Kabinet Gaduh Picu Pesimisme Publik

Jum'at, 21 Agustus 2015 - 07:56 WIB
Kabinet Gaduh Picu Pesimisme...
Kabinet Gaduh Picu Pesimisme Publik
A A A
JAKARTA - Konflik antara Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) dengan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Rizal Ramli rawan menciptakan situasi tak kondusif di internal pemerintahan.

Jika kondisi gaduh seperti ini dibiarkan terulang, itu bisa membuat publik makin pesimis pemerintah akan mampu mengatasi berbagai persoalan kebangsaan yang tengah dihadapi.

”Terlepas agenda apa yang dimainkan Pak Rizal Ramli, situasi sekarang sudah membuat mata dunia semakin pesimis, kemudian rakyat menjadi makin bingung,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Tantowi berharap konflik tersebut bisa segera diatasi kemudian diredam agar tidak muncul lagi ke publik. Jika tidak, itu akan makin memperburuk situasi yang ujungujungnya merugikan perekonomian Indonesia.

Mengenai faktor pemicu sehingga Rizal Ramli yang baru beberapa hari dilantik sebagai menteri tapi sudah memancing kegaduhan di lingkungan Istana, Tantowi enggan berspekulasi. Namun, dia melihat indikasi bahwa kejadian ini hanya babak awal dari skenario yang dimainkan mantan Menko Perekonomian di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut.

”Kita tunggu dulu, ini kan babak awal. Apa skenario yang dimainkan Pak Rizal? Apa iya dia nekat, tanpa perhitungan,” ujarnya. Politikus Partai Golkar ini meyakini, Rizal bukan tokoh kemarin sore karena latar belakangnya sebagai ekonom, mantan aktivis, dan pernah duduk di kursi menteri sebelumnya, sehingga apa yang dilakukan pasti didasarkan perhitungan cermat. ”Beliau bukan anak kemarin sore, bukan anak yang tidak mengerti apa-apa. Aksi beliau sekarang melalui kalkulasi matang,” ujarnya.

Meskipun konflik antara JK dan Rizal Ramli ini mulai mereda, namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan mengelola pembantunya di kabinet. Seluruh menteri harus fokus bekerja dan menghindari halhal tidak produktif. ”Dalam kondisi sekarang ini, bukan waktunya berpolemik. Sekarang waktunya kerja, Presiden harus bisa mengelola masukan dari para pembantunya,” kata pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, kemarin.

Menurut dia, sikap kritis yang disampaikan Rizal Ramli, baik kepada sesama menteri di Kabinet Kerja maupun kepada Wapres JK, harus diambil substansinya. Artinya, ke depan jangan sampai ketika ada perbedaan di internal pemerintah justru dimunculkan ke publik. ”Karena hal itu justru hanya akan membingungkan rakyat. Kalau kegaduhan ini tidak bisa dikelola secara benar, sudah pasti akan kontraproduktif,” ujarnya.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, menjadi pembantu presiden dan wapres bukan berarti menteri tidak boleh menjadi sosok ”yes man” yang selalu menuruti apa kata pimpinan. Hal itu berlaku dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam membahas kebijakan. Namun, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan, perbedaan tersebut seyogianya hanya terjadi di meja rapat dan tidak dibawa ke ruang publik. Semua pihak diakuinya telah sepakat dengan itu.

”Dalam membangun, kita kanharus ada pandangan yang terbuka. Apalagi dalam kondisi seperti ini. Nggak semuanya harus jadi ‘yes man’ , tapi jangan kemudian perbedaan itu menjadi konsumsi publik dan menjadi persepsi publik bahwa ada kegaduhan, padahal nggak seperti itu,” ujar Pramono di Gedung Seskab, Jakarta, kemarin. Terkait perdebatan antara JK dengan Rizal Ramli, Pramono menyatakan, masalah tersebut sudah terselesaikan dalam sidang kabinet paripurna yang berlangsung pada Rabu (19/8).

”Baik Presiden maupun Wapres sudah memberikan arahan kepada kita semua bahwa apabila ada perbedaan setajam apa pun diselesaikan di dalam ruang rapat dan tidak untuk konsumsi publik. Kemarin secara khusus Presiden sudah memanggil menteri yang bersangkutan, Pak Rizal, dan menganggap persoalan ini sudah selesai,” ucapnya.

Rahmat sahid/ Okezone
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0842 seconds (0.1#10.140)