Menko PMK Dorong Cetak SDM Berdaya Saing Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Rendahnya kualitas tenaga kerja dinilai menjadi salah satu problem yang dihadapi Indonesia di tengah ketatnya persaingan global.
Untuk itu pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan strategis, salah satunya membangun pendidikan SMK dan Vokasi yang mampu menjawab tuntutan kebutuhan industri pada era modern.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menjelaskan, tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia masih sangat rendah, yakni 65% pekerja Indonesia berpendidikan SMP ke bawah, sekitar 25% pekerja berpendidikan menengah, dan hanya kurang dari 10% pekerja berpendidikan tinggi.
"Inilah makanya kita melakukan penguatan pendidikan dan menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing. Kita lakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi," ujar Menteri Puan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan lima kementerian terkait di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Kelima menteri itu, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy, Menterian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.
Penandatanganan juga disaksikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Menteri Puan mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menegah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Dalam hal ini, Presiden menugaskan kementerian dan lembaga terkait untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mempercepat dan memperluas pendidikan vokasi.
Melalui revitalisasi pendidikan vokasi, ditargetkan seluruh lulusan dari program revitalisasi tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang memudahkan mereka masuk ke dunia kerja.
Dari sisi Industri, mereka juga dapat meningkatkan daya saing dengan mendapatkan tenaga kerja yang kompeten. "Diharapkan pendidikan vokasi juga mampu melahirkan para pengusaha pemula," kata Puan.
Dalam pelaksanaannya, lanjut Puan, revitalisasi pendidikan vokasi meliputi penajaman kurikulum berbasis kebutuhan pasar, penataan bidang/program studi, penyusunan modul, pemenuhan dosen/instruktur/guru produktif, peningkatan sarana-prasarana, pembentukan pabrik pengajaran (teaching factory), akreditasi-sertifikasi, serta perbaikan sistem pemagangan dan kemitraan dengan industri.
"Pada sejumlah SMK dan politeknik, industri dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada lagi ketidak-sesuaian (mismatch) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja," lanjut Puan.
Menurut Menteri Puan, penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas bukan hanya untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional, juga menghadapi persaingan di era globalisasi.
Terdapat lima elemen arus bebas dalam globalisasi, yaitu investasi, barang, jasa, modal dan tenaga kerja terampil.
"Sudah sangat jelas bahwa untuk menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing maka harus dilakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi seperti yang saat ini kita upayakan bersama," ucap Puan.
Pada kesempatan yang sama juga, dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja sama anta SMK dengan perusahaan industri.
Sebagai pilot project pada tahap awal, telah ditunjuk tiga perusahaan industri dan 20 SMK, yaitu PT. Petrokimia Gresik, dengan 7 SMK di wilayah Jawa Timur, PT. Astra Honda Motor dengan 9 SMK dari Tangerang , Banten, dan Sulawesi Selatan, serta PT. Polytama propindo dengan 4 SMK dari Indramayu dan Cirebon.
Langkah ini merupakan upaya untuk penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional dan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan industri sudah menjadi keharusan. Karena itulah, presiden mengarahkan agar semua kementerian/lembaga terkait bergerak bersama dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten yang nantinya menjawab tantangan Indonesia di masa depan.
"Saat ini kita rasakan bahwa pengangguran terjadi padahal di sisi lain banyak industri yang berinvestasi namun sulit mencari tenaga kerja. Ini ternyata akibat dari banyaknya masyarakat usia pekerja tapi tak punya kompetensi yang sesuai kebutuhan industri. Inilah yang harus kita benahi," ujar Hanif.
Untuk itu pemerintah perlu melakukan berbagai kebijakan strategis, salah satunya membangun pendidikan SMK dan Vokasi yang mampu menjawab tuntutan kebutuhan industri pada era modern.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani menjelaskan, tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia masih sangat rendah, yakni 65% pekerja Indonesia berpendidikan SMP ke bawah, sekitar 25% pekerja berpendidikan menengah, dan hanya kurang dari 10% pekerja berpendidikan tinggi.
"Inilah makanya kita melakukan penguatan pendidikan dan menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing. Kita lakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi," ujar Menteri Puan dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan lima kementerian terkait di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (29/11/2016).
Kelima menteri itu, yakni Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy, Menterian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno.
Penandatanganan juga disaksikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Menteri Puan mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menegah Kejuruan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Dalam hal ini, Presiden menugaskan kementerian dan lembaga terkait untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mempercepat dan memperluas pendidikan vokasi.
Melalui revitalisasi pendidikan vokasi, ditargetkan seluruh lulusan dari program revitalisasi tersebut memiliki sertifikat kompetensi yang memudahkan mereka masuk ke dunia kerja.
Dari sisi Industri, mereka juga dapat meningkatkan daya saing dengan mendapatkan tenaga kerja yang kompeten. "Diharapkan pendidikan vokasi juga mampu melahirkan para pengusaha pemula," kata Puan.
Dalam pelaksanaannya, lanjut Puan, revitalisasi pendidikan vokasi meliputi penajaman kurikulum berbasis kebutuhan pasar, penataan bidang/program studi, penyusunan modul, pemenuhan dosen/instruktur/guru produktif, peningkatan sarana-prasarana, pembentukan pabrik pengajaran (teaching factory), akreditasi-sertifikasi, serta perbaikan sistem pemagangan dan kemitraan dengan industri.
"Pada sejumlah SMK dan politeknik, industri dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran, sehingga tidak ada lagi ketidak-sesuaian (mismatch) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja," lanjut Puan.
Menurut Menteri Puan, penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas bukan hanya untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional, juga menghadapi persaingan di era globalisasi.
Terdapat lima elemen arus bebas dalam globalisasi, yaitu investasi, barang, jasa, modal dan tenaga kerja terampil.
"Sudah sangat jelas bahwa untuk menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki kompetensi sehingga berdaya saing maka harus dilakukan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi seperti yang saat ini kita upayakan bersama," ucap Puan.
Pada kesempatan yang sama juga, dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja sama anta SMK dengan perusahaan industri.
Sebagai pilot project pada tahap awal, telah ditunjuk tiga perusahaan industri dan 20 SMK, yaitu PT. Petrokimia Gresik, dengan 7 SMK di wilayah Jawa Timur, PT. Astra Honda Motor dengan 9 SMK dari Tangerang , Banten, dan Sulawesi Selatan, serta PT. Polytama propindo dengan 4 SMK dari Indramayu dan Cirebon.
Langkah ini merupakan upaya untuk penyiapan tenaga kerja Indonesia yang berkualitas untuk menjadi tenaga utama dalam pembangunan nasional dan untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan industri sudah menjadi keharusan. Karena itulah, presiden mengarahkan agar semua kementerian/lembaga terkait bergerak bersama dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten yang nantinya menjawab tantangan Indonesia di masa depan.
"Saat ini kita rasakan bahwa pengangguran terjadi padahal di sisi lain banyak industri yang berinvestasi namun sulit mencari tenaga kerja. Ini ternyata akibat dari banyaknya masyarakat usia pekerja tapi tak punya kompetensi yang sesuai kebutuhan industri. Inilah yang harus kita benahi," ujar Hanif.
(dam)