Dewan Pers Sebut Penganiayaan Jurnalis Coreng Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Pers Ratna Komala menyatakan, adanya tindakan pengeroyokan oleh oknum TNI yang dilakukan kepada salah satu wartawan televisi swasta, mencoreng demokrasi di negara ini.
"Kasus kekerasan hari ini sangat mencoreng demokrasi yang ada di Indonesia," kata Ratna dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2016).
Ratna menegaskan, adanya tindakan yang sangat tidak layak diperlakukan kepada jurnalis tersebut, maka meminta agar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengusut masalah ini sampai tuntas.
"Panglima TNI akan mengusut sesuai janjinya, di kasus sebelumnya. Tapi tiba tiba terjadi lagi kepada wartawan, yang itu belum selesai muncul lagi kasus baru," ucap Ratna.
Ratna menjelaskan, dari proses pemeriksaan, ada dugaan telah terjadi intimidasi, selain tidak boleh didampingi, saksi korban bernama Soni juga seperti ditekan. "Mulai dari proses kemarin kejadian, Soni dicari ke tempat indekos dan ke rumah orangtuanya," ungkap Ratna.
Untuk diketahui, Soni Misdananto jurnalis kontributor Net TV menjadi korban pemukulan oknum TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri Lintas Udara 501 Madiun, pada Minggu 2 Oktober 2016.
Kekerasan itu dialami Soni saat sedang meliput kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota perguruan Pencak Silat Setia Hati (PSSH) Teratai dengan masyarakat di perempatan Te'an, Kota Madiun, Jawa Timur (Jatim).
Tindak kekerasan ini terjadi saat Soni Misdananto tengah dalam perjalanan menuju Madiun, tepatnya di Jalan Raya Madiun Ponorogo. Saat tiba di dekat perempatan Te’an, Kelurahan Demangan, Kecamatan Taman, Kota Madiun, hujan deras mengguyur.
Soni yang berboncengan dengan temannya memutuskan menepi dan berteduh di rumah warga. Di sekitar perempatan itu juga terlihat sejumlah aparat gabungan TNI dan Polisi yang berjaga mengamankan peringatan Suroan.
Tak lama berselang muncul iring-iringan (konvoi) kendaraan anggota perguruan silat usai mengikuti peringatan Suroan.
Tiba di perempatan, kendaraan paling depan dari rombongan itu menabrak kendaraan pengguna jalan yang berhenti di lampu merah.
Sebagai seorang jurnalis, Soni Misdananto secara spontan mengeluarkan kamera untuk mengabadikan peristiwa kecelakaan itu.
Di tengah merekam peristiwa itu, muncul sejumlah anggota TNI AD Yonif 501 Rider Madiun yang menyerbu dan menghajar peserta konvoi yang terlibat kecelakaan tersebut.
Soni pun tetap merekam peristiwa itu hingga tiba-tiba sejumlah anggota TNI mendatangi dan menginterogasinya.
Usai menjelaskan identitasnya sebagai Kontributor Net TV, salah seorang prajurit meneriaki kawan-kawannya yang terlibat pemukulan peserta konvoi.
Prajurit itu memberitahukan jika ada wartawan yang merekam pemukulan itu dan langsung menghentikan aksinya. Selanjutnya, Soni dibawa paksa menuju sebuah rumah yang terdapat banyak anggota TNI dan Polisi.
Soni menduga mereka adalah personel pengamanan gabungan yang ditugaskan menjaga peringatan Suroan di sepanjang jalan.
Di tempat itu Soni kembali diinterogasi dan diminta menunjukkan tanda pengenalnya sebagai Kontributor Net TV.
Selain itu anggota TNI lainnya juga meminta kamera milik Soni dan mengambil memori card yang berisi rekaman pemukulan tersebut. Di depan Soni, anggota TNI itu mematahkan memori card dan mengancam untuk tidak memberitakan.
Di tengah interogasi dan intimidasi itu, sejumlah anggota TNI tiba-tiba masuk dan langsung menghajar Soni dengan brutal. Diawali dengan pemukulan pada kepalanya menggunakan besi berbentuk lengkung, pipi kirinya juga ditonjok dengan keras.
Pemukulan paling menyakitkan, menurut Soni, adalah tendangan lutut dari seorang prajurit yang menghantam badannya.
Dalam kondisi dikeroyok dan tak bisa melawan, Soni ditarik oleh seseorang dari kerumunan itu dan dipindahkan ke rumah salah satu warga yang menjadi lokasi penitipan sepeda.
Belum lama menarik napas dari hajaran brutal TNI, seorang prajurit kembali mendatangi. "Dia meminta Kartu Tanda Penduduk milik Soni dan memotretnya menggunakan kamera ponsel," katanya.
