Eks Presdir PT Agung Podomoro Land Dituntut Empat Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Agung Podomoro Land (APLN) Ariesman Widjaja dihukum empat tahun penjara.
Sedangkan mantan Personal Assistant to President Director PT APLN Trinanda Prihantoro dituntut dengan pidana lebih rendah, tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp250 juta.
Jaksa yang dipimpin Ali Fikri dan Haerudin mengatakan, terdakwa Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro terbukti secara sah dan meyakinkanmelakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta sekaligus anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Mohamad Sanusi.
Menurut jaksa, suap yang diberikan Ariesman dan Trinanda agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara (Pantura) Jakarta atau raperda reklamasi.
Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodasi kepentingan Ariesman, PT APL, dan pengembang lain semisal pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
Ali membeberkan, khusus untuk kepentingan APLN terkait pemberian suap Rp2 miliar jelas terkait dengan pembangunan Pulau G yang dilakukan PT Muara Wisesa Samudera (MWS).
"Agar punya legalitas untuk pembangunan Pulau G. Maksud terdakwa juga memberi uang agar Sanusi mengakomodir pasal tambahan kontribusi sesuai keinginan terdakwa," ungkap Jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (10/8/2016).
Pemberian uang tersebut, menurut Jaksa, sesuai dengan fakta-fakta persidangan berupa keterangan saksi, alat bukti berupa dokumen-dokumen, alat bukti petunjuk berupa sadapan-sadapan pembicaran, dan keterangan terdakwa.
"Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf atas perbuatan terdakwa sehingga sepatutnya dijatuhi hukuman setimpal," ujar Ali Fikri.
Berdasarkan analisa yuridis, tutur dia, Ariesman dan Trinanda telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut.
Perbuatan keduanya telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Sebagaimana dalam dakwaan kesatu," ujar Ali.
Sedangkan mantan Personal Assistant to President Director PT APLN Trinanda Prihantoro dituntut dengan pidana lebih rendah, tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp250 juta.
Jaksa yang dipimpin Ali Fikri dan Haerudin mengatakan, terdakwa Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro terbukti secara sah dan meyakinkanmelakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta sekaligus anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Mohamad Sanusi.
Menurut jaksa, suap yang diberikan Ariesman dan Trinanda agar Sanusi membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara (Pantura) Jakarta atau raperda reklamasi.
Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodasi kepentingan Ariesman, PT APL, dan pengembang lain semisal pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.
Ali membeberkan, khusus untuk kepentingan APLN terkait pemberian suap Rp2 miliar jelas terkait dengan pembangunan Pulau G yang dilakukan PT Muara Wisesa Samudera (MWS).
"Agar punya legalitas untuk pembangunan Pulau G. Maksud terdakwa juga memberi uang agar Sanusi mengakomodir pasal tambahan kontribusi sesuai keinginan terdakwa," ungkap Jaksa Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (10/8/2016).
Pemberian uang tersebut, menurut Jaksa, sesuai dengan fakta-fakta persidangan berupa keterangan saksi, alat bukti berupa dokumen-dokumen, alat bukti petunjuk berupa sadapan-sadapan pembicaran, dan keterangan terdakwa.
"Tidak ada alasan pembenar atau pemaaf atas perbuatan terdakwa sehingga sepatutnya dijatuhi hukuman setimpal," ujar Ali Fikri.
Berdasarkan analisa yuridis, tutur dia, Ariesman dan Trinanda telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut.
Perbuatan keduanya telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. "Sebagaimana dalam dakwaan kesatu," ujar Ali.
(dam)