Antara Jokowi dan Penistaan Agama

Rabu, 02 November 2016 - 07:19 WIB
Antara Jokowi dan Penistaan Agama
Antara Jokowi dan Penistaan Agama
A A A
JAKARTA - Pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait Surat Al Maidah Ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu, terus memunculkan polemik.

Bahkan menurut rencana, Jumat 4 November 2016 mendatang, puluhan ribu Umat Islam akan menggelar aksi damat terkait pernyataan Ahok tersebut. Karena dinilai, diduga telah menistakan agama.

Publik menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons cepat permasalahan ini. Pasalnya, dikhawatirkan jika berlarut-larut menangani persoalan ini, akan memunculkan dampak negatif.

Koordinator Pusat Informasi Relawan Jokowi Panel Barus meminta, agar publik tidak mengaitkan isu penistaan agama tersebut dengan Presiden Jokowi.

“Sungguh tidak relevan mengaitkan wewenang Jokowi sebagai Presiden serta menyeretnya masuk ke dalam isu penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok," kata Panel Barus dalam siaran pers, Selasa(1/11/2016).

Menurut Panel, agar dibedakan mana yang menjadi wewenang Presiden dan mana yang bukan. Sementara terkait pernyataan Ahok yang diduga bentuk penistaan agama, harusnya menjadi wewenang penyelidikan Polri, bukan di presiden.

"Di Indonesia ada 34 provinsi, yang artinya total ada 34 gubernur di seluruh Indonesia. Jika setiap pernyataan gubernur memantul ke presiden, maka kapan presiden memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan 250 juta rakyat lainnya," paparnya.

Maka dari itu sambungnya, biarkan permasalahan tersebut diselesaikan secara proporsional melalui mekanisme hukum dan biarkan presiden tetap fokus bekerja dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

“Presiden sendiri telah menyerahkan sepenuhnya proses penyidikan kepada Kepolisian, sehingga sudah tidak ada alasan untuk menjadikan Jokowi sebagai sasaran dalam aksi demonstrasi yang dilakukan pada tanggal 4 November nanti," pungkasnya.

Sementara Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam kesempatan bertemu Jokowi mempertanyakan sikap Jokowi terkait pernyataan Ahok tersebut. Dahnil mengungkapkan, publik butuh sikap terang dari presiden.

Dari penuturan Dahnil, Jokowi memberi pandangan tentang pentingnya membangun kultur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang kuat Untuk menjawab masalah kesenjangan antarwilayah, salah satunya melalui revolusi mental.

"Hari ini kita terlalu banyak memproduksi undangan-undang dan mohon maaf orientasinya proyek. Dikit-dikit hukum, dikit-dikit hukum, padahal nilai etika di atas hukum. Maka revolusi mental penting," kata Dahnil, mengutip pernyataan Jokowi, di Istana, Selasa 1 November 2016.

Akhirnya pertemuan ditutup Presiden Jokowi dengan diakhiri sesi foto dan terus terang diakui Dahnil, senang bisa menyampaikan pesan dan kritik langsung Joko Widodo, walau tidak dijawab dengan terang.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5611 seconds (0.1#10.140)