Pondok Cinta Pondok Pengobat Rindu

Senin, 24 Agustus 2015 - 09:52 WIB
Pondok Cinta Pondok Pengobat Rindu
Pondok Cinta Pondok Pengobat Rindu
A A A
MALINAU, KALIMANTAN UTARA - Bangunan setinggi kurang lebih 4 meter dan memiliki luas kurang lebih 1 meter persegi sudah agak reot. Mungkin bagi masyarakat yang tinggal di kota, bangunan yang terbuat dari papan ini tak berguna.

Tapi, bagi pasukan Batalyon Infantri (Yonif) 527 Baladhibya Yudha yang menjaga perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, bangunan itu memiliki arti penting. Hampir tiga bulan menjaga garda terdepan NKRI, bangunan yang mereka sebut sebagai Pondok Cinta itu selayaknya harta yang berharga bagi mereka.

Pondok yang mampu mengobati penyakit rindu dengan keluarga yang terpisah ribuan kilometer jauhnya. ”Hanya di sini sinyal telepon bisa muncul. Jadi, Pondok Cinta itulah kami bisa menelepon keluarga yang ada di Jawa Timur, ” kata Sersan Satu (Sertu) TNI Heri Nuryanto ketika bertemu wartawan di pos perbatasan Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, baru-baru ini.

Bangunan tersebut berbentuk rumah kayu. Banyak paku-paku tertancap di bangunan mungil bertingkat tersebut. Bukan untuk menggantungkan pakaian, tapi menggantungkan telepon genggam agar menjangkau sinyal. ”Jadi, di setiap telepon genggam yang kami miliki pasti ada seutas benang. Itu fungsinya untuk menggantungkan ke paku saat kami telepon,” imbuhnya.

Tidak perlu telepon genggam dengan harga mahal atau telepon pintar yang saat ini menjadi tren di masyarakat. Tapi, cukup dengan telepon genggam model lama yang dibawa ke Pondok Cinta. Menurut dia, telepon pintar malah sulit mendapat sinyal di situ. Meski berdiri di ketinggian 4 meter di Pondok Cinta itu, bukan berarti sudah bebas leluasa berkomunikasi dengan keluarga nun jauh di sana.

Sambungan telepon bisa tibatiba terputus gara-gara si penelepon berubah posisi. Jadi, posisi telepon tidak boleh bergeser saat menangkap sinyal. Para tentara penjaga perbatasan rutin setiap hari berkunjung ke Pondok Cinta. Pondok ini memang tidak terletak di dalam pos perbatasan, melainkan berada kurang lebih 200 meter dari pos tersebut. ”Di sini tempatnya lebih tinggi. Jadi, sinyalnya lebih gampang nyangkut,” ucap Heri lagi.

Dia mengatakan, bukan kali ini kesatuan mereka bertugas di perbatasan. Sebelumnya mereka pernah ditempatkan di perbatasan RI dengan Papua Nugini. Jika di Papua harus berhadapan dengan nyamuk penyebar malaria, di perbatasan RI dengan Malaysia ini berhadapan dengan malarindu.

Pria yang akrab disapa Nuryanto itu bercerita tentang pengalamannya yang menarik tentang Pondok Cinta. Lebaran lalu Pondok Cinta terancam roboh karena 13 dari 15 anggota TNI yang bertugas di sana berebut sinyal dan tempat di sana. ”Jadi, 13 orang sempit-sempitan di sana,” tuturnya sambil terkekeh.

Tidak hanya masalah komunikasi yang dihadapi para penjaga pos perbatasan ini. Fasilitas pos pun cukup memprihatinkan. Di sana hanya ada lima buah kasur, padahal terdapat 15 prajurit bertugas. ”Kamar yang ada kasurnya itu untuk senior dan pimpinan. Sedangkan junior hanya menggunakan tempat tidur tanpa kasur,” ujar Prajurit Kepala (Praka) TNI Furcon Jajuli.

Namun, dengan segala keterbatasan tersebut, mereka tetap menjalankan tugasnya dengan baik sebab sudah menjadi tanggung jawab untuk menjaga perbatasan.

DITA ANGGA
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3388 seconds (0.1#10.140)