Pakar Hukum Sebut Penangkapan Ongen Bernuansa Politis
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum tata negara dan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof Masyhur Effendi menilai, penangkapan Yulius Paonganan alias Ongen terkait kasus penyebaran konten pornografi dalam akun Twitter @ypaonganan bernuansa politis.
"Penangkapan itu terlalu berlebihan dan bernuansa politis. Penyelesaian kasus itu bisa dengan pernyataan minta maaf atau wajib lapor," terang Masyhur dalam keterangan persnya, kemarin.
Menurutnya, pada pasal-pasal Undang-undang (UU) Pornografi dan UU ITE banyak menimbulkan multitafsir. Oleh karenanya Masyhur berpendapat, pihak penyidik harus mengkaji kembali lebih dalam penerapan pasal yang disangkakan kepada Ongen.
“Polisi sebagai penegak hukum harus mengedepankan undang-undang. Apakah perbuatan itu melanggar hukum atau tidak itu harus dikaji kembali,” ujarnya.
Dia menilai, peryataan Ongen dalam ciutan Twitternya merupakan ekspresi keprihatinnya terhadap kondisi negara saat ini. Penyampaian ekspresi itu merupakan bagian dari dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijamin oleh negara, termasuk kebebasan berbicara, berpikir, berpolitik, dan lain sebagainya.
“Kasus Ongen ini merupakan bagian dari kebebasan berekspresi,” katanya.
Sementara Kuasa hukum Yulius Paonganan alias Ongen, Suhardi Somomoeljono meminta penyidik Bareskrim Mabes Polri untuk menghentikan penyidikan (SP3) kasus hukum yang kini tengah melilit kliennya.
Permohonan itu mengingat saat ini Ongen sedang mengerjakan proyek vital yaitu pesawat terbang tanpa awak (drone) pesanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Proyek itu diperkirakan akan terganggu jika Ongen terus menerus meringkuk dalam tahanan.
“Selain itu Ongen juga akan merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarganya,” kata Suhardi.
Pihaknya juga telah mengirimkan surat permohonan penangguhan penahanan atas nama kliennya kepada penyidik, pada 18 Desember 2015.
Pada permohonan itu Suhardi melampirkan surat jaminan dari istri Ongen, Elizabeth T. Lembong yang menjamin suaminya tidak akan melarikan diri, menghilangkan alat bukti, dan mengulangi tindak pidana kembali selama berada di luar tahanan.
“Klien kami juga bersedia bekerja sama dan tidak akan memersulit proses penyidikan yang tengah berlangsung,” sambung dia.
Pada kesempatan itu juga lulusan Doktor Hukum dari Universitas Borobudur, Jakarta ini menyampaikan permohonan maaf atas nama kliennya kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Kami atas nama Ongen meminta maaf kepada masyarakat dan pihak-pihak yang merasa terganggu dengan hastag #PapaMintaLo**,” pungkas Suhardi.
Sebelumnya, pada Kamis 12 Desember 2015, Mabes Polri menangkap dan menahan Yulius Paonganan alias Ongen terkait kata-kata atau tulisan dalam akun Twiter pribadinya @ypaonganan dengan hashtag #papamintalo*** dan #papamintap***.
Atas perbuatannya itu, Ongen dijerat dengan UU Pornografi dan Pasal 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Pilihan:
Surat Terbuka Anak Ongen Klarifikasi Foto Jokowi-Nikita Mirzani
RJ Lino Tersangka, Gede Pasek: Polri Kalah Lagi dari KPK
"Penangkapan itu terlalu berlebihan dan bernuansa politis. Penyelesaian kasus itu bisa dengan pernyataan minta maaf atau wajib lapor," terang Masyhur dalam keterangan persnya, kemarin.
Menurutnya, pada pasal-pasal Undang-undang (UU) Pornografi dan UU ITE banyak menimbulkan multitafsir. Oleh karenanya Masyhur berpendapat, pihak penyidik harus mengkaji kembali lebih dalam penerapan pasal yang disangkakan kepada Ongen.
“Polisi sebagai penegak hukum harus mengedepankan undang-undang. Apakah perbuatan itu melanggar hukum atau tidak itu harus dikaji kembali,” ujarnya.
Dia menilai, peryataan Ongen dalam ciutan Twitternya merupakan ekspresi keprihatinnya terhadap kondisi negara saat ini. Penyampaian ekspresi itu merupakan bagian dari dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijamin oleh negara, termasuk kebebasan berbicara, berpikir, berpolitik, dan lain sebagainya.
“Kasus Ongen ini merupakan bagian dari kebebasan berekspresi,” katanya.
Sementara Kuasa hukum Yulius Paonganan alias Ongen, Suhardi Somomoeljono meminta penyidik Bareskrim Mabes Polri untuk menghentikan penyidikan (SP3) kasus hukum yang kini tengah melilit kliennya.
Permohonan itu mengingat saat ini Ongen sedang mengerjakan proyek vital yaitu pesawat terbang tanpa awak (drone) pesanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Proyek itu diperkirakan akan terganggu jika Ongen terus menerus meringkuk dalam tahanan.
“Selain itu Ongen juga akan merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarganya,” kata Suhardi.
Pihaknya juga telah mengirimkan surat permohonan penangguhan penahanan atas nama kliennya kepada penyidik, pada 18 Desember 2015.
Pada permohonan itu Suhardi melampirkan surat jaminan dari istri Ongen, Elizabeth T. Lembong yang menjamin suaminya tidak akan melarikan diri, menghilangkan alat bukti, dan mengulangi tindak pidana kembali selama berada di luar tahanan.
“Klien kami juga bersedia bekerja sama dan tidak akan memersulit proses penyidikan yang tengah berlangsung,” sambung dia.
Pada kesempatan itu juga lulusan Doktor Hukum dari Universitas Borobudur, Jakarta ini menyampaikan permohonan maaf atas nama kliennya kepada seluruh rakyat Indonesia.
“Kami atas nama Ongen meminta maaf kepada masyarakat dan pihak-pihak yang merasa terganggu dengan hastag #PapaMintaLo**,” pungkas Suhardi.
Sebelumnya, pada Kamis 12 Desember 2015, Mabes Polri menangkap dan menahan Yulius Paonganan alias Ongen terkait kata-kata atau tulisan dalam akun Twiter pribadinya @ypaonganan dengan hashtag #papamintalo*** dan #papamintap***.
Atas perbuatannya itu, Ongen dijerat dengan UU Pornografi dan Pasal 45 UU Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Pilihan:
Surat Terbuka Anak Ongen Klarifikasi Foto Jokowi-Nikita Mirzani
RJ Lino Tersangka, Gede Pasek: Polri Kalah Lagi dari KPK
(maf)