30 WNI Jadi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang di Jepang
A
A
A
JAKARTA - Kepala Sub Direktorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, ada 30 warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jepang.
"15 sudah di Indonesia dan 15 lagi masih di KBRI Jepang. Untuk korban lain masih ditelusuri karena pelaku mengaku sudah hampir dua tahun," ujar Umar di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Ke-30 korban tersebut awalnya dijanjikan untuk dipekerjakan sebagai pekerja perkebunan dan konstruksi di Jepang dengan bermodalkan visa kunjungan atau visa belajar.
"Begitu sampai di Jepang mereka tidak ditampung tapi dilepas begitu saja. Sampai akhirnya ditangkap oleh migrasi Jepang karena menggunakan visa yang over stay kemudian beberapa ditahan di deportasi Jepang," kata Umar.
Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan satu tersangka dengan inisial D, yang diduga telah melakukan perekrutan, pembuatan visa palsu, dokumen palsu dan menyiapkan keberangkatan para korban ke Jepang.
"Untuk satu korban rata-rata dengan uang Rp40-90 juta. Dari situ pelaku mendapat keuntungan kurang lebih 50% karena hanya mengeluarkan untuk tiket. Sementara visa ke Jepang, ya praktis tidak dibayar sama sekali," katanya.
"15 sudah di Indonesia dan 15 lagi masih di KBRI Jepang. Untuk korban lain masih ditelusuri karena pelaku mengaku sudah hampir dua tahun," ujar Umar di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Ke-30 korban tersebut awalnya dijanjikan untuk dipekerjakan sebagai pekerja perkebunan dan konstruksi di Jepang dengan bermodalkan visa kunjungan atau visa belajar.
"Begitu sampai di Jepang mereka tidak ditampung tapi dilepas begitu saja. Sampai akhirnya ditangkap oleh migrasi Jepang karena menggunakan visa yang over stay kemudian beberapa ditahan di deportasi Jepang," kata Umar.
Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan satu tersangka dengan inisial D, yang diduga telah melakukan perekrutan, pembuatan visa palsu, dokumen palsu dan menyiapkan keberangkatan para korban ke Jepang.
"Untuk satu korban rata-rata dengan uang Rp40-90 juta. Dari situ pelaku mendapat keuntungan kurang lebih 50% karena hanya mengeluarkan untuk tiket. Sementara visa ke Jepang, ya praktis tidak dibayar sama sekali," katanya.
(kri)