76 Orang Tersangka Pembakar Lahan

Sabtu, 12 September 2015 - 11:08 WIB
76 Orang Tersangka Pembakar Lahan
76 Orang Tersangka Pembakar Lahan
A A A
JAKARTA - Polri menetapkan 76 tersangka kasus pembakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan. Satu di antaranya berasal dari pihak perusahaan atau korporasi.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Polri Kombes Pol Suharsono mengatakan, selain dugaan pembakaran, penyelidikan Polri juga mengarah pada dugaan pelanggaran perizinan yang dilakukan oleh perusahaan. ”Sanksi pidana tegas, sanksi administratif juga saya kira tegas. Karena ini (pembakaran lahan dan hutan) berdampak luar biasa,” kata Suharsono kemarin.

Berdasarkan data kebakaran hutan dan lahan dari Bareskrim Polri, selama 2015 telah terjadi 48 kebakaran yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Meliputi Sumatera Selatan (Sumsel), Riau, Jambi, Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Kalimantan Barat (Kalbar). Total luas lahan yang terbakar di daerah itu mencapai 29.380 hektare (ha). Dari hasil penyelidikan pihak berwajib, 76 orang dinyatakan sebagai tersangka kasus pembakaran lahan dan hutan tersebut.

Mereka terdiri atas 5 tersangka di Sumsel, 27 tersangka di Riau, 20 di Jambi, 11 di Kalteng, dan 12 di Kalbar. Satu lainnya yang berasal dari korporasiditetapkantersangkaoleh Mabes Polri. ”Penyidikan masih berlangsung dan kemungkinan tersangka bertambah sangat dimungkinkan,” ujar Harsono.

Dia menambahkan, ada tiga jenis undang-undang (UU) yang digunakan menjerat tersangka, yakni UU Nomor 41/ 1999 tentang Kehutanan, Pasal 50 huruf d dan Pasal 78 ayat 3 dan 4, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga dapat dikenai Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 18/2004 tentang Perkebunan dengan ancaman kurungan penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp10 miliar.

Terakhir, pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal 108 UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp10 miliar. Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Rahmat Ajiguna berpendapat, akar masalah asap yang menjadi rutinitas tahunan sejak 1980 adalah monopoli tanah oleh perusahaan perkebunan kayu dan sawit. Faktanya, pembakaran lahan terjadi di area konsesi perkebunan.

Menurut Rahmat, upaya pemerintah mengatasi itu hanya sebatas pemadaman pembakaran lahan. Selama ini tidak ada upaya maksimal terkait pencegahan dan penindakan terhadap pelaku pembakaran hutan. ”Penindakan yang selama ini dilakukan sebatas penindakan terhadap petani yang dikorbankan,” ujarnya. Rahmat menambahkan, pemerintah harus menetapkan masalah asap sebagai bencana nasional.

Alhasil, aksi tanggap darurat yang dilakukan tidak hanya memadamkan api, melainkan juga menangani korban asap dengan menyediakan tempat pengungsian yang aman, memberikan pelayanan kesehatan gratis, penyediaan makanan dan minuman, serta mengirim psikolog. ”Pemerintah juga harus memberikan kompensasi terhadap rakyat yang sakit. Mereka tidak bisa bekerja karena asap, tidak dapat sekolah dan beraktivitas yang lain,” ujarnya.

AGRA juga mendesak pemerintah mencabut izin perkebunan lama dan tidak mengeluarkan izin baru terhadap perusahaan perkebunan yang terbukti sengaja membakar hutan. Tidak boleh lupa untuk menangkap pemilik perkebunan yang membakar lahan serta mem-black list para investornya.

Hotspot Tetap Meningkat

Sementara itu, meski operasi darurat asap telah ditingkatkan, titik panas (hotspot ) di Sumatera dan Kalimantan tetap meningkat. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho memaparkan, berdasarkan pantauan Satelit Terra dan Aqua kemarin, ada 1.887 titik yang terdiri atas 575 titik di Sumatera dan 1.312 titik panas di Kalimantan.

Titik panas di Sumatera terkonsentrasi di Sumsel 449 titik, Jambi 93 titik, Bangka Belitung 49 titik, dan Riau 11 titik. Adapun 1.312 titik panas di Kalimantan tersebar di Kalimantan Barat 508 titik, Kalimantan Selatan 127 titik, Kalimantan Tengah 579 titik, Kalimantan Timur 95 titik, dan Kalimantan Utara 4 titik. ”Diperkirakan hingga pertengahan September potensi kebakaran masih tinggi karena cuaca semakin kering,” katanya.

Sutopo menambahkan, sampai saat ini asap masih menutupi wilayah Sumsel, Riau, sebagian Lampung, dan seluruh wilayah Kalimantan, kecuali Kalimantan Utara. Di samping itu, kualitas udara di wilayah tersebut terus memburuk, bahkan sebagian besar berada pada level tidak sehat hingga bahaya. Sutopo memaparkan, data sementara penderita ISPA di Riau berjumlah 14.566 jiwa, di Sumsel 22.855 jiwa, dan Kalsel 40.000 jiwa.

Khoirul muzakki
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9061 seconds (0.1#10.140)