Kinerja Pansel KPK Disorot

Minggu, 30 Agustus 2015 - 11:30 WIB
Kinerja Pansel KPK Disorot
Kinerja Pansel KPK Disorot
A A A
JAKARTA - Kinerja Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) mendapat sorotan. Adanya capim KPK berstatus tersangka diduga bukan informasi baru, tetapi telah diketahui pansel sejak lama.

Pakar hukum pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita mengatakan Pansel Capim KPK sudah mengetahui status tersangka seorang capim KPK sejak mendatangi Bareskim beberapa waktu lalu untuk menelusuri rekam jejak capim. “Hitung saja kapan pansel datang ke Bareskrim meminta riwayat capim, sudah sebulan lalu.

Lalu kenapa sampai tahap akhir baru ngomong (Kabareskrim)? Karena orang itu masih diloloskan. Berarti pansel tidak mau mendengar,” ujar Romli kepada KORAN SINDO kemarin. Seperti diketahui, Pansel Capim KPK sempat mendatangi Bareskrim untuk meminta riwayat capim KPK pada 31 Juli 2015 silam.

Ketika itu mereka beralasan kegiatan tersebut untuk memastikan integritas dan rekam jejak calon demi menghindari kriminalisasi di kemudian hari. Romli menjelaskan, seharusnya setelah mendapat rekomendasi dari Polri tentang rekam jejak, pansel bisa mencoret capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Idealnya, menurut Romli, KabareskrimKomjen Pol Budi Waseso tidak perlu mengumumkan adanya capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Pada Selasa lalu (25/8) Budi Waseso bahkan memperingatkan Pansel Capim KPK tentang adanya capim yang diberi tanda stabilo merah. Peringatan ini diberikan karena adanya seleksi melalui wawancara terhadap 19 capim KPK pada 24-26 Agustus lalu. Selanjutnya, stabilo merah yang dimaksud Budi Waseso adalah capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Mabes Polri.

Penetapan tersangka atas capim KPK juga sudah disampaikan kepada pansel untuk ditindaklanjuti. Ketua Pansel Capim KPK Destry Damayanti pun langsung meresponsnya dengan mencoret capim KPK yang sudah dijadikan tersangka. Menurut Romli, langkah pansel sejauh ini (hingga masuk tahap akhir) patut dipertanyakan.

Apalagi jika dugaan pansel telah mengetahui informasi ini jauh hari benar adanya, ada indikasi capim yang dimaksud memiliki nilai tersendiri dibandingkan calon lain. “Kalau kejadiannya seperti ini, sudah statusnya tersangka kemudian dikasih tahu, lalu diloloskan ke Presiden dan DPR, ini pasti ada titipan. Kalau sampai status tersangka sudah jelas masih lolos, berarti ada titipan. Itu yang tidak boleh,” tambahnya.

Romli mengapresiasi upaya preventif Polri dalam memberikan pilihan capim KPK yang berkualitas. “Jadi bagus caranya Kabareskrim. Tidak seperti KPK waktu menstabilo merah, kuning, hijau calon menteri, karena tidak ada pemeriksaan kan itu. Jadi saya lihat ini satu hal antisipasi,” imbuhnya.

Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI) Achyar Salmi berpendapat sebaiknya Bareskrim mengumumkan capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terlebih dahulu sebelum Pansel Capim KPK mengumumkan peserta yang masuk pada tahap selanjutnya. Dia meyakini Bareskrim tidak akan berbicara sembarangan tanpa alat bukti.

Jika Bareskrim memang mempunyai alat bukti, lebih baik cepat menyampaikannya kepada masyarakat, terutama Pansel Capim KPK. “Sehingga pansel tidak memilih nama itu daripada bermasalah pada akhirnya,” ujarnya. Achyar mengapresiasi langkah berani Bareskrim karena dengan langkah tersebut KPK bisa terhindar dari para koruptor.

“Ketimbang nanti di tengah jalan diproses dan bermasalah, lebih enak itu diproses dari awal,” tegasnya. Sementara itu anggota Komisi III DPR Asrul Sani meminta semua pihak tidak serta-merta mengatakan adanya kriminalisasi terhadap capim KPK oleh Polri.

Dia meminta semua pihak untuk menunggu pengumuman yang dilakukan Bareskrim tentang siapa capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pada Senin besok (31/8). Asrul berharap Bareskrim bisa menjelaskan secara terperinci kasus yang sedang menjerat capim KPK yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Jangan hanya menyebut nama yang bersangkutan saja,” ucapnya.

Tak Kenal Malu

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, apabila memang terbukti satu capim KPK tersangkut menjadi tersangka korupsi, ini menjadi pertanda bahwa koruptor di Indonesia sudah tidak lagi mengenal malu dan etika. Pasalnya orang yang akan memberantas korupsi justru terindikasi terlibat dalam kegiatan haram itu sendiri.

“Itu sudah menciptakan budaya menerabas, yaitu orang dengan gampang mencalonkan diri menjadi pimpinan KPK, padahal tahu bahwa lembaga ini untuk antirasuah dan diisi orang-orang bersih,” kata Haedar. Menurut Haedar, hal ini juga menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak bahwa upaya pemberantasan korupsi di negeri ini masih panjang perjalanannya.

“Para koruptor sendiri kan tidak ada rasa malu, risi, rasa bersalah ketika ada hal-hal yang berbau korupsi,” tuturnya. Hal lain yang juga menjadi keprihatinannya adalah soal posisi komisioner KPK yang saat ini justru terkesan menjadi rebutan bagi mereka yang mengincar jabatan. Padahal sejatinya jabatan ini adalah pengabdian tulus untuk memberikan kontribusi bagi negeri ini.

“Ini kok seperti jalur jabatan, karier yang orang yang ingin mengadu nasib, peruntungan di KPK. Padahal kan mereka tahu dirinya tersangkut korupsi,” kata dia. Haedar pun bersyukur apabila ada penelusuran terlebih dahulu rekam jejak capim KPK sebelum mereka diloloskan. Hal ini untuk mengantisipasi masuknya orang-orang yang tidak pantas menduduki kursi pimpinan.

“Kalau lolos dan pansel tidak tahu, ini kan satu persoalan yang serius. Untung diketahui sejak dini. Jadi inilah pentingnya seleksi melibatkan banyak institusi lain untuk mengetahui rekam jejak,” ucapnya. Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menilai langkah penetapan tersangka salah satu capim KPK oleh Bareskrim seharusnya dilakukan secara diam-diam agar tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat.

“Ini tidak fair, seharusnya jika memang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu diamdiam saja,” ujar Mudzakir saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. Selain itu Mudzakir menjelaskan bahwa seorang tersangka juga masih punya hak untuk mencalonkan diri menjadi salah satu capim KPK. “Namun secara moral memang kurang pas menjadi capim KPK. Artinya hak hukumnya itu ada,” paparnya.

Seharusnya Bareskrim tidak usah mengekspos bahwa ada tersangka, tetapi cukup dengan memberikan rekomendasi kepada Pansel Capim KPK bahwa nama ini merupakan nama yang sudah dicoret merah. Dengan begitu masyarakat tidak akan resah. “Jangan sampai masyarakat menjadi resah dengan ketidakjelasan. Memublikasi itu melanggar asasasas hukum,” ujarnya.

Dian ramdhani/ hasyim ashari
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0415 seconds (0.1#10.140)