Bawaslu Minta BPK Audit SKPD
A
A
A
LUBUK LINGGAU - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan praktik kampanye terselubung yang dilakukan pejabat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pada masa kampanye pilkada serentak ini.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta melakukan audit terhadap daerah yang terindikasi melanggar. Kampanye terselubung tersebut dilakukan para pejabat SKPD atau kepala dinas melalui iklan pada media baliho, spanduk dan sejenisnya.
Sepintas baliho tersebut hanya memaparkan program-program yang telah dilaksanakan SKPD. Namun, jika dicermati, isi pesannya lebih kepada paparan atas prestasi atau keberhasilan yang telah dicapai kepala daerah yang kembali mencalonkan diri. Di baliho tersebut juga menampilkan foto petahana.
Anggota Bawaslu, Nasrullah mengakui, praktik tersebut merupakan bentuk pelanggaran. Tidak hanya menyangkut larangan PNS terlibat dalam dukung mendukung di pilkada, melainkan juga berkaitan dengan penggunaan dana APBD untuk kepentingan politik. ”Kami minta BPK mengaudit, nanti hasilnya bisa diajukan ke ranah penegakan hukum, terutama menyangkut tindak pidana korupsi,” ujar Nasrullah saat membuka Rapat Koordinasi Stakeholder Pengawasan Pilkada Musi Rawas dan Musi Rawas Utara, di Sumatera Selatan, kemarin.
Modus yang diungkap Nasrullah ini melengkapi banyak laporan yang diterima Bawaslu sebelumnya perihal dugaan pelanggaran yang kerap dilakukan petahana. Praktik lain yang sering dilaporkan adalah petahana mengiming-imingi PNS jabatan tertentu jika mereka memberikan dukungannya. Selain itu, petahana membuat kegiatan tertentu yang diselipkan di program SKPD dengan dibiayai APBD.
Bahkan, pada pilkada serentak ini ditengarai ada oknum kepala daerah yang sengaja menahan dana desa dan nanti baru dicairkan menjelang pencoblosan. Nasrullah mengatakan halhal semacam itu harus dicermati semua pihak karena ini bukan hanya pelanggaran administrasi, melainkan juga berpotensi pidana.
”Kami juga sudah bekerja sama dengan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. Nanti dilihat apakah temuan kami ini diserahkan kepada KPK, kepolisian atau kejaksaan,” katanya. Sementara itu, menyikapi temuan Bawaslu, BPK menyatakan siap melakukan audit investigasi. Apabila ditemukan kejanggalan atas penggunaan uang negara, termasuk pada program SKPD, BPK bisa langsung turun tangan.
”Kalau Bawaslu meminta kami akan lakukan audit investigasi,” ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis kepada KORAN SINDO kemarin. Namun, menurutnya tidak semua kasus bisa dilakukan audit investigasi. Sebab, untuk melakukan audit tersebut harus jelas dulu data dan faktanya.
”Namun akan kita bicarakan dulu audit investigasi untuk kasus yang mana. Kalau ada dugaan incumbent (petahana) menggunakan SKPD, di kabupaten mana, setelah itu baru kami lakukan audit investigasi,” lanjutnya.
Adapun untuk audit keuangan, Harry menjelaskan pihaknya baru bisa melakukan pada bulan Maret. Namun jika dihitung dengan pelaksanaan kampanye hingga pemungutan suara di bulan Desember 2015 maka hasil audit tentu tidak bisa memenuhi harapan pelapor agar disegerakan. ”Kami baru bisa melakukan audit Maret. BPK juga tidak bisa mengawasi pemilu, karena itu tugas Bawaslu,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prijono Tjiptoherijanto berharap masyarakat segera melapor apabila menemukan adanya ASN atau PNS yang melakukan pelanggaran selama tahapan kampanye pilkada. ”Kami terus terang mengharapkan adanya laporan-laporan dari masyarakat,” ujar Prijono kemarin.
Menurut Prijono pihaknya pun siap untuk mengawasi secara langsung pimpinan setiap SKPD tersebut yang terindikasi melanggar. Adapun sanksi bagi PNS atau pejabat yang terlibat, paling ringan berupa teguran, tapi bisa pula hingga yang terberat, yakni pemberhentian secara tidak terhomat.
Sementara, Komisi II DPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu untuk mencermati hasil verifikasi faktual atas penetapan pasangan calon di pilkada serentak 2015 karena ditemukan banyak masalah.
”Komisi II meminta kepada Bawaslu membuat surat edaran kepada jajarannya di semua tingkatan agar KPU melakukan pencermatan ulang dan Bawaslu melakukan pengawasan ulang terhadap pelaksanaan verifikasi faktual tersebut,” kata Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan KPU dan Bawaslu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya sudah menjalankan tahapan pendaftaran dengan baik, baik soal identifikasi permasalahan dalam penetapan pasangan calon, dokumen palsu, dualisme kepengurusan partai, ketentuan waktu pendaftaran, pemenuhan dokumen dari instansi lain, maupun pemenuhan syarat calon berstatus mantan napi.
