Politikus Gerindra Ini Nilai Perppu Kebiri Bukan Solusi
A
A
A
JAKARTA - Hukuman mati dan kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 dianggap bukan solusi.
Diketahui, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin.
"Harus betul-betul memikirkan secara matang kembali, apakah betul dibutuhkan hukuman kebiri tersebut," kata Anggota Komisi VIII DPR Rahayu Saraswati Djojohadikusumo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Rahayu pun tak sepakat jika masyarakat yang tidak pro kebiri dianggap pro pemerkosa atau pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Kami para aktivis perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) dan anak, kita melakukan riset dari negara yang menerapkan hukuman kebiri, justru tingkat pemerkosaannya tertinggi di dunia," tutur politikus Partai Gerindra ini.
Maka itu hukuman kebiri itu dianggapnya belum tentu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual. "Saya mendukung dan setuju bahwa hukuman mati dan kebiri bukan jalan keluar," ucapnya.
Selain itu dia berpendapat, anggaran yang besar untuk hukuman kebiri itu sebaiknya dialokasikan untuk merehabilitasi para korban kejahatan seksual.
"Sekarang banyak sekali korban yang tidak terpikirkan, sementara kita sekarang ini hanya fokus pada pelaku," imbuhnya.
Sebab dikhawatirkan para korban sodomi atau kejahatan seksual akan menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak direhabilitasi. "Itu sudah terbukti, risetnya ada," pungkasnya.
Diketahui, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin.
"Harus betul-betul memikirkan secara matang kembali, apakah betul dibutuhkan hukuman kebiri tersebut," kata Anggota Komisi VIII DPR Rahayu Saraswati Djojohadikusumo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Rahayu pun tak sepakat jika masyarakat yang tidak pro kebiri dianggap pro pemerkosa atau pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Kami para aktivis perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) dan anak, kita melakukan riset dari negara yang menerapkan hukuman kebiri, justru tingkat pemerkosaannya tertinggi di dunia," tutur politikus Partai Gerindra ini.
Maka itu hukuman kebiri itu dianggapnya belum tentu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan seksual. "Saya mendukung dan setuju bahwa hukuman mati dan kebiri bukan jalan keluar," ucapnya.
Selain itu dia berpendapat, anggaran yang besar untuk hukuman kebiri itu sebaiknya dialokasikan untuk merehabilitasi para korban kejahatan seksual.
"Sekarang banyak sekali korban yang tidak terpikirkan, sementara kita sekarang ini hanya fokus pada pelaku," imbuhnya.
Sebab dikhawatirkan para korban sodomi atau kejahatan seksual akan menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak direhabilitasi. "Itu sudah terbukti, risetnya ada," pungkasnya.
(maf)