WNI Kembali Diculik, Komitmen Filipina Diragukan
A
A
A
JAKARTA - Penculikan warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok bersenjata di Filipina kembali terjadi. Kali ini dua WNI itu bernama Safarudin dan Sawal, kapten dan anak buah kapal sebuah kapal Indonesia.
Kedua korban berasal dari Desa Tallu Banua, Kecamatan Sendana, Majene, Sulawesi Barat. Keduanya diculik saat berada di perairan Sabah, Malaysia yang dekat dengan perbatasan Filipina.
Militer Filipina yang sempat melakukan pengejaran menyatakan kapal penculik lari menuju selatan Filipina.
Menanggapi peristiwa tersebut, DPR meminta komitmen Filipina sebagai negara yang sudah meratifikasi Konvensi Internasional Penyanderaan untuk segera melakukan berbagai tindakan.
"Agar Filipina tidak lagi menjadi safe harbor (pelabuhan yang aman) bagi para pelaku perompakan dan penculikan," kata Anggota Komisi I DPR Charles Honoris dalam keterangan tertulisnya, Senin 21 November 2016.
DPR mengutuk keras kasus penculikan WNI oleh kelompok separatis dari Filipina Selatan itu. Penculikan itu dinilai membuktikan kerja sama antara Kementerian Pertahanan Indonesia, Malaysia dan Filipina terkait pengamanan jalur-jalur rawan tidak optimal.
Adapun enam poin kesepakatan tiga negara seperti patroli bersama, pertukaran informasi intelijen, sea marshalling dan sebagainya harus segera dilaksanakan secara konsisten.
"Agar pertemuan-pertemuan para Menhan beberapa waktu yang lalu bukan hanya sekadar ajang foto-foto saja," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. (Baca juga: Patroli Bersama Indonesia, Filipina, dan Malaysia Dimulai Bulan Ini)
Kendati demikian, dia menilai masyarakat harus mempercayakan kepada pemerintah terkait upaya-upaya pembebasan. "Jangan lagi ada pihak-pihak tidak terkait yang mencoba-coba menjadi pahlawan kesiangan dan memperumit situasi," paparnya.
Dia mengatakan, pemerintah juga harus segera memberikan pendampingan dan asistensi kepada keluarga para korban penculikan. "Prioritas utama hari ini adalah memulangkan korban penculikan dengan selamat," katanya.
Kedua korban berasal dari Desa Tallu Banua, Kecamatan Sendana, Majene, Sulawesi Barat. Keduanya diculik saat berada di perairan Sabah, Malaysia yang dekat dengan perbatasan Filipina.
Militer Filipina yang sempat melakukan pengejaran menyatakan kapal penculik lari menuju selatan Filipina.
Menanggapi peristiwa tersebut, DPR meminta komitmen Filipina sebagai negara yang sudah meratifikasi Konvensi Internasional Penyanderaan untuk segera melakukan berbagai tindakan.
"Agar Filipina tidak lagi menjadi safe harbor (pelabuhan yang aman) bagi para pelaku perompakan dan penculikan," kata Anggota Komisi I DPR Charles Honoris dalam keterangan tertulisnya, Senin 21 November 2016.
DPR mengutuk keras kasus penculikan WNI oleh kelompok separatis dari Filipina Selatan itu. Penculikan itu dinilai membuktikan kerja sama antara Kementerian Pertahanan Indonesia, Malaysia dan Filipina terkait pengamanan jalur-jalur rawan tidak optimal.
Adapun enam poin kesepakatan tiga negara seperti patroli bersama, pertukaran informasi intelijen, sea marshalling dan sebagainya harus segera dilaksanakan secara konsisten.
"Agar pertemuan-pertemuan para Menhan beberapa waktu yang lalu bukan hanya sekadar ajang foto-foto saja," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini. (Baca juga: Patroli Bersama Indonesia, Filipina, dan Malaysia Dimulai Bulan Ini)
Kendati demikian, dia menilai masyarakat harus mempercayakan kepada pemerintah terkait upaya-upaya pembebasan. "Jangan lagi ada pihak-pihak tidak terkait yang mencoba-coba menjadi pahlawan kesiangan dan memperumit situasi," paparnya.
Dia mengatakan, pemerintah juga harus segera memberikan pendampingan dan asistensi kepada keluarga para korban penculikan. "Prioritas utama hari ini adalah memulangkan korban penculikan dengan selamat," katanya.
(dam)