Hanura Nilai Jokowi Punya Kewajiban Tuntaskan Kasus Munir
A
A
A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dinilai memiliki kewajiban untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan Aktivis HAM Munir Said Thalib. Sehingga, aktor utama dalam kasus itu bisa diungkap.
"Ketika dokumen asli tim pencari fakta (TPF) kasus Munir sudah ditemukan, pemerintah punya kewajiban menindaklanjuti. Kemudian harus diungkap secara tuntas dalang di balik kematian Munir," ujar Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Diketahui, dokumen asli laporan akhir TPF kasus Munir dikabarkan hilang. Namun, jajaran Kabinet Indonesia Bersatu alias mantan pejabat era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengantongi salinan atau kopian dokumen TPF itu. Salinan itu mirip dengan dokumen aslinya.
Sudding menilai salinan itu bisa menjadi dasar melanjutkan pengusutan kasus Munir hingga tuntas. Hal itu selama jajaran TPF mengkonfirmasi akurasi salinan dokumen itu.
"Sepanjang akurasinya dapat dipertanggungjawabkan, kopian itu bisa saya kira menjadi dasar dalam mengungkap," tutur Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini.
Walaupun, lanjut dia, dokumen TPF itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti aparat penegak hukum. "Itu hasil tim investigasi menjadi dasar pintu masuk untuk mengungkap yang bertanggung jawab di balik kematian Munir," paparnya.
Adapun aktor intelektual kasus itu belum terang benderang hingga kini. Sejauh ini baru dua orang dihukum, yakni Pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dan Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan.
Munir meninggal akibat racun arsenik ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana, pada 7 September 2004, di atas pesawat Garuda dengan Nomor GA-974.
"Ketika dokumen asli tim pencari fakta (TPF) kasus Munir sudah ditemukan, pemerintah punya kewajiban menindaklanjuti. Kemudian harus diungkap secara tuntas dalang di balik kematian Munir," ujar Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Diketahui, dokumen asli laporan akhir TPF kasus Munir dikabarkan hilang. Namun, jajaran Kabinet Indonesia Bersatu alias mantan pejabat era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengantongi salinan atau kopian dokumen TPF itu. Salinan itu mirip dengan dokumen aslinya.
Sudding menilai salinan itu bisa menjadi dasar melanjutkan pengusutan kasus Munir hingga tuntas. Hal itu selama jajaran TPF mengkonfirmasi akurasi salinan dokumen itu.
"Sepanjang akurasinya dapat dipertanggungjawabkan, kopian itu bisa saya kira menjadi dasar dalam mengungkap," tutur Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini.
Walaupun, lanjut dia, dokumen TPF itu tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti aparat penegak hukum. "Itu hasil tim investigasi menjadi dasar pintu masuk untuk mengungkap yang bertanggung jawab di balik kematian Munir," paparnya.
Adapun aktor intelektual kasus itu belum terang benderang hingga kini. Sejauh ini baru dua orang dihukum, yakni Pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dan Direktur Utama Garuda Indonesia Indra Setiawan.
Munir meninggal akibat racun arsenik ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pascasarjana, pada 7 September 2004, di atas pesawat Garuda dengan Nomor GA-974.
(kri)