Lemah dan Tak Berdaya, Alasan Anak Jadi Sasaran Pelecahan Seksual
A
A
A
DEPOK - Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) termasuk dalam kategori Orang dengan Masalah Kesehatan Jiwa (ODMK). Saat ini pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur pun marak dilakukan.
Psikiatri Dr dr Fidiansjah Sp.KJ MPH menilai, tindakan penyimpangan orientasi seksual berimbas pada sasaran atau subjek–subjek yang terkena. Prinsipnya, kata dia, dalam konteks seksualitas, sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada kebutuhan–kebutuhan yang lain.
“Contohnya kita punya kebutuhan lapar, maka yang kita harus penuhi adalah makan. Kita butuh minum, yang kita ambil air. Objek itu harus sesuai dengan apa yang muncul dan diberikan. Tapi berbeda dengan objek seksualitas. Objek seksualitas itu bisa diganti, artinya dia tidak harus muncul jadi sesuatu yang normatif,” katanya di Depok, Minggu (28/2/2016).
"Artinya yang normatif kan laki–laki dengan perempuan. Sehingga penyimpangan seksual bentuknya beragam. Ada yang disebut orientasi ada yang disebut dengan penyimpangan," sambungnya.
Fidiansjah melanjutkan, dampaknya ketika hasrat itu muncul sehingga mereka menyasar kepada semua komponen terutama yang paling mudah adalah anak yang lemah. Para pelaku pelecehan seksual mengincar seseorang yang tidak berdaya, salah satunya anak–anak.
“Karena itu kan yang dicari adalah orang yang tidak berdaya, ada yang tidak berdaya karena fisik, tak berdaya karena kekuasaan antara atasan dan bawahan, atau materi bisa diiming-imingi misalnya anak ini butuh duit Rp50 ribu,” ungkapnya.
Dia menilai, bahwa fenomena laporan pelecehan seksual pada anak meningkat justru sebagai hikmah bahwa orangtua saat ini berani melapor dan melawan. “Masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan berani diungkapkan kalau ini tidak kita lawan karena orang yang jadi korban kan tidak berani melawan."
"Jadi ini justru hikmahnya, akan muncul orang yang diberlakukan saat dulu begitu, ini normal lho. Sehingga semakin banyak yang melaporkan justru bagus malah,” tegasnya.
Ditambahkan Fidianjah, begitu uniknya fantasi seseorang dalam orientasi seksual beragam. Begitu abstraksinya pemahaman seksual sehingga menyebkan orang bisa mengarang terhadap berbagai macam bentuk.
“Ada yang enggak perlu melakukan hubungan seksual. Dia cukup lakukan proses pengintipan satu lokasi, yang dia jadikan objek imaginasi. Ada juga sebuah gangguan hasrat seksual yang tak perlu hubungan seksual, cukup ambil dari sesuatu yang ia senangi entah itu kaos kaki, celana dalam, pakaian dalam. Termasuk pada binatang, termasuk pada mayat," pungkasnya.
PILIHAN:
80% Penularan LGBT Akibat Faktor Non Genetik
Posisi JK Pengaruhi Konstelasi Politik Pemilihan Caketum Golkar
Psikiatri Dr dr Fidiansjah Sp.KJ MPH menilai, tindakan penyimpangan orientasi seksual berimbas pada sasaran atau subjek–subjek yang terkena. Prinsipnya, kata dia, dalam konteks seksualitas, sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada kebutuhan–kebutuhan yang lain.
“Contohnya kita punya kebutuhan lapar, maka yang kita harus penuhi adalah makan. Kita butuh minum, yang kita ambil air. Objek itu harus sesuai dengan apa yang muncul dan diberikan. Tapi berbeda dengan objek seksualitas. Objek seksualitas itu bisa diganti, artinya dia tidak harus muncul jadi sesuatu yang normatif,” katanya di Depok, Minggu (28/2/2016).
"Artinya yang normatif kan laki–laki dengan perempuan. Sehingga penyimpangan seksual bentuknya beragam. Ada yang disebut orientasi ada yang disebut dengan penyimpangan," sambungnya.
Fidiansjah melanjutkan, dampaknya ketika hasrat itu muncul sehingga mereka menyasar kepada semua komponen terutama yang paling mudah adalah anak yang lemah. Para pelaku pelecehan seksual mengincar seseorang yang tidak berdaya, salah satunya anak–anak.
“Karena itu kan yang dicari adalah orang yang tidak berdaya, ada yang tidak berdaya karena fisik, tak berdaya karena kekuasaan antara atasan dan bawahan, atau materi bisa diiming-imingi misalnya anak ini butuh duit Rp50 ribu,” ungkapnya.
Dia menilai, bahwa fenomena laporan pelecehan seksual pada anak meningkat justru sebagai hikmah bahwa orangtua saat ini berani melapor dan melawan. “Masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan berani diungkapkan kalau ini tidak kita lawan karena orang yang jadi korban kan tidak berani melawan."
"Jadi ini justru hikmahnya, akan muncul orang yang diberlakukan saat dulu begitu, ini normal lho. Sehingga semakin banyak yang melaporkan justru bagus malah,” tegasnya.
Ditambahkan Fidianjah, begitu uniknya fantasi seseorang dalam orientasi seksual beragam. Begitu abstraksinya pemahaman seksual sehingga menyebkan orang bisa mengarang terhadap berbagai macam bentuk.
“Ada yang enggak perlu melakukan hubungan seksual. Dia cukup lakukan proses pengintipan satu lokasi, yang dia jadikan objek imaginasi. Ada juga sebuah gangguan hasrat seksual yang tak perlu hubungan seksual, cukup ambil dari sesuatu yang ia senangi entah itu kaos kaki, celana dalam, pakaian dalam. Termasuk pada binatang, termasuk pada mayat," pungkasnya.
PILIHAN:
80% Penularan LGBT Akibat Faktor Non Genetik
Posisi JK Pengaruhi Konstelasi Politik Pemilihan Caketum Golkar
(kri)