Kejagung Wajib Patuhi Rekomendasi Panja Mobile 8
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) wajib mematuhi rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Restitusi Pajak PT Mobile 8 yang meminta penundaan penyidikan persoalan ini sambil menunggu penyidikan Direktorat Jenderal Pajak.
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis mengatakan, dalam hukum tata negara posisi antara penegak hukum dan legislatif dalam hal ini antara Kejaksaan Agung dan DPR adalah hubungan saling melengkapi.
DPR merupakan pihak yang mengawasi penegakan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.
“Rekomendasi itu sifatnya mengikat. DPR punya kewenangan memanggil kalau kejaksaan tidak mematuhi enam poin rekomendasi yang disampaikan, untuk mempertanyakan kenapa tidak ditindaklanjuti,” ungkap Margarito di Jakarta, Jumat, 18 Maret 2016.
Margarito mengatakan, sependapat dengan rekomendasi panja bentukan Komisi III DPR tersebut. Perkara restitusi pajak adalah domain Ditjen Pajak bukan wilayah penyidik tindak pidana korupsi.
“Dalam hal ini sudah masuk tindak pidana perpajakan dan itu seharusnya disidik oleh penyidik pajak. Kalau sudah disidik, baru dilimpahkan ke kejaksaan,” ucapnya.
Menurut dia, rekomendasi panja itu menjadi panduan penyidik Kejaksaan Agung dalam menangani persoalan restitusi pajak PT Mobile 8.
Dalam rekomendasi itu menyebutkan perkara ini masuk pada tindak pidana pajak sehingga penyidik pajak lebih dulu melakukan penyidikan baru ditindaklanjuti kejaksaan.
“Secara hukum, restitusi pajak bayar lebih atau bayar kurang baik yang berakibat beban pajaknya kalau itu dicurigai ada pelanggaran di dalamnya, masuknya pidana pajak dan menggunakan UU Pajak serta penyidiknya dari dirjen pajak,” tutur Margarito.
Sebelumnya Panja Penegakan Hukum Restitusi Pajak PT Mobile 8 Komisi
III DPR memutuskan merekomendasikan enam poin terkait persoalan ini. (Baca juga: DPR: Ditjen Pajak Tetap Nyatakan Mobile 8 Tak Rugikan Negara)
Pertama, panja menilai permasalahan restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom Tbk merupakan permasalahan yang masuk dalam ruang lingkup perpajakan atau bersifat administrative penal law. Maka itu, penanganannya harus mengacu pada ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kedua, mengingat poin pertama itu, kejaksaan perlu menunggu terlebih dahulu hasil penanganan oleh penyidik tindak pidana di bidang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.
Ketiga, penyidik kejaksaan sebaiknya berkoordinasi terlebih dahulu dengan penyidik tindak pidana di bidang perpajakan Direktorat Jenderal Pajak sambil menunggu hasil audit BPK terhadap ada atau tidak kerugian negara.
Keempat, terkait pencekalan kepada pihak yang merasa dirugikan, disarankan untuk menggunakan hak hukumnya.
Kelima, panja meminta kepada institusi kejaksaan dan Direktorat Jenderal Pajak agar dalam melaksanakan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) penegakan hukum untuk selalu berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bersikap profesional, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
Keenam, terkait SMS yang mengatasnamakan Hary Tanoesoedibjo yang ditujukan pada kejaksaan seperti disampaikan Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 19 Januari 2016, panja berpandangan bahwa SMS tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum pidana.
PILIHAN:
Dorong AS Buka Dokumen Peristiwa 65, Komnas HAM Disarankan Gaet Kemlu
Pengamat hukum tata negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis mengatakan, dalam hukum tata negara posisi antara penegak hukum dan legislatif dalam hal ini antara Kejaksaan Agung dan DPR adalah hubungan saling melengkapi.
DPR merupakan pihak yang mengawasi penegakan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan.
“Rekomendasi itu sifatnya mengikat. DPR punya kewenangan memanggil kalau kejaksaan tidak mematuhi enam poin rekomendasi yang disampaikan, untuk mempertanyakan kenapa tidak ditindaklanjuti,” ungkap Margarito di Jakarta, Jumat, 18 Maret 2016.
Margarito mengatakan, sependapat dengan rekomendasi panja bentukan Komisi III DPR tersebut. Perkara restitusi pajak adalah domain Ditjen Pajak bukan wilayah penyidik tindak pidana korupsi.
“Dalam hal ini sudah masuk tindak pidana perpajakan dan itu seharusnya disidik oleh penyidik pajak. Kalau sudah disidik, baru dilimpahkan ke kejaksaan,” ucapnya.
Menurut dia, rekomendasi panja itu menjadi panduan penyidik Kejaksaan Agung dalam menangani persoalan restitusi pajak PT Mobile 8.
Dalam rekomendasi itu menyebutkan perkara ini masuk pada tindak pidana pajak sehingga penyidik pajak lebih dulu melakukan penyidikan baru ditindaklanjuti kejaksaan.
“Secara hukum, restitusi pajak bayar lebih atau bayar kurang baik yang berakibat beban pajaknya kalau itu dicurigai ada pelanggaran di dalamnya, masuknya pidana pajak dan menggunakan UU Pajak serta penyidiknya dari dirjen pajak,” tutur Margarito.
Sebelumnya Panja Penegakan Hukum Restitusi Pajak PT Mobile 8 Komisi
III DPR memutuskan merekomendasikan enam poin terkait persoalan ini. (Baca juga: DPR: Ditjen Pajak Tetap Nyatakan Mobile 8 Tak Rugikan Negara)
Pertama, panja menilai permasalahan restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom Tbk merupakan permasalahan yang masuk dalam ruang lingkup perpajakan atau bersifat administrative penal law. Maka itu, penanganannya harus mengacu pada ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Kedua, mengingat poin pertama itu, kejaksaan perlu menunggu terlebih dahulu hasil penanganan oleh penyidik tindak pidana di bidang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak.
Ketiga, penyidik kejaksaan sebaiknya berkoordinasi terlebih dahulu dengan penyidik tindak pidana di bidang perpajakan Direktorat Jenderal Pajak sambil menunggu hasil audit BPK terhadap ada atau tidak kerugian negara.
Keempat, terkait pencekalan kepada pihak yang merasa dirugikan, disarankan untuk menggunakan hak hukumnya.
Kelima, panja meminta kepada institusi kejaksaan dan Direktorat Jenderal Pajak agar dalam melaksanakan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) penegakan hukum untuk selalu berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bersikap profesional, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
Keenam, terkait SMS yang mengatasnamakan Hary Tanoesoedibjo yang ditujukan pada kejaksaan seperti disampaikan Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 19 Januari 2016, panja berpandangan bahwa SMS tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum pidana.
PILIHAN:
Dorong AS Buka Dokumen Peristiwa 65, Komnas HAM Disarankan Gaet Kemlu
(dam)