Usai memotret, anggota TNI itu mengancam untuk tidak memberitakan dan akan mencari keberadaan Soni di rumahnya jika tetap menyiarkan.
"Kasus kekerasan hari ini sangat mencoreng demokrasi yang ada di Indonesia," kata Ratna dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2016).
Ratna menegaskan, adanya tindakan yang sangat tidak layak diperlakukan kepada jurnalis tersebut, maka meminta agar Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengusut masalah ini sampai tuntas.
"Panglima TNI akan mengusut sesuai janjinya, di kasus sebelumnya. Tapi tiba tiba terjadi lagi kepada wartawan, yang itu belum selesai muncul lagi kasus baru," ucap Ratna.
Ratna menjelaskan, dari proses pemeriksaan, ada dugaan telah terjadi intimidasi, selain tidak boleh didampingi, saksi korban bernama Soni juga seperti ditekan. "Mulai dari proses kemarin kejadian, Soni dicari ke tempat indekos dan ke rumah orangtuanya," ungkap Ratna.
Untuk diketahui, Soni Misdananto jurnalis kontributor Net TV menjadi korban pemukulan oknum TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri Lintas Udara 501 Madiun, pada Minggu 2 Oktober 2016.
Kekerasan itu dialami Soni saat sedang meliput kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anggota perguruan Pencak Silat Setia Hati (PSSH) Teratai dengan masyarakat di perempatan Te'an, Kota Madiun, Jawa Timur (Jatim).
Tindak kekerasan ini terjadi saat Soni Misdananto tengah dalam perjalanan menuju Madiun, tepatnya di Jalan Raya Madiun Ponorogo. Saat tiba di dekat perempatan Te’an, Kelurahan Demangan, Kecamatan Taman, Kota Madiun, hujan deras mengguyur.
Soni yang berboncengan dengan temannya memutuskan menepi dan berteduh di rumah warga. Di sekitar perempatan itu juga terlihat sejumlah aparat gabungan TNI dan Polisi yang berjaga mengamankan peringatan Suroan.
Tak lama berselang muncul iring-iringan (konvoi) kendaraan anggota perguruan silat usai mengikuti peringatan Suroan.
Tiba di perempatan, kendaraan paling depan dari rombongan itu menabrak kendaraan pengguna jalan yang berhenti di lampu merah.
Sebagai seorang jurnalis, Soni Misdananto secara spontan mengeluarkan kamera untuk mengabadikan peristiwa kecelakaan itu.
Di tengah merekam peristiwa itu, muncul sejumlah anggota TNI AD Yonif 501 Rider Madiun yang menyerbu dan menghajar peserta konvoi yang terlibat kecelakaan tersebut.
Soni pun tetap merekam peristiwa itu hingga tiba-tiba sejumlah anggota TNI mendatangi dan menginterogasinya.
Usai menjelaskan identitasnya sebagai Kontributor Net TV, salah seorang prajurit meneriaki kawan-kawannya yang terlibat pemukulan peserta konvoi.
Prajurit itu memberitahukan jika ada wartawan yang merekam pemukulan itu dan langsung menghentikan aksinya. Selanjutnya, Soni dibawa paksa menuju sebuah rumah yang terdapat banyak anggota TNI dan Polisi.
Soni menduga mereka adalah personel pengamanan gabungan yang ditugaskan menjaga peringatan Suroan di sepanjang jalan.
Di tempat itu Soni kembali diinterogasi dan diminta menunjukkan tanda pengenalnya sebagai Kontributor Net TV.
Selain itu anggota TNI lainnya juga meminta kamera milik Soni dan mengambil memori card yang berisi rekaman pemukulan tersebut. Di depan Soni, anggota TNI itu mematahkan memori card dan mengancam untuk tidak memberitakan.
Di tengah interogasi dan intimidasi itu, sejumlah anggota TNI tiba-tiba masuk dan langsung menghajar Soni dengan brutal. Diawali dengan pemukulan pada kepalanya menggunakan besi berbentuk lengkung, pipi kirinya juga ditonjok dengan keras.
Pemukulan paling menyakitkan, menurut Soni, adalah tendangan lutut dari seorang prajurit yang menghantam badannya.
Dalam kondisi dikeroyok dan tak bisa melawan, Soni ditarik oleh seseorang dari kerumunan itu dan dipindahkan ke rumah salah satu warga yang menjadi lokasi penitipan sepeda.
Belum lama menarik napas dari hajaran brutal TNI, seorang prajurit kembali mendatangi. "Dia meminta Kartu Tanda Penduduk milik Soni dan memotretnya menggunakan kamera ponsel," katanya.
Usai memotret, anggota TNI itu mengancam untuk tidak memberitakan dan akan mencari keberadaan Soni di rumahnya jika tetap menyiarkan.
(maf)