Megawati Usul Kesepakatan Kampanye 'Satu Menit Hening bagi Bumi'
A
A
A
BALI - Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri mengajak insan kebudayaan seluruh dunia merekomendasikan suatu kesepakatan kebudayaan mendukung gerakan 'Satu menit hening dalam Hari Bumi'.
Harapan ini disampaikan Megawati saat menjadi pembicara kunci di Forum Kebudayaan Dunia (World Culture Forum/WCF) 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/10/2016). WCF sejumlah menteri negara sahabat dan peserta dari 47 negara itu.
Megawati mengakui usulannya itu terinspirasi dari tradisi Nyepi di Bali, yang dirayakan tidak dengan pesta pora, tapi dengan penuh keheningan. Saat merayakannya, tidak ada yang menyalakan api, tidak berkegiatan, tidak bekerja, dan tidak bepergian.
Bagi Megawati, Bali adalah satu-satunya pulau di dunia yang mampu 'mengistirahatkan bumi' sehari penuh saat perayaan Nyepi. "Sungguh indah, keheningan Nyepi di Pulau Bali. Alam pun melebur pada diri setiap manusia, manusia menyatu dengan semesta dalam jeda setiap individu. Hening, senyap, suci. Kesemuanya mengajak kita untuk melakukan introspeksi personal," kata Megawati.
Dari situ, Megawati berharap keindahan itu bisa dibawa ke tingkat dunia. Yang disasarnya adalah sedikit bagian di Hari Bumi yang sudah disepakati dan dikampanyekan sebelumnya.
"Menurut saya, andai saja kita dapat merekomendasikan dalam forum ini, suatu kesepakatan kebudayaan mendukung gerakan 'Satu menit hening dalam Hari Bumi'. Makna Hari Bumi tersebut, dapatlah diperluas sebagaimana hari raya nyepi," harap Megawati.
Apabila itu terjadi, menurut Megawati, akan terjadi satu menit hening bagi seluruh umat manusia di dunia, setiap tahun. Baginya, itu penting untuk menyadarkan setiap manusia agar berefleksi bahwa modernisasi tidak akan mampu menenggelamkan manusia. Sebuah ruang introspeksi dan otokritik dari perjalanan hidup yang telah dipilih.
"Akan terjadi satu menit perenungan dunia yang dilakukan seluruh warga bangsa. Dunia kembali pada pertanyaan yang sangat filosofis: siapa kita, bagaimana bumi kita, hendak dibawa kemana planet bumi ini."
"Saya percaya, bukan hal yang mustahil dengan 'satu menit hening untuk bumi'. Satu menit yang membawa harapan agar semua konflik dan pertentangan, termasuk penindasan, pemiskinan, kekerasan dengan alasan apapun, termasuk juga peperangan dapat menemukan solusi, yaitu berakhir dengan cara damai," sambungnya.
Pada kesempatan itu, Megawati juga menegaskan bahwa dirinya percaya betul soal prinsip kebudayaan merupakan alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan-sejati setiap bangsa. Maka itu, dia berharap para pelaku serta pemerhati kebudayaan yang hadir bersedia mengidentifikasi masalah global. Sekaligus merumuskan langkah dan strategi dalam menghadapi masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, dimulai dari pedesaan.
Kata Megawati, semua pihak harus mencari jalan keluar bersama dari krisis air yang kini menjadi ancaman keberlangsungan hidup manusia. Krisis air tidak dapat dipisahkan dari perubahan iklim, dan kedaulatan pangan.
Megawati juga mengajak agar perkembangan digital yang ada dicermati, agar tidak disalahgunakan untuk menyebarkan paham antikeberagaman, kejahatan keuangan, narkotika dan perdagangan manusia. "Perkembangan teknologi digital haruslah berwatak kebudayaan, semakin memanusiakan manusia," kata Megawati.
"Teknologi digital seharusnya dapat memperkuat ikatan emosional antar bangsa, untuk menghargai perbedaan, dan menjadikan perbedaan bukan sebagai ancaman, namun kekuatan. Kekuatan digital harus menjadi sarana untuk melahirkan generasi muda yang tidak a-historis," tandasnya.
Selain dihadiri ratusan peserta dari 47 negara, acara itu juga dihadiri oleh Mendikbud Muhadjir Effendy dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang mendampingi Megawati. Sekjen PBB Ban Ki Moon hadir lewat video call-nya yang ditayangkan di awal acara. Ban Ki Moon menyapa Presiden Megawati, serta berkirim salam kepada Presiden Jokowi.
Mendikbud Muhadjir Effendy, dalam pidatonya, menegaskan pentingnya ajang WCF 2016 tersebut untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dunia. Diantaranya adalah terorisme dan semakin menguatnya perilaku rasis. Perubahan ekonomi dan sosial tak sejalan dengan perkembangan kebudayaan yang ada.
