Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Dukung Rompi Antikanker
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 3.101 orang telah menyatakan dukungannya terhadap petisi yang meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung penggunaan rompi antikanker di Indonesia.
Dukungan itu ditunjukan mereka melalui tanda tangan dalam petisi online di situs change.org. Petisi itu digagas oleh Indira Ratna Dewi Abidin, Ketua Yayasan Lavender Indonesia.
Indira juga mengungkapkan harapannya dengan membuat surat terbuka untuk Presiden Jokowi di situs tersebut pada 1 Januari 2015.
Dalam surat terbukanya, Indira mengungkapkan suliutnya penderita kanker untuk kembali menjadi sehat. "Sehat ini susah didapatkan di Indonesia, terutama bagi kami 'penerima anugerah' kanker," tulis Indira yang juga penderita kanker ini.
Dia menyebut ada 4,3 penerita kanker per 1.000 penduduk Indonesia. Namun, kata dia, hanya ada 0,6 tempat tidur dan 0,2 dokter per 1.000 penduduk untuk melayani berbagai macam penyakit.
"Tidak hanya penyakit kami. Belum lagi kanker yang adalah penyakit yang cepat sekali mengambil nyawa kami," tutur Indira.
Dia mengungkapkan banyak penderita kanker yang merasa depresi, bajkan hampir bunuh diri ketika mengetahui didiagnose menderita penyakit tersebut.
Menurut Indira, pengobatan kanker sulit diperoleh, apalagi di daerah. Dia mengatakan tidak ada dokter yang memberikan jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.
"Bahkan bagi kami yang kebetulan tinggal di kota, punya uang, dan mampu berobat, tak ada dokter yang dapat menjamin kesembuhan kami. Bahkan di Amerika yang sangat siap melayani pun tingkat survival lima tahun untuk kanker payudara hanya 11% ," katanya.
Menurut dia, penderita kanker merasa ajal semakin dekat. Di tengah perasaan itu, secara tiba-tiba muncul harapan. "Di tengah gelap ada cahaya," kata Indira.
Adapun harapan itu, yakni teknologi berupa electro capacitive cancer therapy (ECCT). Indira mengatakan, ECCT merupakan inovasi jaket listrik yang mampu mengacaukan pembelahan sel kanker dengan daya rendah.
Dari 3.183 pengguna ECCT, sebanyak 1.530 pengguna kondisinya membaik. Bahkan sebanyak 1.314 lainnya sukses menghambat pertumbuhan kanker.
"Satu hal lagi yang menyentuh hati kami, 51,74% pengguna ECCT adalah mereka yang tak lagi dianggap punya harapan oleh dokter. Dan ECCT bisa memberi harapan bagi mereka, alhamdulillah," tuturnya.
Sayangnya, kata dia, inovasi itu dihadang industri yang sudah mapan. Dia menganggap inovasi rompi antikanker seperti Go-Jek. Dia menjelaskan, ECCT digugat dan kini kliniknya ditutup.
"Pak Jokowi, Bapak sudah dengan sangat baik membantu Gojek tetap ada. Kini, bantulah kami membangun harapan, menyalakan cahaya. Bantulah kami agar ECCT dapat tetap dinikmati oleh rakyat yang tak lagi punya harapan. Agar kami dapat kembali membangun keluarga, masyarakat dan bangsa," ungkap Indira.
Dia mengatakan menghormati proses perlindungan yang dilakukan Kementeria Kesehatan. Namun, kata dia, nyawa penderita kanker tidak dapat menunggu lama.
"Kalau sampai.. Kalau sampai.. Suatu hari Bapak menerima kabar bahwa orang-orang yang Bapak kasihi tak lagi punya harapan, dan hanya ECCT yang bisa memberikan harapan, bukankah Bapak berharap ECCT ada untuk membantu mereka?" tuturnya.
Dia mengungkapkan permohonannya agar Presiden Jokowi membantu para penderita kanker. "Kami sangat percaya Bapak dapat menyalakan kembali cahaya harapan jutaan rakyat Bapak penerima anugerah kanker," tutur Indira.
Sekadar informasi, ECCT atau rompi antikanker merupakan karya Dr Warsito Purwo Taruno yang juga seorang pakar fisika. Rompi antikanker itu mampu mengalilirkan gelombang listrik statis untuk menghancurkan sel kanker.
