Almuzzammil: Halangi Aksi Unjuk Rasa Langgar Konstitusi

Senin, 28 November 2016 - 15:35 WIB
Almuzzammil: Halangi Aksi Unjuk Rasa Langgar Konstitusi
Almuzzammil: Halangi Aksi Unjuk Rasa Langgar Konstitusi
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR Almuzzammil Yusuf menegaskan, pasca bergulirnya Reformasi 1998, tidak ada larangan bagi siapapun melaksanakan aksi unjuk rasa karena telah dijamin dan dilindungi konstitusi dan undang-undang (UU).

Menurut Almuzammil, pelarangan atau menghalang-halangi rencana aksi unjuk rasa adalah perbuatan melanggar konstitusi dan UU.

“Masyarakat tidak perlu takut. Konstitusi dan UU kita memberikan jaminan dan kebebasan kepada setiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sesuai dengan Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945. Sudah semestinya seluruh pihak menghormati hak-hak konstitusional setiap warga negara,” tutur Almuzzammil di Jakarta, Senin (28/11/2016) dalam siaran pers yang diterima Sindonews, Senin (28/11/2016).

Selain dalam konstitusi, kata Almuzamil, hak menyatakan pendapat di hadapan publik telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

“UU ini adalah produk penting dari era reformasi yang menjadikan Indonesia negara demokratis yang diakui negara-negara lain sampai saat ini. Jika ada pihak yang melarang aksi demontrasi damai maka demokrasi kita bisa mundur kembali seperti rezim Orde Baru berkuasa,” tutur Ketua Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Menurut Almuzzammil, dalam UU tersebut tidak ada larangan tempat unjuk rasa, kecuali yang tertuang dalam Pasal 9 Ayat 2, yaitu di lingkungan Istana Kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan objek-objek vital nasional.

“Tidak ada dasar hukum pelarangan melakukan aksi di jalan raya selama unjuk rasa berjalan damai dan tertib sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Almuzzammil.

Dalam UU tersebut, kata Almuzzammil, juga dijelaskan tidak diperlukan ada surat izin dari penyelenggara aksi unjuk rasa kepada kepolisian.

Menurut dia, yang diperlukan adalah sebatas surat pemberitahuan yang disampaikan kepada pihak kepolisian. “Jadi bukan surat izin. Dalam Pasal 13 dijelaskan setelah menerima surat pemberitahuan dari penyelenggara aksi, Polri wajib segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan, berkoordinasi dengan penanggung jawab aksi, berkoordinasi dengan pimpinan instansi atau lembaga yang akan menjadi tujuan aksi, dan mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi dan rute,” jelas Almuzzammil.

Diketahui, dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 dalam Pasal 18 Ayat 1 dan 2 disebutkan Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah kejahatan.

Oleh karena itu, kepada para peserta aksi, Almuzzammil mengimbau agar melaksanakan unjuk rasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Silakan sampaikan unjuk rasa dengan damai, tertib, bersih, dan fokus pada tuntutan pada proses hukum. Aksi tersebut jangan sampai ditunggangi oleh pihak yang ingin berbuat makar. Unjuk rasa harus dijaga agar tetap sejalan dengan peraturan UU,” jelas Almuzzammil.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4075 seconds (0.1#10.140)