Doa Penutup Acara Pidato Kenegaraan Dinilai Fakta di Indonesia

Kamis, 18 Agustus 2016 - 13:07 WIB
Doa Penutup Acara Pidato Kenegaraan Dinilai Fakta di Indonesia
Doa Penutup Acara Pidato Kenegaraan Dinilai Fakta di Indonesia
A A A
JAKARTA - Doa yang dibacakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii dalam penutupan acara pidato kenegaraan terkait HUT RI ke-71 merupakan gambaran yang terjadi di Indonesia.

Maka itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mujahid menganggap wajar jika doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) untuk meminta pertolongan agar ada perubahan atas persoalan yang terjadi di Indonesia.

"Yang disampaikan Pak Syafii adalah fakta-fakta yang perlu pertolongan Allah untuk perbaikan dan perubahannya," ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Apalagi, kata dia Syafii memiliki latar belakang aktivis sekaligus politikus senior. Menurutnya agama juga mengajarkan dengan rasa optimis dengan diawali asmaul husna dengan sepenuh hati serta maksud diutarakan dengan jelas.

"Sangat paham isi yang harus dimanfatkan pada setiap momentum," ucapnya. (Baca: Di Sidang Tahunan MPR, Pembaca Doa Ini Minta Pemimpin Bertobat)

Syafii merupakan pembaca doa penutupan acara Pidato Kenagaraan di MPR/DPR terkait HUT RI ke-71. Dalam pidatonya, Syafii mengutarakan berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia agar diberi pertolongan oleh Allah SWT.

Beberapa persoalan yang diutarakan adalah, hukum bagai mata pisau yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah sehingga mengusik rasa keadilan di bangsa ini. Selanjutnya, Lihatlah kehidupan ekonomi kami, Bung Karno sangat khawatir bangsa kami akan menjadi kuli di negeri kami sendiri tapi hari ini sepertinya kami kehilangan kekuatan untuk menyetop itu bisa terjadi. Lihatlah Allah bumi kami yang kaya dikelola oleh bangsa lain dan kulinya adalah bangsa kami.

Bahkan ada bunyi doa yang dibacakan terkesan menyindir pemimpin negeri ini yaitu, jauhkan kami ya Allah dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong yang kekuasaannya bukan untuk memajukan dan melindungi rakyatnya tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat. Dimana-mana rakyat digusur tanpa tahu kemana meeka harus pergi, kehilangan pekerjaan.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2308 seconds (0.1#10.140)