Jokowi Diminta Libatkan Masyarakat Adat Terkait Kelola SDA
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk memutuskan pembangunan kilang gas Blok Masela di daratan, (Onshore LNG) bukan di lautan.
Sebab jika dibangun di daratan, akan sangat banyak manfaat baik bagi masyarakat Maluku maupun masyarakat di perbatasan yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Timor Leste. Sebaliknya jika kilang gas dibangun di lautan lepas, maka dampak ekonomi bagi masyarakat tidak ada.
Selain itu Presiden Jokowi juga didesak untuk melibatkan masyarakat adat/asli atau indigenous people dalam setiap pengambilan keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam (SDA), sebab banyak SDA terletak di tanah adat.
Dengan demikian pelibatan masyarakat adat ini akan ikut mengubah nasib masyarakat asli, dan pada sesungguhnya menguatkan bargaining Kepala Negara dalam menghadapi korporasi asing. Desakan tersebut dikemukakan Engelina Pattiasina, Selasa 29 Desember 2015.
Engelina yang juga pendiri Archipelago Solidarity Foundation ini menyatakan, kesimpulan dari pertemuan para tokoh ini akan disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk mengingatkan janji kampanye dahulu.
"Bahwa akan membangun Poros Maritim Dunia dan bagian dari poros itu adalah wilayah Timur yang selama puluhan tahun tertinggal karena kemiskinan, meskipun SDA sangat berlimpah," ungkapnya.
Menurut Engelina dan juga sejumlah tokoh, kehadiran langsung Jokowi di kawasan Timur, meskipun berkali kali, tidak akan berdampak langsung bagi masyarakat, apabila kebijakan Presiden tidak berbasis pada kesejehteraan masyarakat kawasan tersebut.
”Berkali kali Presiden ke kawasan Timur, jika tak ada komitmen mengentaskan kemiskinan dan memajukan kawasan, tak ada gunanya,” tambahnya
Para tokoh seperti Ignas Irianto, Prof Nus Saptenno, Dr Sujud Sirajudin, dan Amir Hamzah menekankan, pelibatan masyarakat asli atau masyarakat adat sangat penting dan saat ini masyarakat adat mendapat perlindungan hukum yang kuat di PBB.
“Kalau Jokowi mau komitmen dengan tujuan Nawa Cita, ya libatkan masyarakat adat dalam pengelolaan SDA, seperti migas,” ujar Amir Hamzah.
Poin penting yang dikemukakan para tokoh yang tergabung dalam “Solidaritas Persaudaraan Melanesia Indonesia” adalah pentingnya dialog untuk menuntaskan masalah kemiskinan di kawasan Timur.
”Jangan sampai Jakarta hanya melihat kawasana Timur dari SDA saja, sementara masyarakat dibiarkan miskin. Jadi inilah pentingnya dialog," tutur Amir.
Sementara Prof Nus Saptenno mengatakan, kawasan Papua Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT merupakan simpul strategis SDA Kawasan tmur seluas 68 persen negara RI yang kaya dengan cadangan sumber daya alam.
"Menjawab pertanyaan, bagaimana jika semua masukan dan desakan dari Solidaritas Persaudaraan Melanesia Indonesia ini ditolak, hampir semua tokoh menyatakan kecewa," tegasnya.
“Buat apa kami bergabung dengan NKRI jika hak hak kami untuk maju dan sejahtera terus diabaikan. Sudah 70 tahun merdeka, kawasan Timur yang kaya dibiarkan miskin,” pungkasnya.
Pilihan:
Peringatan Rizal Ramli ke Jokowi Soal Reshuffle Kabinet
Sebab jika dibangun di daratan, akan sangat banyak manfaat baik bagi masyarakat Maluku maupun masyarakat di perbatasan yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Timor Leste. Sebaliknya jika kilang gas dibangun di lautan lepas, maka dampak ekonomi bagi masyarakat tidak ada.
Selain itu Presiden Jokowi juga didesak untuk melibatkan masyarakat adat/asli atau indigenous people dalam setiap pengambilan keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam (SDA), sebab banyak SDA terletak di tanah adat.
Dengan demikian pelibatan masyarakat adat ini akan ikut mengubah nasib masyarakat asli, dan pada sesungguhnya menguatkan bargaining Kepala Negara dalam menghadapi korporasi asing. Desakan tersebut dikemukakan Engelina Pattiasina, Selasa 29 Desember 2015.
Engelina yang juga pendiri Archipelago Solidarity Foundation ini menyatakan, kesimpulan dari pertemuan para tokoh ini akan disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk mengingatkan janji kampanye dahulu.
"Bahwa akan membangun Poros Maritim Dunia dan bagian dari poros itu adalah wilayah Timur yang selama puluhan tahun tertinggal karena kemiskinan, meskipun SDA sangat berlimpah," ungkapnya.
Menurut Engelina dan juga sejumlah tokoh, kehadiran langsung Jokowi di kawasan Timur, meskipun berkali kali, tidak akan berdampak langsung bagi masyarakat, apabila kebijakan Presiden tidak berbasis pada kesejehteraan masyarakat kawasan tersebut.
”Berkali kali Presiden ke kawasan Timur, jika tak ada komitmen mengentaskan kemiskinan dan memajukan kawasan, tak ada gunanya,” tambahnya
Para tokoh seperti Ignas Irianto, Prof Nus Saptenno, Dr Sujud Sirajudin, dan Amir Hamzah menekankan, pelibatan masyarakat asli atau masyarakat adat sangat penting dan saat ini masyarakat adat mendapat perlindungan hukum yang kuat di PBB.
“Kalau Jokowi mau komitmen dengan tujuan Nawa Cita, ya libatkan masyarakat adat dalam pengelolaan SDA, seperti migas,” ujar Amir Hamzah.
Poin penting yang dikemukakan para tokoh yang tergabung dalam “Solidaritas Persaudaraan Melanesia Indonesia” adalah pentingnya dialog untuk menuntaskan masalah kemiskinan di kawasan Timur.
”Jangan sampai Jakarta hanya melihat kawasana Timur dari SDA saja, sementara masyarakat dibiarkan miskin. Jadi inilah pentingnya dialog," tutur Amir.
Sementara Prof Nus Saptenno mengatakan, kawasan Papua Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT merupakan simpul strategis SDA Kawasan tmur seluas 68 persen negara RI yang kaya dengan cadangan sumber daya alam.
"Menjawab pertanyaan, bagaimana jika semua masukan dan desakan dari Solidaritas Persaudaraan Melanesia Indonesia ini ditolak, hampir semua tokoh menyatakan kecewa," tegasnya.
“Buat apa kami bergabung dengan NKRI jika hak hak kami untuk maju dan sejahtera terus diabaikan. Sudah 70 tahun merdeka, kawasan Timur yang kaya dibiarkan miskin,” pungkasnya.
Pilihan:
Peringatan Rizal Ramli ke Jokowi Soal Reshuffle Kabinet
(maf)