KPK Sebut Verifikasi Harta Kekayaan Pejabat Negara Bakal Ketat
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proses verifikasi dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) jajaran eksekutif dan legislatif, dilakukan secara matang dan firm (kuat serta ketat).
Kepastian itu disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa.
Laode M Syarif menuturkan, proses verifikasi terhadap kekayaan penyelenggara mulai dari jajaran eksekutif seperti menteri, legislatif semisal anggota DPR, dan penyelenggara negara contohnya pejabat BUMN dan terus dilakukan KPK.
Proses verifikasi itu berlangsung sampai sebelum dicatat di lembaran negara. Ihwal ini berlaku bagi LHKPN menteri kabinet kerja.
"Saya belum tahu (hasil verifikasi LHKPN menteri kabinet kerja) yang termutakhir. (Tapi) sebelum dicatat di lembaran negara, ada proses verifikasi. Kalau ada harta yang dilaporkan tidak jelas asal usulnya pasti diverifikasi " kata Syarif kepada Koran SINDO Senin (14/3/2016).
Pria kelahiran Muna, Sulawesi Tenggara ini melanjutkan, kalau misalnya diketahui ada harta yang tidak terlaporkan maka akan dipertanyakan oleh tim KPK. Akibatnya Syarif menuturkan, proses verifikasi dan pemeriksaannya berlangsung lama.
"Makanya kadang agak lama prosesnya karena pelapor tidak jujur," bebernya.
Syarif kemudian menyoroti permintaan DPR atau oknum DPR agar format LHKPN disederhanakan dengan alasan format yang sekarang terlalu rumit yang kemudian menghambat pelaporan LHKPN.
Syarif menandaskan, sebenarnya format LHKPN sekarang tidak rumit kalau para anggota DPR jujur mengisinya. "Tidak ada yang aneh-aneh dalam format sekarang. Buktinya banyak yang bisa lapor. Jadi sebenarnya ada di niat, bukan di kesulitan format pelaporan," tegasnya.
Untuk itu Syarif menyatakan, KPK mengimbau bagi penyelenggara negara baik eksekutif maupun legislatif yang belum sama sekali melaporkan LHKPN atau melaporkan pembaharuan LHKPN untuk memberi contoh yang baik pada masyarakat.
"Dengan melaporkan LHKPN mereka," ucapnya.
Cahya Hardianto Harefa mengakui data LHKPN menteri-menteri Kabinet Kerja ada yang belum update di laman acch.kpk.go.id. Musababnya, karena LKHPN mereka masih dalam proses pembaruan.
Alasan lainnya adalah beberapa LHKPN belum memperoleh nomor Tambahan Berita Negara (TBN) dari Perum Percetakan RI (PNRI). "Segera setelah sudah keluar TBN dari PNRI akan kami update di ACCH," kata Cahya.
Dia menyatakan, untuk keseluruhan LKHPN baik jajaran eksekutif maupun legislatif atau penyelenggara negara secata umum melalui proses verifikasi dan pemeriksaan yang firm. Proses tersebut dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Cahya tidak membantah bahwa salah satu yang menjadi rujukan KPK adalah Keputusan KPK nomor: KEP.07/IKPK/02/ 2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan LHKPN.
Lantas apakah KPK menemukan aset atau harta mencurigakan setelah dilakukan verifikasi dan pemeriksaan atas LHKPN para anggota DPR dan menteri-menteri Kabinet Kerja?
Cahya meminta maaf tidak bisa berkomentar. Sebab pemeriksaan yang dilakukan tim KPK atau hasilnya bersifat rahasia. "Kalau pemeriksaan tetap dilakukan tapi tertutup," tandas Cahya.
Kepastian itu disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa.
Laode M Syarif menuturkan, proses verifikasi terhadap kekayaan penyelenggara mulai dari jajaran eksekutif seperti menteri, legislatif semisal anggota DPR, dan penyelenggara negara contohnya pejabat BUMN dan terus dilakukan KPK.
Proses verifikasi itu berlangsung sampai sebelum dicatat di lembaran negara. Ihwal ini berlaku bagi LHKPN menteri kabinet kerja.
"Saya belum tahu (hasil verifikasi LHKPN menteri kabinet kerja) yang termutakhir. (Tapi) sebelum dicatat di lembaran negara, ada proses verifikasi. Kalau ada harta yang dilaporkan tidak jelas asal usulnya pasti diverifikasi " kata Syarif kepada Koran SINDO Senin (14/3/2016).
Pria kelahiran Muna, Sulawesi Tenggara ini melanjutkan, kalau misalnya diketahui ada harta yang tidak terlaporkan maka akan dipertanyakan oleh tim KPK. Akibatnya Syarif menuturkan, proses verifikasi dan pemeriksaannya berlangsung lama.
"Makanya kadang agak lama prosesnya karena pelapor tidak jujur," bebernya.
Syarif kemudian menyoroti permintaan DPR atau oknum DPR agar format LHKPN disederhanakan dengan alasan format yang sekarang terlalu rumit yang kemudian menghambat pelaporan LHKPN.
Syarif menandaskan, sebenarnya format LHKPN sekarang tidak rumit kalau para anggota DPR jujur mengisinya. "Tidak ada yang aneh-aneh dalam format sekarang. Buktinya banyak yang bisa lapor. Jadi sebenarnya ada di niat, bukan di kesulitan format pelaporan," tegasnya.
Untuk itu Syarif menyatakan, KPK mengimbau bagi penyelenggara negara baik eksekutif maupun legislatif yang belum sama sekali melaporkan LHKPN atau melaporkan pembaharuan LHKPN untuk memberi contoh yang baik pada masyarakat.
"Dengan melaporkan LHKPN mereka," ucapnya.
Cahya Hardianto Harefa mengakui data LHKPN menteri-menteri Kabinet Kerja ada yang belum update di laman acch.kpk.go.id. Musababnya, karena LKHPN mereka masih dalam proses pembaruan.
Alasan lainnya adalah beberapa LHKPN belum memperoleh nomor Tambahan Berita Negara (TBN) dari Perum Percetakan RI (PNRI). "Segera setelah sudah keluar TBN dari PNRI akan kami update di ACCH," kata Cahya.
Dia menyatakan, untuk keseluruhan LKHPN baik jajaran eksekutif maupun legislatif atau penyelenggara negara secata umum melalui proses verifikasi dan pemeriksaan yang firm. Proses tersebut dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada.
Cahya tidak membantah bahwa salah satu yang menjadi rujukan KPK adalah Keputusan KPK nomor: KEP.07/IKPK/02/ 2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan LHKPN.
Lantas apakah KPK menemukan aset atau harta mencurigakan setelah dilakukan verifikasi dan pemeriksaan atas LHKPN para anggota DPR dan menteri-menteri Kabinet Kerja?
Cahya meminta maaf tidak bisa berkomentar. Sebab pemeriksaan yang dilakukan tim KPK atau hasilnya bersifat rahasia. "Kalau pemeriksaan tetap dilakukan tapi tertutup," tandas Cahya.
(maf)