Perindo Gugat Syarat Pengajuan Calon Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Partai Persatuan Indonesia (Perindo) menggugat syarat batas pengajuan calon kepala daerah yang diatur dalam Undang - Undang (UU) 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Aturan itu dianggap mengganjal dan tidak memberi ruang bagi partai kecil untuk mengajukan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Ujimateri UUinidiajukanWakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Perindo Effendy Syahputra. Dia mempersoalkan pemberlakuan Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pilkada.
Ketentuan ini mensyaratkan partai politik maupun gabungan partai politik bisa mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislatif di daerah tersebut. Namun, aturan ini dinilai sangat memberatkan bagi partai kecil terutama partai baru untuk ikut dalam pilkada serentak selanjutnya.
Bukan tidak mungkin, setelah Pemilu 2019, Partai Perindo akan turut serta mencalonkan dalam pilkada serentak. ”Setelah Perindo mendapatkan legalisasi dari Kemenkumham dan mengikuti pileg dan pilpres, otomatis pada pilkada serentak berikutnya pemohon dalam hal ini berpeluang untuk berkontestasi,” ungkap kuasa hukum Effendy, Ridwan Darmawan, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menurut Ridwan, uji materi ini bukan hanya persoalan keikutsertaan partai baru, tetapi lebih merujuk pada perlindungan hak warga negara atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Bisa saja justru dari partai kecil ataupun partai baru tersebut ada kader-kader yang teruji kualitasnya, namun tidak bisa mencalonkan diri karena syarat pencalonan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.
”Faktanya saat ini, pilkada tahun 2015 di beberapa daerah terjadi pengguguran calon karena tidak memenuhi dukungan. Berdampak pada sedikitnya bakal calon, bahkan munculnya calon tunggal,” paparnya. Perindo pun akan mengajukan sejumlah bukti untuk menguatkan argumen permohonan. Bahkan ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa ada syarat batas pengajuan calon telah menumbuhkan politik transaksional.
Menanggapi hal ini, MK menyatakan pemohon harus memperkuat kedudukan hukumnya, apakah mengajukan diri sebagai perseorangan warga negara atau atas nama partai. Potensial kerugian hak konstitusional yang dimiliki warga perseorangan dengan partai jelas berbeda. MK juga menyarankan agar permintaan permohonan (petitum ) diperbaiki dengan memberikan syarat alternatif.
”Kalau aturan ini dihilangkan, lalu apa yang jadi pegangan? Itu harus dipikirkan,” ungkap hakim konstitusi Manahan MP Sitompul.
Nurul adriyana
Aturan itu dianggap mengganjal dan tidak memberi ruang bagi partai kecil untuk mengajukan calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Ujimateri UUinidiajukanWakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Perindo Effendy Syahputra. Dia mempersoalkan pemberlakuan Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Pilkada.
Ketentuan ini mensyaratkan partai politik maupun gabungan partai politik bisa mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu legislatif di daerah tersebut. Namun, aturan ini dinilai sangat memberatkan bagi partai kecil terutama partai baru untuk ikut dalam pilkada serentak selanjutnya.
Bukan tidak mungkin, setelah Pemilu 2019, Partai Perindo akan turut serta mencalonkan dalam pilkada serentak. ”Setelah Perindo mendapatkan legalisasi dari Kemenkumham dan mengikuti pileg dan pilpres, otomatis pada pilkada serentak berikutnya pemohon dalam hal ini berpeluang untuk berkontestasi,” ungkap kuasa hukum Effendy, Ridwan Darmawan, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menurut Ridwan, uji materi ini bukan hanya persoalan keikutsertaan partai baru, tetapi lebih merujuk pada perlindungan hak warga negara atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Bisa saja justru dari partai kecil ataupun partai baru tersebut ada kader-kader yang teruji kualitasnya, namun tidak bisa mencalonkan diri karena syarat pencalonan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada.
”Faktanya saat ini, pilkada tahun 2015 di beberapa daerah terjadi pengguguran calon karena tidak memenuhi dukungan. Berdampak pada sedikitnya bakal calon, bahkan munculnya calon tunggal,” paparnya. Perindo pun akan mengajukan sejumlah bukti untuk menguatkan argumen permohonan. Bahkan ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa ada syarat batas pengajuan calon telah menumbuhkan politik transaksional.
Menanggapi hal ini, MK menyatakan pemohon harus memperkuat kedudukan hukumnya, apakah mengajukan diri sebagai perseorangan warga negara atau atas nama partai. Potensial kerugian hak konstitusional yang dimiliki warga perseorangan dengan partai jelas berbeda. MK juga menyarankan agar permintaan permohonan (petitum ) diperbaiki dengan memberikan syarat alternatif.
”Kalau aturan ini dihilangkan, lalu apa yang jadi pegangan? Itu harus dipikirkan,” ungkap hakim konstitusi Manahan MP Sitompul.
Nurul adriyana
(ars)