Diaz Hendropriyono Ingin Anak Muda Jadi Motor Perubahan
A
A
A
JAKARTA - Staf Khusus Presiden, Diaz Hendropriyono menegaskan pentingnya fungsi pendidikan bagi bangsa Indonesia. Bahkan sejak zaman sebelum kemerdekaan, kata dia, para pahlawan sudah menekankan hal itu.
Menurut dia, salah satunya alasan Pangeran Pattimura mengeluarkan Proklamasi Haria dan melakukan perjuangan melawan Belanda. Pattimura melakukan itu karena Belanda memutuskan untuk menghilangkan komponen pendidikan kala itu.
Diaz mengakui sampai kini cita-cita para pendahulu bangsa belum dapat diimplementasikan sepenuhnya.
"Sebagai contoh, jumlah insinyur kita dibandingkan jumlah populasi masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia atau Singapura," kata Diaz Hendropriyono saat diundang berbicara di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia mendatangi Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia, Selasa 17 Januari 2017.
Diaz menyampaikannya di hadapan sekitar 130 orang guru Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dalam rangka melihat langsung sertifikasi ulang guru Indonesia di Sabah.
Acara ini dibuka secara langsung Konsul Jenderal Republik Indonesia di Kota Kinabalu, Akhmad Irfan, dan dihadiri Kepala Sekolah Istiqlal Makrip serta para staf Konsulat Indonesia untuk Tawau.
Diaz melanjutkan, sistem pendidikan di Indonesia harus terus melakukan peningkatan kualitas guru. Menurut dia, guru memiliki peran dan kontribusi besar bagi generangan bangsa ke depan.
Dia mencontohkan saat Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang oleh Belanda. Menurut dia, saat itu Cut Nyak Dien tetap menjadi guru mengaji karena menganggap pendidikan penting bagi masyarakat.
Menurut Diaz, perubahan yang akan terjadi di Indonesia harus dimotori oleh anak-anak muda yang terdidik. "Kita tidak tahu akan menjadi apa anak-anak didik kita ini lima sampai 10 tahun ke depan. Kita harus ingat bahwa ketika Christina Martha Tiahahu memimpin perjuangan di Maluku, dia baru berusia 17 tahun. Sumpah Pemuda 1928 juga dipimpin oleh orang-orang muda, seperti Sugondho, Leimena, ataupun Mohammad Yamin," tutur Diaz.
Diaz berharap, Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dapat mewujudkan keinginan para pendahulu bangsa.
Sekadar informasi, sekolah Indonesia yang ada di Sabah merupakan bagian dari sekolah kebangsaan dan CLC (Community Learning center) yang tersebar di berbagai tempat (perkebunan, pabrik) di Sabah, Malaysia. Sistem tersebut merupakan sistem sekolah kebangsaan terbesar di dunia dengan sekitar 24 ribu siswa.
Menurut dia, salah satunya alasan Pangeran Pattimura mengeluarkan Proklamasi Haria dan melakukan perjuangan melawan Belanda. Pattimura melakukan itu karena Belanda memutuskan untuk menghilangkan komponen pendidikan kala itu.
Diaz mengakui sampai kini cita-cita para pendahulu bangsa belum dapat diimplementasikan sepenuhnya.
"Sebagai contoh, jumlah insinyur kita dibandingkan jumlah populasi masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia atau Singapura," kata Diaz Hendropriyono saat diundang berbicara di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) oleh Konsulat Jendral Republik Indonesia mendatangi Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia, Selasa 17 Januari 2017.
Diaz menyampaikannya di hadapan sekitar 130 orang guru Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dalam rangka melihat langsung sertifikasi ulang guru Indonesia di Sabah.
Acara ini dibuka secara langsung Konsul Jenderal Republik Indonesia di Kota Kinabalu, Akhmad Irfan, dan dihadiri Kepala Sekolah Istiqlal Makrip serta para staf Konsulat Indonesia untuk Tawau.
Diaz melanjutkan, sistem pendidikan di Indonesia harus terus melakukan peningkatan kualitas guru. Menurut dia, guru memiliki peran dan kontribusi besar bagi generangan bangsa ke depan.
Dia mencontohkan saat Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang oleh Belanda. Menurut dia, saat itu Cut Nyak Dien tetap menjadi guru mengaji karena menganggap pendidikan penting bagi masyarakat.
Menurut Diaz, perubahan yang akan terjadi di Indonesia harus dimotori oleh anak-anak muda yang terdidik. "Kita tidak tahu akan menjadi apa anak-anak didik kita ini lima sampai 10 tahun ke depan. Kita harus ingat bahwa ketika Christina Martha Tiahahu memimpin perjuangan di Maluku, dia baru berusia 17 tahun. Sumpah Pemuda 1928 juga dipimpin oleh orang-orang muda, seperti Sugondho, Leimena, ataupun Mohammad Yamin," tutur Diaz.
Diaz berharap, Sekolah Indonesia Kota Kinabalu dapat mewujudkan keinginan para pendahulu bangsa.
Sekadar informasi, sekolah Indonesia yang ada di Sabah merupakan bagian dari sekolah kebangsaan dan CLC (Community Learning center) yang tersebar di berbagai tempat (perkebunan, pabrik) di Sabah, Malaysia. Sistem tersebut merupakan sistem sekolah kebangsaan terbesar di dunia dengan sekitar 24 ribu siswa.
(dam)