PILIHAN:
Dianggap Bikin Gaduh Golkar, Menkumham Disarankan Mundur
Dukungan itu ditunjukan mereka melalui tanda tangan dalam petisi online di situs change.org. Petisi itu digagas oleh Indira Ratna Dewi Abidin, Ketua Yayasan Lavender Indonesia.
Indira juga mengungkapkan harapannya dengan membuat surat terbuka untuk Presiden Jokowi di situs tersebut pada 1 Januari 2015.
Dalam surat terbukanya, Indira mengungkapkan suliutnya penderita kanker untuk kembali menjadi sehat. "Sehat ini susah didapatkan di Indonesia, terutama bagi kami 'penerima anugerah' kanker," tulis Indira yang juga penderita kanker ini.
Dia menyebut ada 4,3 penerita kanker per 1.000 penduduk Indonesia. Namun, kata dia, hanya ada 0,6 tempat tidur dan 0,2 dokter per 1.000 penduduk untuk melayani berbagai macam penyakit.
"Tidak hanya penyakit kami. Belum lagi kanker yang adalah penyakit yang cepat sekali mengambil nyawa kami," tutur Indira.
Dia mengungkapkan banyak penderita kanker yang merasa depresi, bajkan hampir bunuh diri ketika mengetahui didiagnose menderita penyakit tersebut.
Menurut Indira, pengobatan kanker sulit diperoleh, apalagi di daerah. Dia mengatakan tidak ada dokter yang memberikan jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.
"Bahkan bagi kami yang kebetulan tinggal di kota, punya uang, dan mampu berobat, tak ada dokter yang dapat menjamin kesembuhan kami. Bahkan di Amerika yang sangat siap melayani pun tingkat survival lima tahun untuk kanker payudara hanya 11% ," katanya.
Menurut dia, penderita kanker merasa ajal semakin dekat. Di tengah perasaan itu, secara tiba-tiba muncul harapan. "Di tengah gelap ada cahaya," kata Indira.
Adapun harapan itu, yakni teknologi berupa electro capacitive cancer therapy (ECCT). Indira mengatakan, ECCT merupakan inovasi jaket listrik yang mampu mengacaukan pembelahan sel kanker dengan daya rendah.
Dari 3.183 pengguna ECCT, sebanyak 1.530 pengguna kondisinya membaik. Bahkan sebanyak 1.314 lainnya sukses menghambat pertumbuhan kanker.
"Satu hal lagi yang menyentuh hati kami, 51,74% pengguna ECCT adalah mereka yang tak lagi dianggap punya harapan oleh dokter. Dan ECCT bisa memberi harapan bagi mereka, alhamdulillah," tuturnya.
Sayangnya, kata dia, inovasi itu dihadang industri yang sudah mapan. Dia menganggap inovasi rompi antikanker seperti Go-Jek. Dia menjelaskan, ECCT digugat dan kini kliniknya ditutup.
"Pak Jokowi, Bapak sudah dengan sangat baik membantu Gojek tetap ada. Kini, bantulah kami membangun harapan, menyalakan cahaya. Bantulah kami agar ECCT dapat tetap dinikmati oleh rakyat yang tak lagi punya harapan. Agar kami dapat kembali membangun keluarga, masyarakat dan bangsa," ungkap Indira.
Dia mengatakan menghormati proses perlindungan yang dilakukan Kementeria Kesehatan. Namun, kata dia, nyawa penderita kanker tidak dapat menunggu lama.
"Kalau sampai.. Kalau sampai.. Suatu hari Bapak menerima kabar bahwa orang-orang yang Bapak kasihi tak lagi punya harapan, dan hanya ECCT yang bisa memberikan harapan, bukankah Bapak berharap ECCT ada untuk membantu mereka?" tuturnya.
Dia mengungkapkan permohonannya agar Presiden Jokowi membantu para penderita kanker. "Kami sangat percaya Bapak dapat menyalakan kembali cahaya harapan jutaan rakyat Bapak penerima anugerah kanker," tutur Indira.
Sekadar informasi, ECCT atau rompi antikanker merupakan karya Dr Warsito Purwo Taruno yang juga seorang pakar fisika. Rompi antikanker itu mampu mengalilirkan gelombang listrik statis untuk menghancurkan sel kanker.
PILIHAN:
Dianggap Bikin Gaduh Golkar, Menkumham Disarankan Mundur
(dam)