Kejagung Lakukan Penyidikan Kasus BOT Hotel Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini mulai melakukan penyidikan atas dugaan pelanggaran kontrak kerja sama BOT (Build, Operate, Transfer) antara Pt Hotel Indonesia Natour (HIN) dan PT Grand Indonesia.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, pelanggaran kontrak kerja ini merugikan negara sebesar Rp1,2 triliun dan terindikasi pidana dalam pembangunan dua gedung yang tidak disebutkan dalam kontrak kerja sama tersebut.
“Ini ada perjanjian membangun mall, parkir, tapi tidak membangun tower yang dua itu. Jadi tower itu dibangun di luar perjanjian antara PT GI dan PT HIN, ternyata dibangun satu perkantoran disewakan (Menara BCA) dan satu apartemen. Artinya dari pembangunan itu enggak ada pemasukan ke negara,” ujar Arminsyah di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2016).
Meski sudah melakukan penyidikan, namun hingga kini belum juga ditetapkan tersangka dan belum menyebutkan kapan saksi-saksi kasus tersebut akan dipanggil oleh pihak Kejagung.
Sekadar informasi, kasus kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia diduga merugikan BUMN sebesar Rp 1,2 triliun.
Tahun 2004, BOT 30 tahun namun pada tahun 2010 BOT jadi 50 tahun untuk diserahkan ke pemerintah. Namun, ketika diperpanjang jadi 50 tahun itu, BUMN hanya menerima Rp400 miliar yang seharusnya kompensasi didepan bayar Rp1,29 triliun.
PILIHAN:
Hanura: Jaksa Agung Beri Contoh Buruk Bagi Penegakan Hukum
Pelaporan Ade Komarudin ke MKD Diyakini Tak Berkaitan dengan Novanto
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah, pelanggaran kontrak kerja ini merugikan negara sebesar Rp1,2 triliun dan terindikasi pidana dalam pembangunan dua gedung yang tidak disebutkan dalam kontrak kerja sama tersebut.
“Ini ada perjanjian membangun mall, parkir, tapi tidak membangun tower yang dua itu. Jadi tower itu dibangun di luar perjanjian antara PT GI dan PT HIN, ternyata dibangun satu perkantoran disewakan (Menara BCA) dan satu apartemen. Artinya dari pembangunan itu enggak ada pemasukan ke negara,” ujar Arminsyah di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (23/2/2016).
Meski sudah melakukan penyidikan, namun hingga kini belum juga ditetapkan tersangka dan belum menyebutkan kapan saksi-saksi kasus tersebut akan dipanggil oleh pihak Kejagung.
Sekadar informasi, kasus kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dengan PT Grand Indonesia diduga merugikan BUMN sebesar Rp 1,2 triliun.
Tahun 2004, BOT 30 tahun namun pada tahun 2010 BOT jadi 50 tahun untuk diserahkan ke pemerintah. Namun, ketika diperpanjang jadi 50 tahun itu, BUMN hanya menerima Rp400 miliar yang seharusnya kompensasi didepan bayar Rp1,29 triliun.
PILIHAN:
Hanura: Jaksa Agung Beri Contoh Buruk Bagi Penegakan Hukum
Pelaporan Ade Komarudin ke MKD Diyakini Tak Berkaitan dengan Novanto
(kri)