Tidur Lima Jam dan Tidak Percaya Keseimbangan Hidup
A
A
A
Perempuan yang bergelut dalam bisnis di bidang teknologi informasi tergolong langka. Apalagi, perusahaannya sudah dibeli Silicon Valley. Adalah Thuy Truong yang berhasil menembus jaringan Silicon Valley berkat kerja keras membangun brand .
”Ketika saya mengerjakan sesuatu yang saya sukai tentunya saya akan sangat menikmati. Bagi saya, tidak bekerja justru sebuah hukuman,” kata Truong, pengusaha muda Vietnam, kepada BBC . ”Saya hanya tidur selama empat hingga lima jam per hari,” kata perempuan berusia 29 tahun itu. Truong mengaku tidak memiliki waktu jet lag . Dia juga tidak percaya gaya keseimbangan pekerjaan dan kehidupan.
Gaya hidup Truong seperti itulah yang membuat dia berhasil menciptakan tiga bisnis dalam industri yang berbeda-beda. Salah satu prestasinya adalah satu perusahaan miliknya dibeli Silicon Valley. Pencapaian itu diperoleh sebelum dia berusia 30 tahun. Kecintaan terhadap Vietnam membuat Truong yang menempuh kuliah di Universitas Southern California, Amerika Serikat (AS) itu memilih kembali ke tanah airnya. Padahal, Truong sudah bermigrasi ke AS sejak 2003.
”Seperti kebanyakan orang tua di Vietnam, mereka percaya AS menawarkan pendidikan lebih baik. Orang tua saya meminta saya untuk belajar di AS,” katanya. Orang tuanya juga meminta Truong agar tetap bekerja di AS, tetapi keinginan itu ditolak. Truong kembali ke kota kelahirannya, Bien Hoa, sekitar satu jam dari Kota Ho Chi Minh. Di sana dia mendirikan bisnis yogurt beku bersama koleganya. ”Kita berhasil meraih ratusan ribu dolar dan sukses dalam pemasaran. Kita sukses membangun brand yang baik,” katanya.
Sayangnya, bisnis tersebut menemui kegagalan setelah tiga tahun. ”Secara statistik 99% bisnis start-up gagal. Jadi kamu hanya punya kesempatan 1% untuk meraih kesuksesan,” imbuhnya. Karena dia percaya dengan rumus tersebut, selama mengembangkan bisnis yogurt , Truong juga mendirikan bisnis teknologi informasi.
Bersama dengan mantan rekan satu kelas di Universitas Southern California, dia meluncurkan bisnis start-up bernama GreenGar. Perusahaan itu merilis aplikasi yang disebut Whiteboard. Seperti bisnis yogurt , perusahaan GreenGar juga berkembang pesat. ”Whiteboard diunduh sebanyak sembilan juta dalam empat tahun pertama. Aplikasi itu digunakan murid sekolah di lebih dari 100 negara,” tutur Truong.
”Kita meraih keuntungan USD1 juta. Bisnis itu sangat sukses. Tapi, kita gagal untuk menilainya,” imbuhnya. Kegagalan demi kegagalan tidak membuat Truong putus asa. Dia membuat aplikasi pesan sosial bernama Tappy. Itulah yang menjadi kesuksesan terbesar baginya karena jumlah pengguna ponsel pintar mencapai 10% dalam lima tahun terakhir.
”Ketika Anda datang ke acara atau fasilitas bisnis, Anda bisa menggunakan Tappy untuk bisa berinteraksi dengan orang di sekitar Anda,” kata Truong. Setelah 10 bulan berjalan, Tappy dibeli Webby, perusahaan teknologi dan permainan berbasis ponsel di Silicon Valley, California. Kini Truong bekerja di Webby sebagai direktur pengembangan bisnis wilayah Asia.
Ananda Nararya
”Ketika saya mengerjakan sesuatu yang saya sukai tentunya saya akan sangat menikmati. Bagi saya, tidak bekerja justru sebuah hukuman,” kata Truong, pengusaha muda Vietnam, kepada BBC . ”Saya hanya tidur selama empat hingga lima jam per hari,” kata perempuan berusia 29 tahun itu. Truong mengaku tidak memiliki waktu jet lag . Dia juga tidak percaya gaya keseimbangan pekerjaan dan kehidupan.
Gaya hidup Truong seperti itulah yang membuat dia berhasil menciptakan tiga bisnis dalam industri yang berbeda-beda. Salah satu prestasinya adalah satu perusahaan miliknya dibeli Silicon Valley. Pencapaian itu diperoleh sebelum dia berusia 30 tahun. Kecintaan terhadap Vietnam membuat Truong yang menempuh kuliah di Universitas Southern California, Amerika Serikat (AS) itu memilih kembali ke tanah airnya. Padahal, Truong sudah bermigrasi ke AS sejak 2003.
”Seperti kebanyakan orang tua di Vietnam, mereka percaya AS menawarkan pendidikan lebih baik. Orang tua saya meminta saya untuk belajar di AS,” katanya. Orang tuanya juga meminta Truong agar tetap bekerja di AS, tetapi keinginan itu ditolak. Truong kembali ke kota kelahirannya, Bien Hoa, sekitar satu jam dari Kota Ho Chi Minh. Di sana dia mendirikan bisnis yogurt beku bersama koleganya. ”Kita berhasil meraih ratusan ribu dolar dan sukses dalam pemasaran. Kita sukses membangun brand yang baik,” katanya.
Sayangnya, bisnis tersebut menemui kegagalan setelah tiga tahun. ”Secara statistik 99% bisnis start-up gagal. Jadi kamu hanya punya kesempatan 1% untuk meraih kesuksesan,” imbuhnya. Karena dia percaya dengan rumus tersebut, selama mengembangkan bisnis yogurt , Truong juga mendirikan bisnis teknologi informasi.
Bersama dengan mantan rekan satu kelas di Universitas Southern California, dia meluncurkan bisnis start-up bernama GreenGar. Perusahaan itu merilis aplikasi yang disebut Whiteboard. Seperti bisnis yogurt , perusahaan GreenGar juga berkembang pesat. ”Whiteboard diunduh sebanyak sembilan juta dalam empat tahun pertama. Aplikasi itu digunakan murid sekolah di lebih dari 100 negara,” tutur Truong.
”Kita meraih keuntungan USD1 juta. Bisnis itu sangat sukses. Tapi, kita gagal untuk menilainya,” imbuhnya. Kegagalan demi kegagalan tidak membuat Truong putus asa. Dia membuat aplikasi pesan sosial bernama Tappy. Itulah yang menjadi kesuksesan terbesar baginya karena jumlah pengguna ponsel pintar mencapai 10% dalam lima tahun terakhir.
”Ketika Anda datang ke acara atau fasilitas bisnis, Anda bisa menggunakan Tappy untuk bisa berinteraksi dengan orang di sekitar Anda,” kata Truong. Setelah 10 bulan berjalan, Tappy dibeli Webby, perusahaan teknologi dan permainan berbasis ponsel di Silicon Valley, California. Kini Truong bekerja di Webby sebagai direktur pengembangan bisnis wilayah Asia.
Ananda Nararya
(ars)