Dua Persoalan Serius Masyarakat Pesisir
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah mengidentifikasi dua persoalan serius yang dihadapi masyarakat desa pesisir. Pertama, para nelayan sebagai masyarakat desa pesisir masih tidak berdaya secara ekonomi dan politik.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar ketika menjadi keynote speaker acara seminar nasional sewindu Centre for Lokal Law Development Studies Universitas Islam Indonesia (CLDs UII) 2016 Yogyakarta mengatakan, hidup para nelayan terjerat para pemburu rente, cukong, atau tengkulak nakal, yang memanfaatkan para nelayan mengalami miskin modal, untuk keuntungan pribadinya.
"Tidak sedikit para nelayan, masyarakat desa pesisir berutang kepada para tengkulak atau rente untuk membeli bahan bakar kapal dan memiliki kewajiban untuk dijual hanya kepada mereka dengan harga rendah,” ujar Marwan, melalui siaran persnya, Jumat (29/1/2016).
Dia menyebutkan, persoalan kedua, masyarakat pesisir mempunyai desa tetapi tidak memiliki tradisi berdesa yang kuat. Desa kata dia, tidak mempunyai otoritas dan kapasitas memadai sebagai basis kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat, termasuk tidak mampu memberikan proteksi, fasilitasi dan konsolidasi bagi nelayan.
“Agenda poros maritim dunia tentu sangat menjajikan, tetapi jika agenda besar ini melupakan desa pesisir maka, ketimpangan akan semakin lebar,” ucapnya.
Maka itu, pihaknya selalu menegakkan pilar kemaritiman sebagai bagian dari orientasi program kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Harapannya, kata dia mewujudkan masyarakat desa, terutama di wilayah pesisir memiliki orientasi bahari.
“Ini bisa juga disebut sebagai membaharikan desa dengan menumbuhkan wisata desa pesisir, budidaya rumput laut, mutiara, perikanan tangkap dan lain sebagainya,” jelas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Baca: Bakamla Gandeng Universitas Brawijaya Berdayakan Masyarakat Pesisir.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar ketika menjadi keynote speaker acara seminar nasional sewindu Centre for Lokal Law Development Studies Universitas Islam Indonesia (CLDs UII) 2016 Yogyakarta mengatakan, hidup para nelayan terjerat para pemburu rente, cukong, atau tengkulak nakal, yang memanfaatkan para nelayan mengalami miskin modal, untuk keuntungan pribadinya.
"Tidak sedikit para nelayan, masyarakat desa pesisir berutang kepada para tengkulak atau rente untuk membeli bahan bakar kapal dan memiliki kewajiban untuk dijual hanya kepada mereka dengan harga rendah,” ujar Marwan, melalui siaran persnya, Jumat (29/1/2016).
Dia menyebutkan, persoalan kedua, masyarakat pesisir mempunyai desa tetapi tidak memiliki tradisi berdesa yang kuat. Desa kata dia, tidak mempunyai otoritas dan kapasitas memadai sebagai basis kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat, termasuk tidak mampu memberikan proteksi, fasilitasi dan konsolidasi bagi nelayan.
“Agenda poros maritim dunia tentu sangat menjajikan, tetapi jika agenda besar ini melupakan desa pesisir maka, ketimpangan akan semakin lebar,” ucapnya.
Maka itu, pihaknya selalu menegakkan pilar kemaritiman sebagai bagian dari orientasi program kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Harapannya, kata dia mewujudkan masyarakat desa, terutama di wilayah pesisir memiliki orientasi bahari.
“Ini bisa juga disebut sebagai membaharikan desa dengan menumbuhkan wisata desa pesisir, budidaya rumput laut, mutiara, perikanan tangkap dan lain sebagainya,” jelas politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Baca: Bakamla Gandeng Universitas Brawijaya Berdayakan Masyarakat Pesisir.
(kur)