Singapura Gelar Pemilu Lebih Awal

Rabu, 26 Agustus 2015 - 10:12 WIB
Singapura Gelar Pemilu Lebih Awal
Singapura Gelar Pemilu Lebih Awal
A A A
SINGAPURA - Singapura akan menggelar pemilu yang dipercepat pada 11 September mendatang di tengah nuansa peringatan 50 tahun kemerdekaan.

Presiden Singapura Tony Tan kemarin membubarkan parlemen atas permintaan Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong. Pemilu itu sebagai upaya bagi PM Lee Hsien Loong untuk mencari mandat baru di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Partai Aksi Rakyat (PAP) yang telah berkuasa selama 50 tahun lebih juga ingin melanjutkan tradisi mayoritas di parlemen.

PAP diprediksi akan memenangkan pemilu dan PM Lee tetap akan melanjutkan pemerintahan. ”Saya menyerukan pemilu agar mendapatkan mandat Anda untuk membawa Singapura melewati SG50, hingga setengah abad mendatang,” kata Lee dalam akun Facebook -nya, dikutip Reuters. SG50 merupakan sebutan peringatan kemerdekaan Singapura dari Malaysia.

”Lebih dari itu, Anda akan memilih tim dalam bekerja dengan Anda untuk 15-20 tahun mendatang dan menentukan arah Singapura selama 50 tahun ke depan,” imbuhnya. PAP mengalami performa terburuk pada pemilu 2011 lalu. Mereka hanya meraih 60% suara. Namun, PAP tetap menjadi mayoritas di parlemen dengan 80 dari 87 kursi.

Padahal, PAP sangat diuntungkan karena kontrol politik yang sangat ketat dan dukungan kuat rakyat Singapura. Namun demikian, pemilu September mendatang menjadi pemilu pertama tanpa pengaruh Bapak Bangsa Lee Kuan Yew yang meninggal Maret lalu. Sebelumnya, dia menjadi pendukung dan figur berpengaruh yang mendongkrak popularitas PAP dan PM Lee Hsien Loong.

Departemen Pemilu Singapura akan menyusun periode kampanye selama sembilan hari. Semua mata akan melihat apakah oposisi Singapura akan meraih lebih dari tujuh kursi. ”Saya akan mengatakan ini menjadi pemilu yang menentukan karena kita akan melihat apakah Singapura bergerak menuju sistem dua partai,” kata profesor hukum Eugene Tan dari Universitas Manajemen Singapura. Bagi PAP, menurut Tan, pemilu itu bertujuan memperlambat kemajuan oposisi yang dicapai pada 2011.

”Upaya mendapatkan mandat yang lebih kuat sangatlah besar,” tambahnya. Jajak pendapat firma penelitian lokal Blackbox menyebutkan, pemerintah menikmati ”indeks kepuasan” sebesar 76,4% pada Juli lalu, setelah puncaknya dengan 80% pada April lalu, setelah kematian Lee Kuan Yew.

Namun, tingkat kepuasan biaya hidup pada Juli lalu hanya 42%, kepemilikan rumah dengan 53%, transportasi publik sebesar 57%, dan manajemen populasi pada 61%. Jumlah populasi Singapura meningkat dari 4,17 juta pada 2004 menjadi 5,47 juta tahun lalu. Sebanyak 2,46 juta penduduk bisa memberikan suara pada pemilu.

Kelas menengah Singapura komplain banyaknya pendatang yang merebut pekerjaan yang menjadi hak warga lokal. Mereka juga mengeluhkan pelayanan transportasi massal yang menunjukkan penurunan. Menyadari kritikan tersebut, sejak pemilu 2011 lalu pemerintah menginvestasikan miliaran dolar membangun perumahan dan jaringan kereta.

Pemerintah juga membatasi pekerja dan imigran asing. Michael Barr, peneliti politik Singapura dari Universitas Flinders di Australia, mengatakan bahwa PAP tidak akan ragu untuk kembali menang. ”Tapi mereka (PAP) khawatir mereka akan kehilangan lebih banyak kursi. Itu akan menjadi prestasi bagi oposisi,” paparnya, dikutip AFP.

Bagaimana persiapan Partai Pekerja sebagai oposisi? Mereka akan bertanding di 28 dari 89 kursi yang diperebutkan pada parlemen mendatang. ”Sebagian besar politisi parlemen akan mengamankan suara protes,” kata analis asal Singapura, Derek da Cunha.

Andika hendra m
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7280 seconds (0.1#10.140)