Dian ramdhani / kiswondari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta melakukan audit terhadap daerah yang terindikasi melanggar. Kampanye terselubung tersebut dilakukan para pejabat SKPD atau kepala dinas melalui iklan pada media baliho, spanduk dan sejenisnya.
Sepintas baliho tersebut hanya memaparkan program-program yang telah dilaksanakan SKPD. Namun, jika dicermati, isi pesannya lebih kepada paparan atas prestasi atau keberhasilan yang telah dicapai kepala daerah yang kembali mencalonkan diri. Di baliho tersebut juga menampilkan foto petahana.
Anggota Bawaslu, Nasrullah mengakui, praktik tersebut merupakan bentuk pelanggaran. Tidak hanya menyangkut larangan PNS terlibat dalam dukung mendukung di pilkada, melainkan juga berkaitan dengan penggunaan dana APBD untuk kepentingan politik. ”Kami minta BPK mengaudit, nanti hasilnya bisa diajukan ke ranah penegakan hukum, terutama menyangkut tindak pidana korupsi,” ujar Nasrullah saat membuka Rapat Koordinasi Stakeholder Pengawasan Pilkada Musi Rawas dan Musi Rawas Utara, di Sumatera Selatan, kemarin.
Modus yang diungkap Nasrullah ini melengkapi banyak laporan yang diterima Bawaslu sebelumnya perihal dugaan pelanggaran yang kerap dilakukan petahana. Praktik lain yang sering dilaporkan adalah petahana mengiming-imingi PNS jabatan tertentu jika mereka memberikan dukungannya. Selain itu, petahana membuat kegiatan tertentu yang diselipkan di program SKPD dengan dibiayai APBD.
Bahkan, pada pilkada serentak ini ditengarai ada oknum kepala daerah yang sengaja menahan dana desa dan nanti baru dicairkan menjelang pencoblosan. Nasrullah mengatakan halhal semacam itu harus dicermati semua pihak karena ini bukan hanya pelanggaran administrasi, melainkan juga berpotensi pidana.
”Kami juga sudah bekerja sama dengan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung. Nanti dilihat apakah temuan kami ini diserahkan kepada KPK, kepolisian atau kejaksaan,” katanya. Sementara itu, menyikapi temuan Bawaslu, BPK menyatakan siap melakukan audit investigasi. Apabila ditemukan kejanggalan atas penggunaan uang negara, termasuk pada program SKPD, BPK bisa langsung turun tangan.
”Kalau Bawaslu meminta kami akan lakukan audit investigasi,” ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis kepada KORAN SINDO kemarin. Namun, menurutnya tidak semua kasus bisa dilakukan audit investigasi. Sebab, untuk melakukan audit tersebut harus jelas dulu data dan faktanya.
”Namun akan kita bicarakan dulu audit investigasi untuk kasus yang mana. Kalau ada dugaan incumbent (petahana) menggunakan SKPD, di kabupaten mana, setelah itu baru kami lakukan audit investigasi,” lanjutnya.
Adapun untuk audit keuangan, Harry menjelaskan pihaknya baru bisa melakukan pada bulan Maret. Namun jika dihitung dengan pelaksanaan kampanye hingga pemungutan suara di bulan Desember 2015 maka hasil audit tentu tidak bisa memenuhi harapan pelapor agar disegerakan. ”Kami baru bisa melakukan audit Maret. BPK juga tidak bisa mengawasi pemilu, karena itu tugas Bawaslu,” ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Prijono Tjiptoherijanto berharap masyarakat segera melapor apabila menemukan adanya ASN atau PNS yang melakukan pelanggaran selama tahapan kampanye pilkada. ”Kami terus terang mengharapkan adanya laporan-laporan dari masyarakat,” ujar Prijono kemarin.
Menurut Prijono pihaknya pun siap untuk mengawasi secara langsung pimpinan setiap SKPD tersebut yang terindikasi melanggar. Adapun sanksi bagi PNS atau pejabat yang terlibat, paling ringan berupa teguran, tapi bisa pula hingga yang terberat, yakni pemberhentian secara tidak terhomat.
Sementara, Komisi II DPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu untuk mencermati hasil verifikasi faktual atas penetapan pasangan calon di pilkada serentak 2015 karena ditemukan banyak masalah.
”Komisi II meminta kepada Bawaslu membuat surat edaran kepada jajarannya di semua tingkatan agar KPU melakukan pencermatan ulang dan Bawaslu melakukan pengawasan ulang terhadap pelaksanaan verifikasi faktual tersebut,” kata Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan KPU dan Bawaslu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya sudah menjalankan tahapan pendaftaran dengan baik, baik soal identifikasi permasalahan dalam penetapan pasangan calon, dokumen palsu, dualisme kepengurusan partai, ketentuan waktu pendaftaran, pemenuhan dokumen dari instansi lain, maupun pemenuhan syarat calon berstatus mantan napi.
Dian ramdhani / kiswondari
(ars)