Respons Menaker Soal Rencana Buruh Mogok Nasional di 2 Desember

Selasa, 22 November 2016 - 17:26 WIB
Respons Menaker Soal...
Respons Menaker Soal Rencana Buruh Mogok Nasional di 2 Desember
A A A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melakukan mogok nasional pada 2 Desember 2016, dibarengkan dengan rencana aksi Bela Islam III.

Menanggapi hal itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri meminta pekerja/buruh untuk tidak ikut demo atau mogok massal, pada saat dinamika politik nasional menghangat.

Hanif Dhakiri mengkhawatirkan, keterlibatan buruh dalam aksi Bela Islam III hanya memperkeruh suasana politik yang malah merugikan buruh sendiri.

"Saya mengajak teman-teman buruh untuk fokus bekerja dan tidak usah ikut dalam politik yang sedang menghangat akhir-akhir ini," kata Hanif dalam siaran pers, di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

"(Aksi) enggak menyelesaikan masalah, malah bisa tambah keruh suasana. Dalam situasi seperti sekarang ini, semua pihak, termasuk serikat buruh, seyogyanya ikut menebarkan kesejukan, ketenangan, dan kerukunan," imbuh Hanif.

Menurut Hanif, pemerintah tidak alergi dengan demonstrasi. Unjuk rasa maupun mogok adalah hak buruh. Meski demikian, pelaksanaan mogok dan unjuk rasa buruh harus sesuai aturan yang ada.

Selain itu, perlu juga dipertimbangkan segi manfaatnya bagi buruh. Jangan sampai gerakan buruh justru merugikan buruh, yang justru membuat buruh malas berserikat.

"Mogok nasional itu enggak ada, yang ada adalah mogok di perusahaan. Tapi mogok sah dilakukan jika perundingan gagal. Saya minta tolong pimpinan buruh jangan mengada-ada. Jangan politisasi buruh untuk kepentingan lain di luar agenda buruh dalam hubungan industrial. Serikat buruh fokus saja pada isu-isu perburuhan," ungkap Hanif.

Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengakui, saat ini gerakan buruh terus menguat, sebagai bagian strategi perjuangan meningkatkan kesejahteraan buruh.

Menurutnya, salah satu indikator menguatnya gerakan buruh adalah apabila jumlah buruh yang berserikat dan jumlah serikat buruh di perusahaan bertambah. Masalahnya, data ketenagakerjaan menunjukkan, terjadi penurunan jumlah buruh yang bergabung dalam serikat.

"Tiga tahun lalu jumlah buruh yang berserikat mencapai 4.3 jutaan. Tahun ini turun menjadi 2.7 jutaan. Jumlah serikat buruh di perusahaan yang semula mencapai 14 ribuan, turun menjadi 7 ribuan. Sementara pada saat yang sama, jumlah federasi dan konfederasi serikat buruh terus bertambah yang menandai tingginya polarisasi dalam gerakan buruh," tuturnya.

“Data tersebut cukup memprihatinkan. Ini perlu jadi perhatian bersama agar gerakan buruh makin kuat dan fokus," ujarnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0976 seconds (0.1#10.140)