DPR Terbelah Sikapi Kenaikan Tunjangan

Kamis, 17 September 2015 - 09:52 WIB
DPR Terbelah Sikapi Kenaikan Tunjangan
DPR Terbelah Sikapi Kenaikan Tunjangan
A A A
JAKARTA - Perang pernyataan dan adu argumen terjadi di DPR dalam menyikapi kenaikan tunjangan anggota dan pimpinan alat kelengkapan Dewan (AKD) mulai tahun anggaran 2016.

Bagi kalangan yang setuju dengan kenaikan tunjangan tersebut, argumen yang dimajukan adalah memang sudah sepantasnya penyesuaian dilakukan mengingat beratnya tugas Dewan dan untuk mengimbangi naiknya harga kebutuhan pokok. Terlebih tunjangan DPR tidak pernah dinaikkan selama dua periode sebelumnya.

Sementara yang menolak kenaikan tunjangan berargumen bahwa kondisi perekonomian saat ini tidak memungkinkan sehingga kenaikan tunjangan justru akan dilihat sebagai bentuk ketidakadilan kepada masyarakat.

Mereka yang setuju dengan kenaikan tunjangan tersebut antara lain Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Dimyati Natakusumah, dan Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya.

Sementara yang menyampaikan penolakan antara lain Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan, dan anggota Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul.

Menurut Fahri, jika dibandingkan dengan tugas yang diemban anggota Dewan, sebenarnya nilai kenaikan tunjangan yang telah disetujui pemerintah melalui Menteri Keuangan tersebut masih sangat kecil. Seharusnya DPR diberi kebebasan untuk menyusun anggaran sendiri, apalagi tugas DPR di bidang pengawasan cukup berat.

“Agar fungsi pengawasan itu berjalan efektif, tunjangan bagi anggota DPR harus lebih ditingkatkan. DPR dipilih langsung oleh rakyat, diberi kebebasan, jadi harusnya diberi kebebasan pada sektor finansial dalam rangka mengawasi pemerintah supaya lebih efektif,” kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Fahri juga menyayangkan mengapa DPR tidak bisa menyusun anggaran sesuai dengan kebutuhan. Jangankan bisa menyusun anggaran, ada kenaikan yang jumlahnya tidak terlalu signifikan saja sudah mendapatkan protes luas.

Achmad Dimyati Natakusumah mengatakan, penambahan tunjangan bagi anggota DPR merupakan hal wajar di tengah laju inflasi di dalam negeri. Kenaikan tunjangan juga pantas dilakukan agar kinerja para anggota DPR lebih profesional. “Agar kinerja anggota meningkat, tidak masalah tunjangan ditambah,” katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya memahami bahwa memang ada kebutuhan untuk menyesuaikan tunjangan bagi anggota DPR. Tapi, kata dia, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak memungkinkan. “Masalahnya, tunjangan itu diberikan pada saat situasi ekonomi kita dalam kondisi sempoyongan,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, ada beberapa persoalan besar yang harus lebih diperhatikan DPR ketimbang soal kenaikan tunjangan seperti nasib guru honorer, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi buruh, serta daya beli yang terus merosot.

Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin berpendapat, meski dari jumlah kenaikan tunjangan tidak terlalu signifikan, tetap saja hal itu mencederai rasa keadilan masyarakat. Terlebih, kenaikan dilakukan di tengah kelesuan ekonomi bangsa.

Rahmat sahid
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0938 seconds (0.1#10.140)