"Semoga kita dapat pastikan bahwa World Cultural Forum ini menjadi gerakan kebudayaan untuk kemanusiaan," tandas Muhadjir.
Harapan ini disampaikan Megawati saat menjadi pembicara kunci di Forum Kebudayaan Dunia (World Culture Forum/WCF) 2016 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/10/2016). WCF sejumlah menteri negara sahabat dan peserta dari 47 negara itu.
Megawati mengakui usulannya itu terinspirasi dari tradisi Nyepi di Bali, yang dirayakan tidak dengan pesta pora, tapi dengan penuh keheningan. Saat merayakannya, tidak ada yang menyalakan api, tidak berkegiatan, tidak bekerja, dan tidak bepergian.
Bagi Megawati, Bali adalah satu-satunya pulau di dunia yang mampu 'mengistirahatkan bumi' sehari penuh saat perayaan Nyepi. "Sungguh indah, keheningan Nyepi di Pulau Bali. Alam pun melebur pada diri setiap manusia, manusia menyatu dengan semesta dalam jeda setiap individu. Hening, senyap, suci. Kesemuanya mengajak kita untuk melakukan introspeksi personal," kata Megawati.
Dari situ, Megawati berharap keindahan itu bisa dibawa ke tingkat dunia. Yang disasarnya adalah sedikit bagian di Hari Bumi yang sudah disepakati dan dikampanyekan sebelumnya.
"Menurut saya, andai saja kita dapat merekomendasikan dalam forum ini, suatu kesepakatan kebudayaan mendukung gerakan 'Satu menit hening dalam Hari Bumi'. Makna Hari Bumi tersebut, dapatlah diperluas sebagaimana hari raya nyepi," harap Megawati.
Apabila itu terjadi, menurut Megawati, akan terjadi satu menit hening bagi seluruh umat manusia di dunia, setiap tahun. Baginya, itu penting untuk menyadarkan setiap manusia agar berefleksi bahwa modernisasi tidak akan mampu menenggelamkan manusia. Sebuah ruang introspeksi dan otokritik dari perjalanan hidup yang telah dipilih.
"Akan terjadi satu menit perenungan dunia yang dilakukan seluruh warga bangsa. Dunia kembali pada pertanyaan yang sangat filosofis: siapa kita, bagaimana bumi kita, hendak dibawa kemana planet bumi ini."
"Saya percaya, bukan hal yang mustahil dengan 'satu menit hening untuk bumi'. Satu menit yang membawa harapan agar semua konflik dan pertentangan, termasuk penindasan, pemiskinan, kekerasan dengan alasan apapun, termasuk juga peperangan dapat menemukan solusi, yaitu berakhir dengan cara damai," sambungnya.
Pada kesempatan itu, Megawati juga menegaskan bahwa dirinya percaya betul soal prinsip kebudayaan merupakan alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan-sejati setiap bangsa. Maka itu, dia berharap para pelaku serta pemerhati kebudayaan yang hadir bersedia mengidentifikasi masalah global. Sekaligus merumuskan langkah dan strategi dalam menghadapi masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, dimulai dari pedesaan.
Kata Megawati, semua pihak harus mencari jalan keluar bersama dari krisis air yang kini menjadi ancaman keberlangsungan hidup manusia. Krisis air tidak dapat dipisahkan dari perubahan iklim, dan kedaulatan pangan.
Megawati juga mengajak agar perkembangan digital yang ada dicermati, agar tidak disalahgunakan untuk menyebarkan paham antikeberagaman, kejahatan keuangan, narkotika dan perdagangan manusia. "Perkembangan teknologi digital haruslah berwatak kebudayaan, semakin memanusiakan manusia," kata Megawati.
"Teknologi digital seharusnya dapat memperkuat ikatan emosional antar bangsa, untuk menghargai perbedaan, dan menjadikan perbedaan bukan sebagai ancaman, namun kekuatan. Kekuatan digital harus menjadi sarana untuk melahirkan generasi muda yang tidak a-historis," tandasnya.
Selain dihadiri ratusan peserta dari 47 negara, acara itu juga dihadiri oleh Mendikbud Muhadjir Effendy dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang mendampingi Megawati. Sekjen PBB Ban Ki Moon hadir lewat video call-nya yang ditayangkan di awal acara. Ban Ki Moon menyapa Presiden Megawati, serta berkirim salam kepada Presiden Jokowi.
Mendikbud Muhadjir Effendy, dalam pidatonya, menegaskan pentingnya ajang WCF 2016 tersebut untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dunia. Diantaranya adalah terorisme dan semakin menguatnya perilaku rasis. Perubahan ekonomi dan sosial tak sejalan dengan perkembangan kebudayaan yang ada.
"Semoga kita dapat pastikan bahwa World Cultural Forum ini menjadi gerakan kebudayaan untuk kemanusiaan," tandas Muhadjir.
(kri)