Pengurusan SIM, STNK dan BPKB Seharusnya Bukan Polri
A
A
A
JAKARTA - DPR seharusnya mengevaluasi pelayanan publik di sektor pelayanan kepolisian lalu lintas. Bukan sebaliknya, mendorong kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mempertanyakan argumentasi pemerintah alasan menaikkan biaya pengurusan STNK dan BPKB untuk perbaikan pelayanan publik. Menurutnya, alasan dari pemerintah tentang kebijakan terebut belum jelas.
"Apakah realistis semua perbaikan pelayanan publik ditimpakan kepada kenaikan biaya pengurusan, STNK, dan BPKP?" ujar Neta dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Jumat (6/1/2017).
Maka itu dia menyarankan pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan tersebut. Dia juga menyarankan DPR untuk merevisi Undang-undang LLAJ agar pengurusan SIM, STNK, dan BKPB tidak lagi dilakukan Polri, tapi dilakukan institusi lain. (Baca: Soal Tarif STNK, Sikap Pemerintahan Jokowi Dinilai Lucu)
Dia mencontohkan di negara lain, masa berlaku SIM, STNK, dan BPKB berlaku seumur hidup, kecuali dokumennya itu hilang atau rusak, maka bisa diperpanjang. Model seperti ini, kata dia tidak ada ekonomi biaya tinggi yang memberatkan publik.
"IPW menilai, kenaikan itu sangat tidak masuk akal dan hanya memberatkan publik. Maka itu, pemerintahan Jokowi harus segera membatalkannya," ucapnya.
Pemerintah menerapkan tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat pada 6 Januari 2017. Tarif baru berlaku secara nasional tersebut didasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2016 tentang Jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Peraturan ini dibuat untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mempertanyakan argumentasi pemerintah alasan menaikkan biaya pengurusan STNK dan BPKB untuk perbaikan pelayanan publik. Menurutnya, alasan dari pemerintah tentang kebijakan terebut belum jelas.
"Apakah realistis semua perbaikan pelayanan publik ditimpakan kepada kenaikan biaya pengurusan, STNK, dan BPKP?" ujar Neta dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Jumat (6/1/2017).
Maka itu dia menyarankan pemerintah sebaiknya membatalkan kebijakan tersebut. Dia juga menyarankan DPR untuk merevisi Undang-undang LLAJ agar pengurusan SIM, STNK, dan BKPB tidak lagi dilakukan Polri, tapi dilakukan institusi lain. (Baca: Soal Tarif STNK, Sikap Pemerintahan Jokowi Dinilai Lucu)
Dia mencontohkan di negara lain, masa berlaku SIM, STNK, dan BPKB berlaku seumur hidup, kecuali dokumennya itu hilang atau rusak, maka bisa diperpanjang. Model seperti ini, kata dia tidak ada ekonomi biaya tinggi yang memberatkan publik.
"IPW menilai, kenaikan itu sangat tidak masuk akal dan hanya memberatkan publik. Maka itu, pemerintahan Jokowi harus segera membatalkannya," ucapnya.
Pemerintah menerapkan tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat pada 6 Januari 2017. Tarif baru berlaku secara nasional tersebut didasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2016 tentang Jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Peraturan ini dibuat untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(kur)