Fatayat NU: Hukum Berat Kekerasan terhadap Anak

Jum'at, 09 Oktober 2015 - 06:10 WIB
Fatayat NU: Hukum Berat Kekerasan terhadap Anak
Fatayat NU: Hukum Berat Kekerasan terhadap Anak
A A A
JAKARTA - Anak merupakan generasi muda penerus bangsa. Namun yang memprihatinkan, sampai saat ini kekerasan terhadap anak masih terus terjadi di Indonesia.

Pengurus Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mengecam seluruh bentuk kekerasan terhadap anak, baik itu secara fisik, psikis maupun seksual.

Fatayat NU mendesak semua elemen untuk bergerak dan menyelesaikan masalah bersama-sama mulai dari pemerintah, LSM, organisasi masyarakat (ormas), masyarakat secara luas, sekolah dan partai politik.

"Negara wajib hadir untuk bersikap tegas dalam melindungi warganya. Negara bersama dengan komponen bangsa yang lain mencari jalan dan strategi yang kuat untuk mengurangi angka kasus kekerasan seksual terhadap anak. Aparat harus memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku agar memberikan efek jera," tutur Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini dalam keterangan persnya, Kamis 8 Oktober 2015.

Kejadian paling anyar, sebut Anggia, pembunuhan biadab yang dibarengi dengan kekerasan seksual terhadap PNF atau enang (9) di Kalideres, Jakarta Barat, pencabulan di Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta Internasional School (JIS), dan kasus pencabulan yang dilakukukan Emon di Sukabumi, serta pembunuhan Engeline di Bali dan kasus penelantaran tiga anak oleh orang tuanya di Cibubur.

Berdasarkan data lembaga perlindungan anak di 179 kota/kabupaten dan 34 provinsi di Indonesia pada kurun 2010-2014, tercatat 21,6 juta kasus pelanggaran hak anak.

Dari jumlah itu, 58% dikategorikan sebagai kejahatan seksual. Sisanya berupa kekerasan fisik, penelantaran, dan lainnya.

Data Polri pada tahun 2014 mencatat ada 697 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di separuh tahun 2014. Dari jumlah itu, sudah 726 orang yang ditangkap dengan jumlah korban mencapai 859 orang.

"Jumlah yang sangat besar dengan beragam jenis kekerasan telah menimpa anak-anak Indonesia yang seharusnya dilindungi tidak hanya oleh orangtua, masyarakat tapi juga oleh negara. Ini fenomena gunung es, dalam arti masih banyak kasus–kasus kekerasan lainnya yang tidak atau belum terungkap ke publik,” terangnya.

Selain pentingnya peran negara, Fatayat NU menyarankan media massa harus memosisikan diri dan berperan sebagai media transformasi pengetahuan dan kesadaran publik yang menyajikan informasi dan tayangan yang mendidik.

Fatayat NU melalui Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (LKP3A) yang tersebar di seluruh Indonesia juga siap memberikan layanan advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Ini komitmen Fatayat untuk membangun bangsa Indonesia yang ramah anak," katanya.

PILIHAN:

Gerak KPK Dibatasi

KPK, PDIP dan Lagu Kegagalan Cinta Rhoma Irama
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5680 seconds (0.1#10.140)