Obati Stroke, Tahan Rindu untuk Bersua Keluarga
A
A
A
JAKARTA - Walaupun sudah terbebas dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi dan pulang ke Indonesia, Satinah belum bisa bertemu dengan keluarga besar di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Ibu satu anak itu terkena stroke dan hanya bisa lemah terbaring di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Satinah pun hanya bisa memendam kerinduannya. Mantan TKI itu juga berdoa dan memohon dukungan. Ketika Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AM Fachir datang menjenguk, Satinah menyambut dengan senyuman.
Fachir merupakan salah satu diplomat RI yang berupaya menyelamatkan Satinah dari ancaman hukuman mati saat masih menjadi duta besar (dubes) RI Riyadh. Dengan didampingi anak tunggal dan kakaknya, Satinah berbincang-bincang selama beberapa puluh menit dengan Fachir di Ruang Cenderawasih RS Polri. ”Kami berharap dia bisa sembuh total seperti sedia kala,” ujar Fachir di sela-sela kunjungannya kepada para wartawan kemarin.
Satinah, menderita Fachir, menderita stroke cukup parah. Dia masih sulit untuk mengucapkan kata-kata. ”Karena itu, terapi akan terus dilanjutkan. Kita lihat saja nanti, Satinah mungkin akan berada di RS Polri selama beberapa hari sebelum bisa pulang ke kampung halamannya. Saat ini dia baru bisa menggerakkan tangan sedikit demi sedikit,” imbuh Fachir.
Satinah terpaksa melakukan tindak pidana pembunuhan, pencurian, dan zina muhsan saat berada di Arab Saudi. Namun dia sadar perbuatan itu tidaklah benar. Selama berada di tahanan, Satinah menjadi rajin membaca Alquran hingga hafal beberapa juz. ”Itu merupakan sebuah pencapaian. Mudah-mudahan bisa diteruskan,” kata Fachir.
Kakak Satinah, Paeri Alferi, turut hadir di RS Polri. Dia mengatakan Satinah kemungkinan tinggal di RS Polri selama satu sampai dua minggu sebelum kembali ke Ungaran. ”Adik saya terkena stroke di kaki dan tangan bagian kiri. Sekarang sudah bisa berbicara. Sebelumnya tidak. Satinah terkena stroke sejak enam bulan yang lalu,” kata Paeri.
Sang kakak memanjatkan syukur kepada Allah SWT dan berterima kasih kepada Kemlu karena sudah memberikan yang terbaik dalam membantu Satinah di Arab Saudi. ”Kepulangan adik saya merupakan karunia dari Allah SWT. Dia sudah bisa menghirup udara bebas. Kami juga berterima kasih kepada Kemlu. Semoga Allah SWT memberikan keselamatan dan kesehatan kepada kita semua,” katanya.
Pernyataan Paeri bukan tanpa alasan. Terdakwa yang terbebas dari hukuman mati di Arab Saudi terbilang jarang. Walaupun terdakwa dimaafkan ahli waris, mereka terkadang tidak mampu membayar diyat. Satinah sendiri terbebas dari hukuman mati setelah membayar diyat sebesar Rp21 miliar.
”Biasanya di Arab Saudi sendiri diyat tidak hanya dibayar keluarga terdakwa, tapi juga dimintakan bantuan dari kabilah-kabilah. Sederhananya, kayak iuran patungan. Sebab ini menjadi musibah yang harus ditanggung bersama. Ketika masuk negara orang, kita juga harus mengikuti hukum di negara itu,” kata Fachir.
M SHAMIL
Ibu satu anak itu terkena stroke dan hanya bisa lemah terbaring di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Satinah pun hanya bisa memendam kerinduannya. Mantan TKI itu juga berdoa dan memohon dukungan. Ketika Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AM Fachir datang menjenguk, Satinah menyambut dengan senyuman.
Fachir merupakan salah satu diplomat RI yang berupaya menyelamatkan Satinah dari ancaman hukuman mati saat masih menjadi duta besar (dubes) RI Riyadh. Dengan didampingi anak tunggal dan kakaknya, Satinah berbincang-bincang selama beberapa puluh menit dengan Fachir di Ruang Cenderawasih RS Polri. ”Kami berharap dia bisa sembuh total seperti sedia kala,” ujar Fachir di sela-sela kunjungannya kepada para wartawan kemarin.
Satinah, menderita Fachir, menderita stroke cukup parah. Dia masih sulit untuk mengucapkan kata-kata. ”Karena itu, terapi akan terus dilanjutkan. Kita lihat saja nanti, Satinah mungkin akan berada di RS Polri selama beberapa hari sebelum bisa pulang ke kampung halamannya. Saat ini dia baru bisa menggerakkan tangan sedikit demi sedikit,” imbuh Fachir.
Satinah terpaksa melakukan tindak pidana pembunuhan, pencurian, dan zina muhsan saat berada di Arab Saudi. Namun dia sadar perbuatan itu tidaklah benar. Selama berada di tahanan, Satinah menjadi rajin membaca Alquran hingga hafal beberapa juz. ”Itu merupakan sebuah pencapaian. Mudah-mudahan bisa diteruskan,” kata Fachir.
Kakak Satinah, Paeri Alferi, turut hadir di RS Polri. Dia mengatakan Satinah kemungkinan tinggal di RS Polri selama satu sampai dua minggu sebelum kembali ke Ungaran. ”Adik saya terkena stroke di kaki dan tangan bagian kiri. Sekarang sudah bisa berbicara. Sebelumnya tidak. Satinah terkena stroke sejak enam bulan yang lalu,” kata Paeri.
Sang kakak memanjatkan syukur kepada Allah SWT dan berterima kasih kepada Kemlu karena sudah memberikan yang terbaik dalam membantu Satinah di Arab Saudi. ”Kepulangan adik saya merupakan karunia dari Allah SWT. Dia sudah bisa menghirup udara bebas. Kami juga berterima kasih kepada Kemlu. Semoga Allah SWT memberikan keselamatan dan kesehatan kepada kita semua,” katanya.
Pernyataan Paeri bukan tanpa alasan. Terdakwa yang terbebas dari hukuman mati di Arab Saudi terbilang jarang. Walaupun terdakwa dimaafkan ahli waris, mereka terkadang tidak mampu membayar diyat. Satinah sendiri terbebas dari hukuman mati setelah membayar diyat sebesar Rp21 miliar.
”Biasanya di Arab Saudi sendiri diyat tidak hanya dibayar keluarga terdakwa, tapi juga dimintakan bantuan dari kabilah-kabilah. Sederhananya, kayak iuran patungan. Sebab ini menjadi musibah yang harus ditanggung bersama. Ketika masuk negara orang, kita juga harus mengikuti hukum di negara itu,” kata Fachir.
M SHAMIL
(ftr)