Pemerintah Nilai Alasan IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri Keliru
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menilai alasan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri keliru. Adapun alasan IDI menolak karena menjadi eksekutor bisa melanggar sumpah dokter serta kode etik kedokteran Indonesia.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Widodo Ekatjahjana mengatakan, Indonesia adalah Negara yang berlandaskan konstitusi, bukan kode etik. "Konstitusi yang tertinggi, bukan kode etik," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Sehingga, menurut dia, hukuman kebiri tidak perlu dipertentangkan. Kata dia, kedaulatan hukum negara ini bisa terciderai jika hukum yang telah ditetapkan justru dipertentangkan.
"Dokter kan sudah sumpah jabatan untuk meluruskan konstitusi. Memang tidak ada dalam undang-undang bahwa (Eksekutor) ini harus IDI," ungkapnya. Maka itu, alasan IDI menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri itu dianggap keliru.
"Iya. Keliru kalau diperdebatkan antara konstitusi dan kode etik. Kita kan bernegara tunduk pada konstitusi, bukan pada kode etik, ketika dokter sudah sumpah tegakkan konstitusi, gimana?" imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, siapa yang bakal menjadi eksekutor hukuman kebiri itu masih dikaji pemerintah. "Kalau sakit kan di rumah sakit bisa perawatnya yang nyuntik," ucap dia.
Diketahui, hukuman kebiri merupakan salah satu hal yang diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Widodo Ekatjahjana mengatakan, Indonesia adalah Negara yang berlandaskan konstitusi, bukan kode etik. "Konstitusi yang tertinggi, bukan kode etik," ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Sehingga, menurut dia, hukuman kebiri tidak perlu dipertentangkan. Kata dia, kedaulatan hukum negara ini bisa terciderai jika hukum yang telah ditetapkan justru dipertentangkan.
"Dokter kan sudah sumpah jabatan untuk meluruskan konstitusi. Memang tidak ada dalam undang-undang bahwa (Eksekutor) ini harus IDI," ungkapnya. Maka itu, alasan IDI menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri itu dianggap keliru.
"Iya. Keliru kalau diperdebatkan antara konstitusi dan kode etik. Kita kan bernegara tunduk pada konstitusi, bukan pada kode etik, ketika dokter sudah sumpah tegakkan konstitusi, gimana?" imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan, siapa yang bakal menjadi eksekutor hukuman kebiri itu masih dikaji pemerintah. "Kalau sakit kan di rumah sakit bisa perawatnya yang nyuntik," ucap dia.
Diketahui, hukuman kebiri merupakan salah satu hal yang diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.
(kri)