14 Kantor Polisi Dirusak Selama 2016, Kenapa Warga Mudah Marah?
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mencatat selama delapan bulan terakhir pada 2016 terdapat 14 kantor polisi dan fasilitas Polri yang dirusak serta dibakar warga.
Selain itu ada 11 polisi yang tewas dan 45 lainnya luka akibat diamuk massa. Kasus terakhir terjadi di Rantaupanjang, Merangin, Jambi. PolsekKantor Polsek Tabir diserbu dan dibakar massa akibat polisi menangkap penambang liar kelas kecil dan membiarkan penambang liar kelas kakap tetap beroperasi. (Baca juga: Mapolsek Tabir Dibakar dengan Bom Molotov)
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane meminta intelijen Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) mengusut latar belakang kenapa saat ini warga gampang tersurut amarah.
Menurut dia, terkeada kasus perusakan itu muncul karena persoalan sepele, seperti yang terjadi di Rantaupanjang, Jambi. "Apakah ini sebuah gambaran makin memuncaknya kebencian warga terhadap polisi atau ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi untuk merusak citra Polri," tutur Netta dalam siaran persnya kepada Sindonews, Minggu (28/8/2016).
IPW mencatat, sejak Jenderal Tito Karnavian menjadi Kapolri pada 14 Juli 2016, telah terjadi tujuh kerusuhan atau bentrokan massa, yakni di Sumatera Barat,Tanjungbalai, Karo, Aceh, Makassar, Meranti, dan Jambi.
Menurut dia, pemicunya hanya soal sepele. Seperti peristiwa terakhir di Jambi, polisi menangkap penambang liar dan tiba-tiba muncul rombongan massa yang menyerbu polsek. Mereka melempari dan langsung membakar polsek.
"Begitu juga di Meranti, rombongan massa langsung melempari dan merusak polres," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, intelijen Polri dan BIN perlu melakukan pengusutan serius, apakah aksi warga itu sebuah spontanitas atau ada pihak tertentu yang melakukan provokasi untuk menghancurkan citra Polri.
Jika aksi-aksi itu ternyata bersifat spontan maka dia menyarankan Polri perlu melakukan instrospeksi atas sikap, prilaku, dan kinerja jajaran bawahnya yang bisa memicu kemarahan warga.
"Sebaliknya, jika ada pihak yang memprovokasi untuk merusak citra Polri, jajaran kepolisian harus mewaspadainya dan segera mengusut tuntas," tutur Neta.
Selain itu ada 11 polisi yang tewas dan 45 lainnya luka akibat diamuk massa. Kasus terakhir terjadi di Rantaupanjang, Merangin, Jambi. PolsekKantor Polsek Tabir diserbu dan dibakar massa akibat polisi menangkap penambang liar kelas kecil dan membiarkan penambang liar kelas kakap tetap beroperasi. (Baca juga: Mapolsek Tabir Dibakar dengan Bom Molotov)
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane meminta intelijen Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) mengusut latar belakang kenapa saat ini warga gampang tersurut amarah.
Menurut dia, terkeada kasus perusakan itu muncul karena persoalan sepele, seperti yang terjadi di Rantaupanjang, Jambi. "Apakah ini sebuah gambaran makin memuncaknya kebencian warga terhadap polisi atau ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi untuk merusak citra Polri," tutur Netta dalam siaran persnya kepada Sindonews, Minggu (28/8/2016).
IPW mencatat, sejak Jenderal Tito Karnavian menjadi Kapolri pada 14 Juli 2016, telah terjadi tujuh kerusuhan atau bentrokan massa, yakni di Sumatera Barat,Tanjungbalai, Karo, Aceh, Makassar, Meranti, dan Jambi.
Menurut dia, pemicunya hanya soal sepele. Seperti peristiwa terakhir di Jambi, polisi menangkap penambang liar dan tiba-tiba muncul rombongan massa yang menyerbu polsek. Mereka melempari dan langsung membakar polsek.
"Begitu juga di Meranti, rombongan massa langsung melempari dan merusak polres," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, intelijen Polri dan BIN perlu melakukan pengusutan serius, apakah aksi warga itu sebuah spontanitas atau ada pihak tertentu yang melakukan provokasi untuk menghancurkan citra Polri.
Jika aksi-aksi itu ternyata bersifat spontan maka dia menyarankan Polri perlu melakukan instrospeksi atas sikap, prilaku, dan kinerja jajaran bawahnya yang bisa memicu kemarahan warga.
"Sebaliknya, jika ada pihak yang memprovokasi untuk merusak citra Polri, jajaran kepolisian harus mewaspadainya dan segera mengusut tuntas," tutur Neta.
(dam)