Krisis Migran Ancam Kebijakan Schengen

Kamis, 03 September 2015 - 09:35 WIB
Krisis Migran Ancam...
Krisis Migran Ancam Kebijakan Schengen
A A A
BRUSSELS - Sistem perbatasan terbuka Uni Eropa (UE) terancam akibat ribuan migran yang semakin membanjiri wilayah tersebut.

Seperti ditegaskan Kanselir Jerman Angela Merkel memperingatkan kebijakan bebas paspor di zona Schengen yang melingkupi 26 negara Eropa berada dalam tantangan serius.

Para pengamat mengkhawatirkan krisis migran akan menjadi bumerang bagi anggota UE dan mereka akan bertindak sendiri-sendiri tanpa adanya koordinasi. ”Jika UE tidak melakukan langkah menyeluruh, situasi saat ini akan mengkhawatirkan. Itu disebabkan para migran bergerak ke jantung UE,” ujar Matthieu Tardis, pakar migrasi berbasis di Paris, kepada AFP .

”Schengen sekarang menjadi pertanyaan. Sistem itu menjadi sangat berisiko karena setiap negara akan menghadapi isu migran berdasarkan opini publik. Pada akhirnya, pertanyaan selanjutnya adalah perlintasan perbatasan nasional,” imbuhnya.

Sejak diciptakan pada 1995, area Schengen, menghapus kewajiban menyerahkan paspor untuk bisa melintasi 22 anggota UE dan beberapa non- UE seperti Norwegia, Swiss, Islandia, dan Liechtenstein. Para pendukung sistem tersebut menyatakan Schengen meningkatkan pasar tunggal Eropa, memangkas anggaran militer di perbatasan dan menghilangkan efek psikologis tentang perlintasan batas.

Namun demikian, sistem Schengen kini justru menjadi ancaman terbesar dengan krisis pengungsi sejak Perang Dunia II. Para pengungsi dari Suriah, Afghanistan, dan Afrika membanjiri Eropa untuk mencari suaka akibat perang dan mencari kehidupan yang lebih baik.

Austria memperketat perbatasan di dekat Hungaria setelah 71 migran ditemukan tewas di dalam mobil boks pada pekan lalu. Mereka mencari para pelaku perdagangan manusia. Selain itu, ancaman terhadap Schengen juga setelah serangan di kereta Prancis dari Amsterdam ke Paris pada bulan lalu. Merkel, pemimpin paling berpengaruh di Eropa, menyerukan distribusi migran yang kini berada di Italia, Yunani dan Hungaria.

Pernyataan Merkel semakin mempertegas ancaman Schengen menjadi benua tanpa perbatasan semakin di ujung tanduk. ”Jika kita tidak mendistribusikan dengan adil (para migran), isu Schengen akan menguat. Kita tidak menginginkan hal itu,” tutur Merkel.

Dari Prancis, ratusan migran menutup jalur kereta api cepat yang menghubungkan Paris dan London di Pelabuhan Calais. Aksi para migran itu menghambat ribuan penumpang Eurostar selama beberapa jam. Sekitar 4.000 migran yang berkemah di Calais tersebut menuntut agar disediakan kereta dan truk agar bisa pergi Inggris.

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris (PM) David Cameron menyatakan untuk menyelesaikan krisis migran dengan membuat stabilitas di negara asal para pengungsi tersebut. ”Saya tidak berpikir terhadap satu jawaban yang tepat untuk menampung lebih banyak pengungsi,” katanya kepada BBC .

Dari Athena, ribuan pengungsi kemarin tiba. Dua kapal yang disewa Pemerintah Yunani mengangkut sekitar 4.300 pengungsi berlabuh di Pelabuhan Piraeus, Athena. Mereka diangkut dari Lesbos, salah satu pulau terluar Yunani, yang menjadi tujuan utama pengungsi dari Suriah. Itu memicu krisis migran di negara yang dilanda krisis ekonomi tersebut.

Menteri Migrasi UE dan Hubungan Dalam Negeri Yunani Dimitris Avramopoulos kemarin berdiskusi tentang krisis tersebut bersama Wakil Presiden Komisi UE Frans Timmermans. Di Hungaria, krisis migran diperparah dengan pemerintah kemarin menutup stasiun kereta api. Mereka melarang 2.000 pengungsi naik kereta dari Budapest ke Austria dan Jerman.

Sekitar 150 pengungsi berdemonstrasi menuntut Pemerintah Hungaria mengizinkan mereka pergi dengan kereta. ”Orang normal, orang tak normal, berpendidikan, tak berpendidikan, dokter, teknisi, kita semua di sini (stasiun) hingga kita bisa ke Jerman,” kata Mohammad, pengungsi asal Suriah yang berada di stasiun.

Dia mengaku akan berdemonstrasi hingga bulan depan atau tahun depan jika memang diperlukan. ”Bukan mimpi kita untuk tinggal di sini dan tidur di jalanan,” paparnya.

Arvin/andika
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6959 seconds (0.1#10.140)