Partai Oposisi Singapura Terancam Punah

Senin, 14 September 2015 - 10:27 WIB
Partai Oposisi Singapura Terancam Punah
Partai Oposisi Singapura Terancam Punah
A A A
SINGAPURA - Partai oposisi tidak memberikan gebrakan dalam pemilu Singapura pada Jumat (11/9 lalu. Mereka tidak mampu menghadapi Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berambisi untuk menjadi ”partai tunggal”.

Partai oposisi pun terancam punah karena tidak mampu bersaing dengan PAP. Partai Pekerja (WP), Partai Demokratik Singapura (SDP), Partai Rakyat Singapura (SPP), dan partai lainnya tidak berhasil meraih 30% suara di seluruh konstituen mereka. Bahkan, Partai Solidaritas Nasional, Partai Kekuatan Rakyat, Partai Pertama Rakyat Singapura, Partai Reformasi, dan Partai Aliansi Demokratik Singapura tidak mendapatkan apa pun.

Mereka bukan hanya penggembira dan penonton, melainkan juga menjadi korban ”keganasan” PAP. ”Hanya WP yang memiliki perwakilan di parlemen,” kata Siew Kum Hong, pengamat politik Singapura, dikutip harian Today . Ruang bagi partai oposisi yang semakin sedikit dalam peta politik Singapura, menurut Siew, mereka harus berpikir keras tentang strategi dan bertanya apakah mau bertahan atau tidak.

Siew mengambil contoh SPP yang tidak berhasil mencapai ekspektasi. Hanya Lina Chiam yang bertarung di Potong Pasir berhasil meraih 33,59% suara. Namun, itu menurun dibandingkan pada 2011 di mana Lina berhasil meraih 49,64%. ”Saya tidak yakin SPP akan menjadi kekuatan politik yang akan bertahan,” tutur Siew.

Mengenai kinerja WP, Siew mengaku terkejut dengan performa partai tersebut yang tidak cemerlang seperti empat tahun lalu. Dia memandang kegagalan WP karena pendekatan ”konservatif” yang lebih diutamakan para calon anggota parlemen. ”Pendekatan konservatif justru menjadikan sentimen dari publik Singapura,” tuturnya.

Menurut profesor hukum dari Universitas Manajemen Singapura, Eugene Tan, hanya WP dan SDP yang diperkirakan akan bertahan, sedangkan partai lain sangat tidak relevan jika harus ikut dalam kampanye mendatang. ”Mereka mungkin berpikir untuk konsolidasi sumber daya,” katanya.

Partai oposisi, kata dia, juga harus melakukan konsolidasi, terutama berkaitan dengan ideologi untuk menciptakan nilai politik. Pertanyaannya, kini kenapa sejumlah partai oposisi harus menemui kekalahan? Bukan hanya karena ketangguhan PAP, melainkan juga banyak kandidat anggota parlemen yang dipilih partai oposisi tidak memiliki kompetensi dan rekam jejak yang bagus.

Di samping itu, rakyat Singapura memandang negara harus aman dari tekanan ketidakjelasan ekonomi global. ”Para pemilih yang belum memutuskan afiliasi politik berpikir tidak akan melemahkan PAP karena krisis ekonomi,” tutur Tan.

Asisten profesor Alan Chong dari Kajian Internasional Sekolah S Rajaratman mengungkapkan, warga Singapura yang memiliki pandangan liberal tetap akan mendukung partai oposisi, tapi rakyat Singapura masih memilih partai oposisi yang tepat. ”Partai oposisi perlu melakukan reorganisasi. Perlu adanya pembaharuan kepemimpinan dan konsolidasi,” tuturnya.

Fakta yang berbeda ditunjukkan antara di media sosial dan kotak suara. Di media sosial, partai oposisi mendapatkan sentimen positif. Dalam setiap kampanye, partai oposisi juga dibanjiri warga. Tapi di kotak suara, mereka justru mendapatkan suara yang sangat minim. Itu disebabkan mayoritas rakyat Singapura memilih berdiam diri saat kampanye dan menentukan pilihan di kotak suara. ”Sejak 2001 seiring dengan perkembangan internet, partai oposisi memiliki kesempatan besar,” ujar Siew.

Menurut Felix Tan dari Pendidikan Global SIM, media sosial menjadi permasalahan wabah di masyarakat atau segmen spesifik di masyarakat Singapura. Namun, beberapa isu di media sosial lebih bersifat anekdot atau dipersonalisasikan. ”Media sosial hanya berdampak kecil bagi masyarakat,” tutur Tan.

Andika hendra m
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4977 seconds (0.1#10.140)