Data Tak Akurat Picu Konflik Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Sonny Harry B Hamdani mengingatkan tentang potensi konflik dalam pemilihan kepala daerah yang akan digelar serentak pada 9 Desember mendatang.
Namun dia menyoroti potensi konflik akan terjadi dari angka kelahiran penduduk. "DPT (Daftar Pemilih Tetap) 2009 dan 2014 tidak masuk akal, kabupaten tumbuh dapat 50%. Tidak ada teori demografi pertumbuhan penduduk segitu banyak," ujar Sonny dalam diskusi mengenai pilkada di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/8/2015).
Menurut Sonny, penyelenggara pemilu diminta tidak bermain-main soal data penduduk. Sebab, unsur kecurangan yang menimbulkan konflik kerap datang dari jumlah pemilih.
"Pertumbuhan penduduk paling tinggi saja 5%," katanya. (Baca: Lima Pihak Bisa Jadi Biang Kerok Konflik Pilkada)
Menurut dia, angka lonjakan penduduk saat Pileg menuju Pilpres 2014 sekira 3 juta jiwa dinilai tidak masuk akal. Pasalnya dua perhelatan itu hanya berjarak empat bulan.
"Misal kalau ada yang menikah, maksimal dalam setahun 600 ribu. Kalai tidak ada, sense demografi bisa bias dan kacau balau," ucapnya.
Menurut dia, persoalan validitas data penduduk bisa memicu konflik. "Ini berpotensi memicu konflik," katanya.
PILIHAN:
Tenaga Kerja Asing Dipermudah, Bagaimana Nasib Pekerja Lokal?
Namun dia menyoroti potensi konflik akan terjadi dari angka kelahiran penduduk. "DPT (Daftar Pemilih Tetap) 2009 dan 2014 tidak masuk akal, kabupaten tumbuh dapat 50%. Tidak ada teori demografi pertumbuhan penduduk segitu banyak," ujar Sonny dalam diskusi mengenai pilkada di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/8/2015).
Menurut Sonny, penyelenggara pemilu diminta tidak bermain-main soal data penduduk. Sebab, unsur kecurangan yang menimbulkan konflik kerap datang dari jumlah pemilih.
"Pertumbuhan penduduk paling tinggi saja 5%," katanya. (Baca: Lima Pihak Bisa Jadi Biang Kerok Konflik Pilkada)
Menurut dia, angka lonjakan penduduk saat Pileg menuju Pilpres 2014 sekira 3 juta jiwa dinilai tidak masuk akal. Pasalnya dua perhelatan itu hanya berjarak empat bulan.
"Misal kalau ada yang menikah, maksimal dalam setahun 600 ribu. Kalai tidak ada, sense demografi bisa bias dan kacau balau," ucapnya.
Menurut dia, persoalan validitas data penduduk bisa memicu konflik. "Ini berpotensi memicu konflik," katanya.
PILIHAN:
Tenaga Kerja Asing Dipermudah, Bagaimana Nasib Pekerja Lokal?
(dam)