Ketua MPR Minta Hati-hati Penggunaan Kata Referendum
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, calon tunggal diperbolehkan untuk ikut dalam kontestasi Pilkada Serentak, dengan dipilih melalui setuju atau tidak setuju.
Ketua MPR Zulkifi Hasan mengatakan, pihaknya menghormati keputusan MK lantaran putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Namun, penggunaan kata referendum dalam putusan tersebut harus hati-hati.
Kendati demikian, jika memang referendum masuk dalam amar putusan MK, maka putusan tersebut harus diterima oleh seluruh masyarakat khususnya Zulkifli yang berprofesi sebagai pemimpin lembaga negara yang harus taat hukum.
"Hanya istilah referendum itu, saya tidak tahu amar putusan, atau dari teman-teman media," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2015).
"Saya belum baca dan dapat salinannya. Tapi kalau bicara referendum, hati-hati jangan sampai buka kotak pandora, nanti kalau calon tunggal di Aceh dan Papua referendum, ditambah kalimatnya jadi susah," imbuhnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku sependapat dengan satu-satunya Hakim MK Partialis Akbar yang tidak setuju jika putusan MK terkait calon tunggal itu disebut dengan referendum.
Pasalnya menurut dia, kontetasi Pilkada Serentak bersifat pilihan. Sehingga syarat independen sulit dilakukan, lantaran sudah dikurangi dari jumlah penduduk menjadi jumlah pemilih.
Namun sekali lagi, sebagai pemimpin lembaga negara, Zulkifli menegaskan dirinya tetap menghormati putusan MK tersebut. "Mudah-mudahan dalam amar itu tidak ada istilah referendum," ungkapnya.
"Jangan bilang referendum. Kita tetap akan memilih calon bupati, gubernur dengan setuju atau tidak. Kalau tidak kalah, ya kalau setuju menang. Jangan terlalu mudah mesti bijak demi kepentingan besar," tandasnya.
Pilihan:
DPR Setuju Dana Tambahan Rp37 Triliun untuk Alutsista TNI
Ketua MPR Zulkifi Hasan mengatakan, pihaknya menghormati keputusan MK lantaran putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Namun, penggunaan kata referendum dalam putusan tersebut harus hati-hati.
Kendati demikian, jika memang referendum masuk dalam amar putusan MK, maka putusan tersebut harus diterima oleh seluruh masyarakat khususnya Zulkifli yang berprofesi sebagai pemimpin lembaga negara yang harus taat hukum.
"Hanya istilah referendum itu, saya tidak tahu amar putusan, atau dari teman-teman media," ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2015).
"Saya belum baca dan dapat salinannya. Tapi kalau bicara referendum, hati-hati jangan sampai buka kotak pandora, nanti kalau calon tunggal di Aceh dan Papua referendum, ditambah kalimatnya jadi susah," imbuhnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku sependapat dengan satu-satunya Hakim MK Partialis Akbar yang tidak setuju jika putusan MK terkait calon tunggal itu disebut dengan referendum.
Pasalnya menurut dia, kontetasi Pilkada Serentak bersifat pilihan. Sehingga syarat independen sulit dilakukan, lantaran sudah dikurangi dari jumlah penduduk menjadi jumlah pemilih.
Namun sekali lagi, sebagai pemimpin lembaga negara, Zulkifli menegaskan dirinya tetap menghormati putusan MK tersebut. "Mudah-mudahan dalam amar itu tidak ada istilah referendum," ungkapnya.
"Jangan bilang referendum. Kita tetap akan memilih calon bupati, gubernur dengan setuju atau tidak. Kalau tidak kalah, ya kalau setuju menang. Jangan terlalu mudah mesti bijak demi kepentingan besar," tandasnya.
Pilihan:
DPR Setuju Dana Tambahan Rp37 Triliun untuk Alutsista TNI
(maf)