Eks Penasihat KPK Sebut Komposisi Delapan Capim KPK Lucu
A
A
A
JAKARTA - Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua ikut berkomentar terkait delapan nama calon pemimpin (Capim) KPK yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut dia, jika acuannya kepada pihak-pihak yang dianggap tidak suka terhadap KPK, maka komposisi delapan nama itu dianggap tepat. "Tapi bagi orang yang lama di KPK, komposisi di atas (8 nama) lucu," ujar Abdullah saat dihubungi wartawan, Selasa (1/9/2015).
Sebab menurut dia, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 menyatakan, pemimpin KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Artinya, kata Abdullah, musti ada keharusan bagi komisioner KPK untuk menguasai model pencegahan dan penindakan secara komprehensif.
Dengan kata lain, dia menilai, telah terdapat keharusan bahwa komisioner KPK harus dari lembaga penegak hukum tertentu. "Jadi pengkotakan secara kaku di antara aspek penindakan, pencegahan, korupsi, dan monitoring adalah bahasa lain dari sistem qouta atau jatah bagi instansi tertentu," ucapnya.
"Sehingga sekalipun tidak memenuhi kualifikasi, tapi karena harus ada unsur tertentu, sehingga masuklah unsur tersebut, baik berdasarkan gender maupun profesi," pungkasnya.
PILIHAN:
Petahana Dinilai Salah Satu Faktor Kerawanan Pilkada 2015
Hendardji: Mungkin KPK Bukan Tempat yang Cocok untuk Saya
Menurut dia, jika acuannya kepada pihak-pihak yang dianggap tidak suka terhadap KPK, maka komposisi delapan nama itu dianggap tepat. "Tapi bagi orang yang lama di KPK, komposisi di atas (8 nama) lucu," ujar Abdullah saat dihubungi wartawan, Selasa (1/9/2015).
Sebab menurut dia, Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 menyatakan, pemimpin KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Artinya, kata Abdullah, musti ada keharusan bagi komisioner KPK untuk menguasai model pencegahan dan penindakan secara komprehensif.
Dengan kata lain, dia menilai, telah terdapat keharusan bahwa komisioner KPK harus dari lembaga penegak hukum tertentu. "Jadi pengkotakan secara kaku di antara aspek penindakan, pencegahan, korupsi, dan monitoring adalah bahasa lain dari sistem qouta atau jatah bagi instansi tertentu," ucapnya.
"Sehingga sekalipun tidak memenuhi kualifikasi, tapi karena harus ada unsur tertentu, sehingga masuklah unsur tersebut, baik berdasarkan gender maupun profesi," pungkasnya.
PILIHAN:
Petahana Dinilai Salah Satu Faktor Kerawanan Pilkada 2015
Hendardji: Mungkin KPK Bukan Tempat yang Cocok untuk Saya
(kri)