Biaya Administrasi Token Listrik Dievaluasi

Senin, 14 September 2015 - 10:21 WIB
Biaya Administrasi Token...
Biaya Administrasi Token Listrik Dievaluasi
A A A
JAKARTA - Setelah menjadi polemik berkepanjangan, pemerintah dan PT PLN (Persero) berniat mengevaluasi biaya administrasi dalam penjualan listrik melalui sistem prabayar (token).

Biaya administrasi dalam penjualan listrik prabayar dinilai membebani masyarakat. Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, pemerintah bersama PLN akan mengevaluasi dan mencarikan solusi agar biaya administrasi tersebut tidak menjadi beban bagi masyarakat.

”Biaya administrasi hanya dikenakan untuk pembelian prabayar, sedangkan untuk pascabayar tidak ada. Itu yang akan segera dievaluasi dan dicarikan solusinya,” kata dia saat ditemui dalam acara diskusi ”Energi Kita” di Dewan Pers, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, seharusnya pihak bank tidak membebankan biaya administrasi yang berlebihan dalam pembelian pulsa listrik. Biaya administrasi seharusnya juga tidak dibedakan antara pembeli dengan jumlah sedikit tapi dilakukan berkali-kali dengan pembeli dalam jumlah besar tapi hanya sekali pembelian.

”Bank mestinya pasang biaya administrasi pakai dasar persentase pembelian sehingga walaupun beli berkali-kali tetap biasa administrasi charge -nya tidak besar. Itu yang harus dipecahkan agar tidak membebani rakyat kecil,” ujarnya.

Dia mengatakan, Kementerian ESDM sudah meminta kepada PLN untuk segera berkoordinasi dengan bank-bank terkait demi menyelesaikan masalah biaya administrasi tersebut. ”Prinsipnya tadi, biaya administrasi beli sekali dengan berkali-kali sama. Itu harus segera dibenahi,” katanya.

Polemik tentang penjualan listrik prabayar ini mencuat setelah pekan lalu Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menuding ada mafia di balik bisnis tersebut. Menurut Rizal, pembayaran tarif listrik menggunakan token pulsa menimbulkan banyak masalah. Selain harga dan pulsa yang didapat tak sama, sering terjadi listrik mendadak mati karena pulsa habis. Namun tudingan itu dibantah PLN.

PLN menyebut bahwa Rizal Ramli salah persepsi tentang sistem pulsa listrik. Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reforms Fabby Tumiwa menilai listrik prabayar maupun pascabayar sama saja dan hanya berbeda dalam sistem pembayaran. ”Justru listrik prabayar akan menguntungkan pelanggan dan PLN. Bagi PLN cash flow akan lebih sehat, sedangkan untuk pelanggan akan lebih cerdas, tidak konsumtif seperti menggunakan pascabayar,” katanya.

Dia menambahkan, penerapan tarif tenaga listrik telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dan ditetapkan bersama DPR berdasarkan tarif subsidi. Adapun untuk tarif penyesuaian nonsubsidi ditentukan berdasarkan harga minyak mentah Indonesia dan inflasi. ”Tapi jika memang memberatkan masyarakat dan harus ada evaluasi dalam penjualan listrik prabayar, segera investigasi,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR Syaikhul Islam menilai penjualan listrik PLN tidak transparan sehingga harus dibenahi. Menurut dia, seharusnya subsidi listrik yang digelontorkan melalui APBN disalurkan langsung kepada masyarakat melalui token listrik prabayar. ”Kalau ingin transparan harusnya biaya subsidi disalurkan langsung kepada masyarakat melalui token listrik. Dengan begitu selain tepat sasaran, tidak memberatkan, juga jelas manfaatnya,” ujar dia.

Syaikhul juga menuturkan, salah satu hasil rapat antara PLN dan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu adalah meminta agar sistem token atau pulsa listrik dikaji ulang. ”Komisi VII DPR meminta Direktur Utama PT PLN untuk mengkaji kembali sistem pembayaran listrik dengan token agar tidak merugikan konsumen, disertai dengan data jumlah pelanggan PLN 450 VA dan 900 VA per provinsi,” ujarnya.

Nanang wijayanto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0883 seconds (0.1#10.140)