Pemondokan Haji di Hotel, Jamaah Tetap Ingin Masak
A
A
A
MEKKAH - Pemondokan jamaah haji selama tinggal di Mekkah berada di 112 hotel. Jamaah sudah disediakan berbagai fasilitas pendukung di antaranya seperti dispenser air, mesin cuci dan pendingin ruangan (AC) hingga tempat jemuran.
Bermacam latar belakang jamaah menginap di pemondokan. Terkadang, beberapa jamaah tak terbiasa dengan fasilitas hotel.
Seperti dialami Siti Halimah (60) yang kebingungan dan sedih saat tak bisa masuk ke kamarnya. Saat ditanya, Halimah mengaku lupa mengambil kunci kamar saat pergi keluar kamar di lantai 2 Hotel Syisya, Syisya, Makkah. “Aku tak bisa masuk. Minta tolong dibukakan ya,” pinta jamaah dari kelompok terbang (kloter) 1 Ujungpandang (UPG) 1 itu.
Salah seorang petugas dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi langsung menghubungi resepsionis untuk meminta kunci kamar. Petugas hotel selanjutnya menggesek kartu yang dibawanya untuk membuka pintu. “Terima kasih ya,” ujar Halimah lega.
Halimah juga mengaku kebingungan saat akan memasak nasi dengan rice cooker. “Alat masak disini colokannya tiga. Kalau di Indonesia kan dua. Saya jadi bingung nyolokinnya,” kata perempuan keturunan Jawa Tengah yang berprofesi sebagai penjual nasi kuning ini.
Pengakuan berbeda muncul dari Laupe (80) jamaah haji asal Makassar yang mengeluh tak bisa masak di kamar. Padahal, pemerintah hanya memberi 15 kali makan berat saat makan siang.
Untuk makan pagi dan siang jamaah harus berusaha sendiri dengan membeli di kafetarian atau toko-toko di sekitar hotel. “Di Madinah saja kami masih memasak," ujar dia.
Sedangkan jamaah asal Makassar lainnya, Asriani binti Mansyur (33) mengaku cukup puas dengan layanan hotel yang disewa pemerintah Indonesia. Namun, Asriani mengeluhkan lokasi yang lumayan jauh dari Masjidil Haram.
“Kami memang sudah disediakan bus, sopirnya juga enak. Tapi saya lebih suka wisma yang jelek, dekat dan bisa masak,” akunya.
Terpisah, Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah, Arsyad Hidayat menyatakan, kualitas layanan pemondokan sudah melalui berbagai pertimbangan. Di antaranya berupa ekspektasi jamaah terhadap layanan haji sudah meningkat. “Tidak bisa juga disamaratakan keinginan jamaah yang ingin hotel jelek agar bisa jajan,” katanya.
Arsyad berjanji akan menyampaikan usulan jamaah terkait layanan makan siang. “Kita sampaikan usulan bahwa jatah makan supaya ditambah, apakah selama jamaah tinggal di Makkah atau ada layanan makan malam,” tandasnya.
Bermacam latar belakang jamaah menginap di pemondokan. Terkadang, beberapa jamaah tak terbiasa dengan fasilitas hotel.
Seperti dialami Siti Halimah (60) yang kebingungan dan sedih saat tak bisa masuk ke kamarnya. Saat ditanya, Halimah mengaku lupa mengambil kunci kamar saat pergi keluar kamar di lantai 2 Hotel Syisya, Syisya, Makkah. “Aku tak bisa masuk. Minta tolong dibukakan ya,” pinta jamaah dari kelompok terbang (kloter) 1 Ujungpandang (UPG) 1 itu.
Salah seorang petugas dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi langsung menghubungi resepsionis untuk meminta kunci kamar. Petugas hotel selanjutnya menggesek kartu yang dibawanya untuk membuka pintu. “Terima kasih ya,” ujar Halimah lega.
Halimah juga mengaku kebingungan saat akan memasak nasi dengan rice cooker. “Alat masak disini colokannya tiga. Kalau di Indonesia kan dua. Saya jadi bingung nyolokinnya,” kata perempuan keturunan Jawa Tengah yang berprofesi sebagai penjual nasi kuning ini.
Pengakuan berbeda muncul dari Laupe (80) jamaah haji asal Makassar yang mengeluh tak bisa masak di kamar. Padahal, pemerintah hanya memberi 15 kali makan berat saat makan siang.
Untuk makan pagi dan siang jamaah harus berusaha sendiri dengan membeli di kafetarian atau toko-toko di sekitar hotel. “Di Madinah saja kami masih memasak," ujar dia.
Sedangkan jamaah asal Makassar lainnya, Asriani binti Mansyur (33) mengaku cukup puas dengan layanan hotel yang disewa pemerintah Indonesia. Namun, Asriani mengeluhkan lokasi yang lumayan jauh dari Masjidil Haram.
“Kami memang sudah disediakan bus, sopirnya juga enak. Tapi saya lebih suka wisma yang jelek, dekat dan bisa masak,” akunya.
Terpisah, Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah, Arsyad Hidayat menyatakan, kualitas layanan pemondokan sudah melalui berbagai pertimbangan. Di antaranya berupa ekspektasi jamaah terhadap layanan haji sudah meningkat. “Tidak bisa juga disamaratakan keinginan jamaah yang ingin hotel jelek agar bisa jajan,” katanya.
Arsyad berjanji akan menyampaikan usulan jamaah terkait layanan makan siang. “Kita sampaikan usulan bahwa jatah makan supaya ditambah, apakah selama jamaah tinggal di Makkah atau ada layanan makan malam,” tandasnya.
(whb)