Sebut Cuitan Ongen Pornografi, Ahli Bahasa Polisi Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Penetapan tersangka kepada Yulian Paonganan (Ongen) oleh pihak kepolisian atas saran ahli bahasa yang menyebut kata lonte masuk dalam kategori pornografi dipertanyakan.
Soalnya beberapa pakar mulai dari pakar hukum, pakar bahasa menyebut lonte tidak masuk dalam kategori pornografi. Seperti Ahli Bahasa dari Universitas Tadulako Palu, Prof Hanafie Sulaiman yang secara tegas menyebut lonte bukan masuk kategori pornografi.
Diketahui, Ongen ditetapkan sebagai tersangka atas cuitannya di Twitter yang menyebut #PapaDoyanLonte dan #PapaMintaPaha pada foto Jokowi bersama Nikita Mirzani.
Disebutkan Prof Hanafie, kata lonte dalam hestek #PapaDoyanLonte tidak ada unsur pornografi. Seperti dalam penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lonte itu adalah perempuan jalang, tuna susila dan pelacur. Sementara pronografi itu adalah tingkah laku secara erotik dalam gambar atau, dan tulisan yang cendrung membangkitkan nafsu birahi.
“Jadi lonte dengan pornografi itu tidak ada kaitannya. Kata lonte itu kalau saya sebutnya animate sementara pornografi itu adalah Niranimate,” tegasnya.
Lantas ahli bahasa mana yang digunakan oleh pihak kepolisian sehingga bisa memberikan masukan jika lonte adalah pornografi. Hal ini dipertanyakan oleh aktivis sosial, Anca Adhitya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh polisi yang menyebut lonte masuk dalam kategori pornografi sesuai saran ahli bahasa jelas melanggar dunia akademik. Soalnya, para profesor baik itu hukum maupun bahasa jelas menyebut lonte tidak masuk kategori porno.
“Pakar bahasa dari kampus mana polisi ambil untuk dimintai masukan agar bisa menjerat Ongen dengan pelanggaran pasal pornografi? Ini jelas bertentangan dengan dunia akademik yang dinilai punya aturan baku mengenai pengertian bahasa,” ujar Anca kepada wartawan, Senin (29/2/2016).
Anca menambahkan jika para pakar menyebut hashtag Ongen tidak melanggar pornografi, kenapa juga polisi harus menahan Ongen berlama-lama. “Ada motif apa polisi menahan orang yang kata pakar tidak melanggar sesuai tuduhan polisi, darimana mereka mengambil dasarnya,” tandas Anca.
Sebelumnya, Pengacara Ongen, Yusril Ihza Mahendra dan Pakar Hukum Zainudin Ali juga kompak, jika Ongen tidak melanggar UU Pornografi atas hashtagnya di Twitter. Menurut mereka berdua, kasus ini sangat jelas ada intervensi dari kekuasaan saat ini.
“Saya melihat aneh kasus ini, karena tidak ada unsur yang dilanggar. Kalaupun harus tersangkut hukum, masuknya adalah pasal penghinaan dan yang merasa dihina harus mengadu dan bersiap menjadi saksi,” kata Yusril.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Pakar Hukum dari Univeristas Tadulako Palu Prof Zainudin Ali apa yang dikatakan Ongen itu hanya sebagai bentuk kritik rakyat kepada presiden. Jikapun tidak berkenan, dan menyinggung Jokowi harus melapor. Tapi ini menurut Zainudin yang juga Wakil Ketua MUI Bida Hukum ini, kasus Ongen ini terlalu kecil.
“Ini terlalu kecil bagi Jokowi, masih banyak masalah lain yang harus diselesaikan, bagi Polisi masih banyak kasus besar yang harus dibereskan, sebaiknya bebaskan Ongen, jangan lama-lama menahan, karena bisa melanggar HAM,” ujar Zainudin.
Soalnya beberapa pakar mulai dari pakar hukum, pakar bahasa menyebut lonte tidak masuk dalam kategori pornografi. Seperti Ahli Bahasa dari Universitas Tadulako Palu, Prof Hanafie Sulaiman yang secara tegas menyebut lonte bukan masuk kategori pornografi.
Diketahui, Ongen ditetapkan sebagai tersangka atas cuitannya di Twitter yang menyebut #PapaDoyanLonte dan #PapaMintaPaha pada foto Jokowi bersama Nikita Mirzani.
Disebutkan Prof Hanafie, kata lonte dalam hestek #PapaDoyanLonte tidak ada unsur pornografi. Seperti dalam penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lonte itu adalah perempuan jalang, tuna susila dan pelacur. Sementara pronografi itu adalah tingkah laku secara erotik dalam gambar atau, dan tulisan yang cendrung membangkitkan nafsu birahi.
“Jadi lonte dengan pornografi itu tidak ada kaitannya. Kata lonte itu kalau saya sebutnya animate sementara pornografi itu adalah Niranimate,” tegasnya.
Lantas ahli bahasa mana yang digunakan oleh pihak kepolisian sehingga bisa memberikan masukan jika lonte adalah pornografi. Hal ini dipertanyakan oleh aktivis sosial, Anca Adhitya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh polisi yang menyebut lonte masuk dalam kategori pornografi sesuai saran ahli bahasa jelas melanggar dunia akademik. Soalnya, para profesor baik itu hukum maupun bahasa jelas menyebut lonte tidak masuk kategori porno.
“Pakar bahasa dari kampus mana polisi ambil untuk dimintai masukan agar bisa menjerat Ongen dengan pelanggaran pasal pornografi? Ini jelas bertentangan dengan dunia akademik yang dinilai punya aturan baku mengenai pengertian bahasa,” ujar Anca kepada wartawan, Senin (29/2/2016).
Anca menambahkan jika para pakar menyebut hashtag Ongen tidak melanggar pornografi, kenapa juga polisi harus menahan Ongen berlama-lama. “Ada motif apa polisi menahan orang yang kata pakar tidak melanggar sesuai tuduhan polisi, darimana mereka mengambil dasarnya,” tandas Anca.
Sebelumnya, Pengacara Ongen, Yusril Ihza Mahendra dan Pakar Hukum Zainudin Ali juga kompak, jika Ongen tidak melanggar UU Pornografi atas hashtagnya di Twitter. Menurut mereka berdua, kasus ini sangat jelas ada intervensi dari kekuasaan saat ini.
“Saya melihat aneh kasus ini, karena tidak ada unsur yang dilanggar. Kalaupun harus tersangkut hukum, masuknya adalah pasal penghinaan dan yang merasa dihina harus mengadu dan bersiap menjadi saksi,” kata Yusril.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Pakar Hukum dari Univeristas Tadulako Palu Prof Zainudin Ali apa yang dikatakan Ongen itu hanya sebagai bentuk kritik rakyat kepada presiden. Jikapun tidak berkenan, dan menyinggung Jokowi harus melapor. Tapi ini menurut Zainudin yang juga Wakil Ketua MUI Bida Hukum ini, kasus Ongen ini terlalu kecil.
“Ini terlalu kecil bagi Jokowi, masih banyak masalah lain yang harus diselesaikan, bagi Polisi masih banyak kasus besar yang harus dibereskan, sebaiknya bebaskan Ongen, jangan lama-lama menahan, karena bisa melanggar HAM,” ujar Zainudin.
(kri)