Din Syamsuddin Ingatkan Pentingnya Pembangunan Berkelanjutan
A
A
A
JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat Prof Din Syamsuddin mengingatkan pentingnya tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermakna pada United Nations Meeting of Faiths and Sustainable Development Goals (Aliance of Religions for Conservation) di Bristol, Inggris, 8-9 September 2015.
Dalam ceramahnya, Din menegaskan bahwa agenda PBB untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals atau SDGs) harus diberi predikat bermakna, yaitu sustainable development with meanings.
“Tanpa makna, maka program-program tersebut akan menjadi sia-sia karena tidak akan memberikan manfaat apapun yang berarti,” kata Din lewat pers rilis kepada Sindonews, Minggu 13 September 2015.
Pertemuan yang diprakarsai UNDP dan ARC (Aliance of Religions for Conservations) ini, dihadiri 100-an peserta dari lembaga di PBB, LSM Internasional, dan sejumlah tokoh berbagai agama dari berbagai belahan dunia.
Pertemuan diadakan di Bristol, kota bersejarah yang dinyatakan sebagai Kota Hijau Eropa (European Green City). Pertemuan yang dibuka Lord Mayor Bristol, membahas 17 agenda SDGs khususnya melalui pendekatan keagamaan.
Seperti diketahui, SDGs adalah pelanjut MDGs, terdiri dari 17 agenda yang pada intinya dimaksudkan untuk pewujudan kehidupan dunia yang adil, sejahtera, dan damai, yang bebas dari kemiskinan, kesenjangan, keterbelakangan, pandemi, kekerasan, terorisme, dan kerusakan lingkungan hidup serta perubahan iklim.
Menurut Din, penanggulangan krisis lingkungan hidup terutama perubahan iklim meniscayakan perubahan sistem dunia. Sistem dunia ada yang bertumpu pada humanisme sekuler ikut berandil dalam menciptakan kerusakan global termasuk perubahan iklim dan pemanasan global.
Maka oleh karena itu, diperlukan sistem dunia alternatif yang bertumpu pada nilai-nilai moral dan etika agama.
Dalam kaitan pelaksanaan SDGs, agama menjadi sangat penting dan harus dipentingkan, jelas Din yang juga pendiri Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC).
Sebelumnya, Din memberikan ceramah pada konferensi perdamaian International Conference on Peace is Always Possible di Tirana, Albania. Dari Bristol DS singgah di London guna berdialog dengan para tokoh masyarakat dan mahasiswa Indonesia di KBRI London.
Menjelang keberangkatan ke Albania dan Inggris, Din dan beberapa tokoh agama telah meluncurkan Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi (IBMB) di kantor CDCC di bilangan Menteng Jakarta.
“Gerakan ini berupakan bentuk kepedulian para tokoh lintas agama di Indonesia terhadap kondisi lingkungan. Dengan menggunakan argumentasi teologis mereka mengajak umat masing-masing untuk menyelamatkan dan memuliakan bumi,” ujar Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman.
"Dalam kaitan dengan kehidupan antarumat beragama di Indonesia, Din menyebutkan bahwa dialog intra-agama semakin mendesak saat ini dibandingkan dengan dialog antaragama, karena adanya upaya pemutlakan pemahaman terhadap konsep Ketuhanan, seperti masalah Suni dan Syiah," imbuh Din.
Menurut Din, yang juga anggota UK-Indonesia Islamic Advisory Group, kemajemukan di Indonesia memiliki potensi perpecahan sebagai dampak dari globalisasi yang mendorong individualitas.
“Din juga menambahkan bahwa sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia perlu merajut kebersamaan, karena jika terpecah, maka akan mendorong terbentuknya berbagai elemen radikal, fundamentalis, dan fanatis,” pungkas Alpha.
Dalam ceramahnya, Din menegaskan bahwa agenda PBB untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals atau SDGs) harus diberi predikat bermakna, yaitu sustainable development with meanings.
“Tanpa makna, maka program-program tersebut akan menjadi sia-sia karena tidak akan memberikan manfaat apapun yang berarti,” kata Din lewat pers rilis kepada Sindonews, Minggu 13 September 2015.
Pertemuan yang diprakarsai UNDP dan ARC (Aliance of Religions for Conservations) ini, dihadiri 100-an peserta dari lembaga di PBB, LSM Internasional, dan sejumlah tokoh berbagai agama dari berbagai belahan dunia.
Pertemuan diadakan di Bristol, kota bersejarah yang dinyatakan sebagai Kota Hijau Eropa (European Green City). Pertemuan yang dibuka Lord Mayor Bristol, membahas 17 agenda SDGs khususnya melalui pendekatan keagamaan.
Seperti diketahui, SDGs adalah pelanjut MDGs, terdiri dari 17 agenda yang pada intinya dimaksudkan untuk pewujudan kehidupan dunia yang adil, sejahtera, dan damai, yang bebas dari kemiskinan, kesenjangan, keterbelakangan, pandemi, kekerasan, terorisme, dan kerusakan lingkungan hidup serta perubahan iklim.
Menurut Din, penanggulangan krisis lingkungan hidup terutama perubahan iklim meniscayakan perubahan sistem dunia. Sistem dunia ada yang bertumpu pada humanisme sekuler ikut berandil dalam menciptakan kerusakan global termasuk perubahan iklim dan pemanasan global.
Maka oleh karena itu, diperlukan sistem dunia alternatif yang bertumpu pada nilai-nilai moral dan etika agama.
Dalam kaitan pelaksanaan SDGs, agama menjadi sangat penting dan harus dipentingkan, jelas Din yang juga pendiri Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC).
Sebelumnya, Din memberikan ceramah pada konferensi perdamaian International Conference on Peace is Always Possible di Tirana, Albania. Dari Bristol DS singgah di London guna berdialog dengan para tokoh masyarakat dan mahasiswa Indonesia di KBRI London.
Menjelang keberangkatan ke Albania dan Inggris, Din dan beberapa tokoh agama telah meluncurkan Indonesia Bergerak Menyelamatkan Bumi (IBMB) di kantor CDCC di bilangan Menteng Jakarta.
“Gerakan ini berupakan bentuk kepedulian para tokoh lintas agama di Indonesia terhadap kondisi lingkungan. Dengan menggunakan argumentasi teologis mereka mengajak umat masing-masing untuk menyelamatkan dan memuliakan bumi,” ujar Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman.
"Dalam kaitan dengan kehidupan antarumat beragama di Indonesia, Din menyebutkan bahwa dialog intra-agama semakin mendesak saat ini dibandingkan dengan dialog antaragama, karena adanya upaya pemutlakan pemahaman terhadap konsep Ketuhanan, seperti masalah Suni dan Syiah," imbuh Din.
Menurut Din, yang juga anggota UK-Indonesia Islamic Advisory Group, kemajemukan di Indonesia memiliki potensi perpecahan sebagai dampak dari globalisasi yang mendorong individualitas.
“Din juga menambahkan bahwa sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia perlu merajut kebersamaan, karena jika terpecah, maka akan mendorong terbentuknya berbagai elemen radikal, fundamentalis, dan fanatis,” pungkas Alpha.
(maf)