DPR Kritisi KPU dalam Penetapan Paslon Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR mengkritisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam tahapan penetapan pasangan calon (paslon) Pilkada Serentak 2015. Pasalnya, banyak KPU Daerah (KPUD) yang menetapkan standar ganda dan tidak adil dalam menetapkan paslon.
"Banyak kritik soal penetapan paslon, sengketa juga banyak, dan pengelolaan dana juga harus terbuka. Tapi kalau DPR kritik KPU orang bilang DPR ganggu-ganggu kerja KPU," kata Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II bersama dengan KPU-Bawaslu terkait Perkembangan Tahapan Pilkada Serentak 2015 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Rambe menjelaskan, banyak hal yang harus dikritisi ke KPU dalam penetapan paslon pilkada. Hal ini terbukti dengan banyaknya sengketa yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bahkan, banyak juga kritik dari teman-teman fraksi di Komisi II tentang penetapan paslon kemarin.
"Perlakuan KPU tidak boleh berstandar ganda. Kalau di daerah situ engga boleh narapidana mencalonkan, masa di tempat lain boleh," jelas Rambe.
Rambe mencontohkan, ada juga kasuus ijazah palsu, KPU harus memiliki strategi pembuktian tentang ijazah palsu itu agar KPU tidak bisa dikelabui. Karena, ada juga yang bukan ijazahnya yang palsu, tapi bukti legalisirnya saja yang palsu.
"Gimana bilang palsu kalau yang salah legalisir Dinas Pendidikannya," imbuhnya.
Selain itu, Rambe mengaku kecewa, karena masih banyak dari laporan KPU yang belum dapat diterima oleh Komisi II untuk dievaluasi. Karena, data yang disajikan oleh KPU banyak yang tidak lengkap.
Khususnya soal pengunduran diri dari calon-calon, KPU hanya memuat dari 10 anggota DPR saja, padahal banyak calon yang berlatar belakang PNS, TNI, dan juga Polri. "Kenapa cuma DPR saja, itu juga salah datanya. Takutnya kan ini jadi polemik baru," tegas politikus Partai Golkar itu.
Oleh karena itu, lanjut Rambe, wajar apabila teman-teman di Komisi II tadi sudah tinggi nada bicaranya. Karena, banyak hal yang perlu dikerjakan dan diperbaiki oleh KPU. Belum lagi berbicara soal persiapan anggaran dan juga logistik. Memang sudah harusnya jangan dianggap sederhana.
"Jangan dianggap selesai dengan minta kesimpulan (RDP) yang baik. Lengkapi dulu itu data-data, dan juga data sengketa," tandasnya.
"Banyak kritik soal penetapan paslon, sengketa juga banyak, dan pengelolaan dana juga harus terbuka. Tapi kalau DPR kritik KPU orang bilang DPR ganggu-ganggu kerja KPU," kata Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II bersama dengan KPU-Bawaslu terkait Perkembangan Tahapan Pilkada Serentak 2015 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Rambe menjelaskan, banyak hal yang harus dikritisi ke KPU dalam penetapan paslon pilkada. Hal ini terbukti dengan banyaknya sengketa yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bahkan, banyak juga kritik dari teman-teman fraksi di Komisi II tentang penetapan paslon kemarin.
"Perlakuan KPU tidak boleh berstandar ganda. Kalau di daerah situ engga boleh narapidana mencalonkan, masa di tempat lain boleh," jelas Rambe.
Rambe mencontohkan, ada juga kasuus ijazah palsu, KPU harus memiliki strategi pembuktian tentang ijazah palsu itu agar KPU tidak bisa dikelabui. Karena, ada juga yang bukan ijazahnya yang palsu, tapi bukti legalisirnya saja yang palsu.
"Gimana bilang palsu kalau yang salah legalisir Dinas Pendidikannya," imbuhnya.
Selain itu, Rambe mengaku kecewa, karena masih banyak dari laporan KPU yang belum dapat diterima oleh Komisi II untuk dievaluasi. Karena, data yang disajikan oleh KPU banyak yang tidak lengkap.
Khususnya soal pengunduran diri dari calon-calon, KPU hanya memuat dari 10 anggota DPR saja, padahal banyak calon yang berlatar belakang PNS, TNI, dan juga Polri. "Kenapa cuma DPR saja, itu juga salah datanya. Takutnya kan ini jadi polemik baru," tegas politikus Partai Golkar itu.
Oleh karena itu, lanjut Rambe, wajar apabila teman-teman di Komisi II tadi sudah tinggi nada bicaranya. Karena, banyak hal yang perlu dikerjakan dan diperbaiki oleh KPU. Belum lagi berbicara soal persiapan anggaran dan juga logistik. Memang sudah harusnya jangan dianggap sederhana.
"Jangan dianggap selesai dengan minta kesimpulan (RDP) yang baik. Lengkapi dulu itu data-data, dan juga data sengketa," tandasnya.
(maf)