapun yang ada persoalan hukum, ya memang harus diusut. Tidak boleh ada penundaan hanya karena akan mengikuti pilkada," ujarnya.
Titi menegaskan, yang bisa jadi masalah ketika dilakukan pengusutan dan proses hukum kepada calon kepala daerah adalah ketika terjadi politisasi. "Misalnya mengusut seorang calon yang dugaan pelanggaran hukumnya dicari-cari," tukasnya.
Tetapi kalau yang dilakukan adalah demi penegakan hukum, karena adanya laporan yang disertai bukti kuat, maka sudah selayaknya kepolisian menindaklanjuti dan mengusutnya sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
"Jadi tidak masalah kalaupun mengusut calon kepala daerah sepanjang ada alat bukti kuat, bukan sebuah kasus yang dipolitisir," tegasnya.
Titi lantang merujuk pada proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tetap berjalan dan berlaku sama untuk semua warga negara yang melanggar hukum. Tidak ada alasan hukum bahwa seorang calon kepala daerah kasus hukumnya bisa ditangguhkan.
"Bahkan yang seperti itu justru akan merugikan rakyat ketika nanti sudah terpilih ternyata terjerat kasus hukum dan terbukti bersalah," ujarnya.
Justru dengan proses hukum yang berlaku sama itulah, rakyat akan terbantu untuk mengetahui rekam jejak calon yang akan dipilihnya apakah punya persoalan hukum atau tidak.
Adapun soal kekhawatiran terjadi kegaduhan dan politisasi akibat saling lapor antarkubu calon, hal itu tidak akan jadi masalah sepanjang hukum berjalan secara transparan dan berkeadilan.
“Dan yakinlah, dalam era keterbukaan seperti sekarang ini, kontrol publik yang begitu besar, maka akan terlihat dan bisa disoroti, manakala ada kasus hukum yang terjadi karena politisasi atau kriminalisasi," jelasnya.
Dengan demikian Peraturan Kapolri (Perkap) yang diterbitkan Kapolri sebelumnya, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti, yang menyatakan pengusutan kasus terhadap calon kepala daerah harus menunggu proses Pilkada selesai, sudah tidak berlaku lagi.
"Itu keputusan yang bagus, karena menempatkan hukum pada prinsip equality before the law (persamaan di depan hukum)," kata Titi ketika dihubungi, Rabu (25/1/2017).
"Karena dulu juga kita mengkritisi ketika munculnya Peraturan Kapolri itu, penundaan atas proses hukum tentu tidak sejalan dengan prinsip hukum yang transparan dan berkeadilan," imbuhnya.
Menurut Titi, konsekuensi untuk mengusut proses hukum peserta pilkada itu jangan dijadikan legitimasi atau pembenaran karena Polri sudah mengusut kasus hukum calon Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
(Baca juga: Ahok Diproses, Polri Akan Usut Semua Kasus Calon Kepala Daerah)
Tetapi diakuinya, hal itu justru sebagai koreksi atas penerapan hukum yang telah keluar dari prinsip equality before the law, akibat adanya Perkap.
"Jadi, siapapun yang ada persoalan hukum, ya memang harus diusut. Tidak boleh ada penundaan hanya karena akan mengikuti pilkada," ujarnya.
Titi menegaskan, yang bisa jadi masalah ketika dilakukan pengusutan dan proses hukum kepada calon kepala daerah adalah ketika terjadi politisasi. "Misalnya mengusut seorang calon yang dugaan pelanggaran hukumnya dicari-cari," tukasnya.
Tetapi kalau yang dilakukan adalah demi penegakan hukum, karena adanya laporan yang disertai bukti kuat, maka sudah selayaknya kepolisian menindaklanjuti dan mengusutnya sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
"Jadi tidak masalah kalaupun mengusut calon kepala daerah sepanjang ada alat bukti kuat, bukan sebuah kasus yang dipolitisir," tegasnya.
Titi lantang merujuk pada proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tetap berjalan dan berlaku sama untuk semua warga negara yang melanggar hukum. Tidak ada alasan hukum bahwa seorang calon kepala daerah kasus hukumnya bisa ditangguhkan.
"Bahkan yang seperti itu justru akan merugikan rakyat ketika nanti sudah terpilih ternyata terjerat kasus hukum dan terbukti bersalah," ujarnya.
Justru dengan proses hukum yang berlaku sama itulah, rakyat akan terbantu untuk mengetahui rekam jejak calon yang akan dipilihnya apakah punya persoalan hukum atau tidak.
Adapun soal kekhawatiran terjadi kegaduhan dan politisasi akibat saling lapor antarkubu calon, hal itu tidak akan jadi masalah sepanjang hukum berjalan secara transparan dan berkeadilan.
“Dan yakinlah, dalam era keterbukaan seperti sekarang ini, kontrol publik yang begitu besar, maka akan terlihat dan bisa disoroti, manakala ada kasus hukum yang terjadi karena politisasi atau kriminalisasi," jelasnya.
(maf)