Penjelasan Menag Soal Lambatnya Data Jamaah Wafat Insiden Mina
A
A
A
MINA - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mendengar langsung keluhan jamaah haji Indonesia terkait lambatnya informasi soal data jamaah wafat insiden Mina yang terjadi pada Kamis 24 September 2015 pagi.
Berkunjung ke Maktab 7 (Mina Jadid) yang menjadi tempat menginap jamaah asal Jawa Barat yang tergabung dalam kloter 61 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS 61), Menag menerima curhat tentang belum adanya kepastian nasib keluarga mereka yang belum kembali setelah peristiwa Mina.
“Untuk menyatakan seseorang itu wafat, harus beradasarkan kesaksian yang bisa dipertanggungjawabkan. Tentu pertanggungjawaban secara medis bahwa seseorang itu memang betul-betul telah wafat,” demikian penjelasan Lukman kepada jamaah haji JKS 61 saat berkunjung ke tendanya Mina Jadid seperti dikutip Sindonews dari portal Kemenag, Sabtu (26/9/2015).
Menurutnya, informasi terkait jamaah wafat tidak cukup mengandalkan pengakuan pihak keluarga bahwa dirinya menyaksikan keluarganya wafat di pangkuan atau di pelukannya tanpa dibarengi informasi tentang indikasi bahwa yang bersangkutan wafat.
“Selama tidak bisa dijelaskan indikasinya, maka itu sulit bagi kami untuk mengatakan bahwa yang bersangkutan wafat,” tegasnya.
Sebab, lanjut Menag, secara yuridis pernyataan seseorang tentang jamaah wafat harus bisa dipertanggungjawabkan, apalagi terkait dengan peristiwa luar biasa dan terjadi di luar negeri. Untuk itu, data jamaah wafat menurut Lukman harus didasarkan pada hasil pemeriksaan pihak otoritatif dan itu adalah petugas kesehatan atau tim medis.
“Oleh kareta itu, pemerintah harus menahan diri menunggu sampai adanya pihak yang memiliki otoritas menyatakan bahwa seseorang wafat atau tidak,” jelasnya.
Menag menambahkan bahwa kesulitan lainnya disebabkan terjadinya peristiwa di negeri orang sehingga Pemerintah Indonesia tidak memiliki otoritas penuh untuk melakukan langkah-langkah yang kita dikehendaki. “Bagaimanapun juga Pemerintah Saudi Arabia mempunyai regulasi sendiri, punya tradisi, budaya, serta tatacaranya tersendiri dalam mengatasi hal-hal seperti ini."
Dia menilai, inilah yang menyebabkan pihaknya tidak cukup leluasa, misalnya untuk mengakses informasi di rumah sakit. Untuk mengakses rumah sakit di Arab tidak semudah mengakses rumah sakit di Tanah Air.
"Ada hal-hal yang menyebabkan prosesnya butuh waktu. Kita tetap berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin untuk melakukan penyisiran dan penelusuran terhadap sejumlah jamaah kita yang memang belum kembali ke kloternya masing-masing,” tambahnya.
PILIHAN:
112 Jamaah Haji Masih Dilaporkan Belum Kembali ke Tenda
Update Tragedi Mina, 14 Jamaah Haji Indonesia Wafat
Berkunjung ke Maktab 7 (Mina Jadid) yang menjadi tempat menginap jamaah asal Jawa Barat yang tergabung dalam kloter 61 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS 61), Menag menerima curhat tentang belum adanya kepastian nasib keluarga mereka yang belum kembali setelah peristiwa Mina.
“Untuk menyatakan seseorang itu wafat, harus beradasarkan kesaksian yang bisa dipertanggungjawabkan. Tentu pertanggungjawaban secara medis bahwa seseorang itu memang betul-betul telah wafat,” demikian penjelasan Lukman kepada jamaah haji JKS 61 saat berkunjung ke tendanya Mina Jadid seperti dikutip Sindonews dari portal Kemenag, Sabtu (26/9/2015).
Menurutnya, informasi terkait jamaah wafat tidak cukup mengandalkan pengakuan pihak keluarga bahwa dirinya menyaksikan keluarganya wafat di pangkuan atau di pelukannya tanpa dibarengi informasi tentang indikasi bahwa yang bersangkutan wafat.
“Selama tidak bisa dijelaskan indikasinya, maka itu sulit bagi kami untuk mengatakan bahwa yang bersangkutan wafat,” tegasnya.
Sebab, lanjut Menag, secara yuridis pernyataan seseorang tentang jamaah wafat harus bisa dipertanggungjawabkan, apalagi terkait dengan peristiwa luar biasa dan terjadi di luar negeri. Untuk itu, data jamaah wafat menurut Lukman harus didasarkan pada hasil pemeriksaan pihak otoritatif dan itu adalah petugas kesehatan atau tim medis.
“Oleh kareta itu, pemerintah harus menahan diri menunggu sampai adanya pihak yang memiliki otoritas menyatakan bahwa seseorang wafat atau tidak,” jelasnya.
Menag menambahkan bahwa kesulitan lainnya disebabkan terjadinya peristiwa di negeri orang sehingga Pemerintah Indonesia tidak memiliki otoritas penuh untuk melakukan langkah-langkah yang kita dikehendaki. “Bagaimanapun juga Pemerintah Saudi Arabia mempunyai regulasi sendiri, punya tradisi, budaya, serta tatacaranya tersendiri dalam mengatasi hal-hal seperti ini."
Dia menilai, inilah yang menyebabkan pihaknya tidak cukup leluasa, misalnya untuk mengakses informasi di rumah sakit. Untuk mengakses rumah sakit di Arab tidak semudah mengakses rumah sakit di Tanah Air.
"Ada hal-hal yang menyebabkan prosesnya butuh waktu. Kita tetap berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin untuk melakukan penyisiran dan penelusuran terhadap sejumlah jamaah kita yang memang belum kembali ke kloternya masing-masing,” tambahnya.
PILIHAN:
112 Jamaah Haji Masih Dilaporkan Belum Kembali ke Tenda
Update Tragedi Mina, 14 Jamaah Haji Indonesia Wafat
(kri)