Devaluasi Yuan Perparah Rupiah

Rabu, 12 Agustus 2015 - 08:56 WIB
Devaluasi Yuan Perparah...
Devaluasi Yuan Perparah Rupiah
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah kian terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Langkah Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) mendevaluasi mata uang yuan memicu pelemahan rupiah ke level terendah baru dalam 17 tahun terakhir.

Bank Indonesia (BI) masih optimistis pelemahan kurs rupiah ini bersifat sementara. Kendati begitu, sejumlah analis mengingatkan, sejumlah faktor negatif dari dalam negeri berkontribusi terhadap pelemahan rupiah. China kemarin mendevaluasi atau memperlemah kurs mata uang yuan setelah data ekonomi menunjukkan kinerja yang buruk.

Bank Sentral China menetapkan tingkat penurunan resmi hampir 2% menjadi 6,2298 yuan per dolar AS. Ini merupakan level terendah dalam tiga tahun terakhir. Langkah tersebut memukul mata uang regional, termasuk rupiah. BerdasardatakurstengahBI, rupiah berada di posisi Rp13.541 per dolar AS, melemah dibandingkan Senin (10/8) yang sebesar Rp13.536 per dolar AS.

Adapun indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup melemah tajam 2,66% atau 126,36 poin di level 4.622,59. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, devaluasi yuan berpengaruh terhadap seluruh mata uang regional seperti dolar Singapura, won Korea, dolar Taiwan, bath Thailand, dan rupiah. ”Kondisi ini kita yakini hanya akan sementara.

Kami melihat saat ini rupiah sudah undervalue dan kompetitif terhadap ekspor manufaktur dan mendorong turis masuk ke Indonesia. BI akan selalu ada di pasar dalam rangka menjaga volatilitas rupiah,” ujarnya di Balikpapan, Kalimantan Timur, kemarin. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengaku tidak mau terburu-buru mengambil kesimpulan tindakan China mendevaluasi yuan sebagai perang kurs.

Dia melihat langkah tersebut dilakukan China semata- mata untuk mendongkrak kinerja ekspor. ”Mungkin pertimbangannya adalah negara-negara lain terjadi depresiasi mata uangnya, maka mereka juga melakukannya supaya lebih kompetitif. Kalau kita sih oke-oke saja, selama ini rupiah sudah cukup undervalue kan,” imbuh Sofyan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazarra berharap langkah yang dilakukan China bukan upaya memulai perang kurs antarnegara. Dia berpandangan depresiasi mata uang yang terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, lebih dipicu penguatan dolar AS. Ihwal depresiasi rupiah yang sempat menembus Rp13.600/ dolar AS, Suahasil mengatakan, dampaknya terhadap fiskal tidak terlalu signifikan.

Hal ini lantaran kenaikan beban pembayaran utang dalam bentuk dolar AS terkompensasi dengan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, kondisi rupiah saat ini masih aman berdasarkan hasil stress test yang dilakukan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasil tes tersebut dipaparkan dalam pertemuan Forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) tadi malam.

”Masih aman, relatif aman tapi mesti waspada supaya tidak terus menurun,” ujar Mardiasmo yang juga Sekretaris FKSSK seusai pertemuan. Dia mengatakan, pertemuan yang dihadiri BI, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan itu mengkaji kondisi ekonomi nasional mulai dari pasar uang, pasar modal hingga kesehatan lembaga perbankan dan lembaga nonbank.

Pertemuan akan kembali dilakukan di tingkat pimpinan lembaga masingmasing pada Kamis (13/8). ”Nanti akan dilihat dari keseluruhan, pemerintah melalui investasi, pertumbuhan ekonomi bagaimana, stimulus fiskal bagaimana? OJK sudah mengeluarkan 35 paket, BI juga, LPS, bagaimana responsnya, kebijakannya,” ujar Mardiasmo.

Saham Tertekan

Head of Research MNC Securities Edwin Sebayang mengungkapkan, sejumlah faktor ekonomi global maupun dari Tanah Air menekan kurs rupiah dan IHSG. Sentimen negatif dari dalam negeri antara lain lambatnya serapan anggaran infrastruktur hingga paruh kedua tahun ini.

Padahal, sejak awal, investor berharap besar terhadap pemerintahan baru di bawah pimpinan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Adapun faktor ekonomi global adalah keputusan China untuk melemahkan mata uang yuan. Analis PT Pefindo Riset Guntur Tri Hariyanto berpandangan, pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif bagi pelaku pasar lantaran akan berdampak buruk bagi kinerja keuangan emiten secara umum.

Apalagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baru saja diumumkan ternyata masih terus mengalami perlambatan. Belum lagi ancaman inflasi karena kekeringan yang disebabkan El Nino. ”Dengan kondisi seperti ini, untuk sementara waktu saya memprediksi IHSG berada di kisaran support 4.500 dan resistance 4.750,” ujarnya. Analis dari Indosurya Securities William Surya Wijaya memprediksi hari ini perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih penuh dengan tekanan. Meski begitu, dia berkeyakinan sifatnya sudah cukup terbatas.

Tidak Picu Perang Mata Uang

China mendevaluasi mata uang yuan setelah data akhir pekan lalu menunjukkan ekspor negara itu turun 8,3% pada Juli akibat lemahnya permintaan dari Eropa, AS, danJepang. Kebijakan tersebut dianggap sebagai reformasi pasar bebas, tetapi beberapa pihak mencurigai tindakan ini dapat menjadi awal penurunan jangka panjang nilai yuan.

Bank Sentral China menyatakan pihaknya mengubah metodologi untuk membuat yuan lebih responsif terhadap kekuatan pasar. Mereka menyebut devaluasi ini merupakan ”depresiasi sekali”. Kendati demikian, para ekonom tidak sepakat dengan langkah Pemerintah China terhadap yuan kali ini karena akan bertentangan dengan kebijakan yuan yang kuat untuk mendorong konsumsi domestik dan investasi ke luar negeri.

Devaluasi yuan memukul mata uang dolar Australia dan Selandia Baru serta won Korea. Meski demikian, beberapa bank sentral paling intervensionis di Asia tampaknya masih bertahan pada kebijakan mata uang mereka sekarang. ”Saya tidak berpikir langkah itu akan memicu perang mata uang global,” kata seorang pembuat kebijakan asal Jepang.

Para ekonom menyatakan, hingga kemarin China menahan yuan, sementara nilai mata uang negara-negara tetangga turun. Nilai yuan yang lebih rendah dianggap tidak akan menyelesaikan seluruh masalah para eksportir China yang mengalami masalah kenaikan gaji buruh dan problem kualitas.

Rahmat fiansyah/ arsy ani s/ syarifuddin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0740 seconds (0.1#10.140)